Lihat ke Halaman Asli

Butet Pagaraji

Seorang Guru, Penggila Tuhan dan Pencinta Ilmu, Alam Semesta serta Sesama Manusia

Erik Erikson: 8 Tahap Perkembangan Psikososial

Diperbarui: 17 Mei 2022   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: rumahinspirasi.com

Erik Homburger Erikson 

Lahir di Frankurt Jerman tahun 1902, Erik Erikson yang sebelumnya bernama Erik Salomonsen, lahir dan tumbuh menjadi seorang pakar psikologi perkembangan dan psikoanalis. Hadir dalam keluarga yang bercerai, bahkan sejak ia masih dalam kandungan ibunya dan menjadi bagian keluarga Homburger. 

Erikson menamatkan studinya di Gymnasium. Ketertarikan dan inspirasi Erikson dalam mengajar anak-anak, mulai tumbuh ketika ia diundang untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina saat berumur 25 tahun. 

Sekolah tersebut dibangun sebagai tempat mendidik anak-anak, dimana murid-murid dan orangtuanya menjalani psikoanalisis. Pengalaman itu mendorong Erikson untuk mengikuti sekolah pendidikan guru yang menerapkan metode Montessori yang menekankan pada perkembangan inisiatif anak melalui permainan dan pekerjaan.

Hingga suatu ketika Erikson bertemu dengan perkumpulan Freud yang memberi pengaruh besar pada paradigma berpikir Erikson tentang perkembangan psikososial manusia. Lantas ia melanjutkan studi ke Institut Psikoanalisis di Wina untuk mempelajari konsep psikoanalisis. 

Ia semakin yakin dengan identitas profesinya, belajar di bawah bimbingan Anna Freud; Erikson menamatkan studinya di Institut Psikoanalisis Wina pada tahun 1933. 

Berangkat dari pengamatan dan riset mengenai perkembangan psikososial sepanjang masa hidup seseorang dari bayi hingga masa tua dan konsep-konsep tentang identitas dan krisis identitas, Erikson membangun reputasi keahliannya sebagai seorang psikolog yang ahli di bidang psikososial dan perkembangan kepribadian manusia.

Selain sebagai tokoh yang memberi sumbangan terbaik tentang perkembangan kepribadian manusia di kalangan para psikolog, Erikson, terlebih dikagumi sebagai tokoh yang dikenal memiliki perasaan kasih dan kepekaan interpretasi yang tinggi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kemanusiawian manusia. Hingga ia tutup usia pada Mei 1994.

Tahapan Perkembangan Psikososial Manusia 

"Do not mistake a child for his symptom." ~ Erik Erikson (Childhood & Society)


Teori psikososial Erikson menyimpulkan, bahwa terdapat delapan tahapan perkembangan pada diri manusia dimulai sejak kanak-kanak hingga manula.

  1. Fase bayi (lahir - 18 bulan); yang dibutuhkan di fase ini adalah pengasuhan dengan afeksi yang cukup dan konsisten serta memastikan konflik yang dikelola dengan baik karena sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan (trust issue). Membentuk pribadi kanak-kanak yang memiliki kekuatan emosi yang baik atau sebaliknya. 
  2. Fase kanak-kanak (2 - 3 tahun); dimana pembentukan kendali diri yang menciptakan kemandirian, terjadi di fase ini. Proses ini menghasilkan keinginan atau will dan keyakinan diri. Sebaliknya, fase yang gagal hanya menghasilkan anak dengan sikap pemalu dan penuh keraguan.  
  3. Fase pra sekolah (3 - 5 tahun); di fase ini terjadi pembentukan sikap kepemimpinan, inisiatif dan kerjsama, yang distimulasi melalui permainan dan interaksi sosial dengan sesama rekan bermain. Jika proses anak dalam fase ini gagal, maka yang muncul adalah sikap meragukan diri sendiri, selalu merasa bersalah dan rendahnya inisiatif.
  4. Fase sekolah (5 - 13 tahun); individu cenderung lebih menyukai aktifitas dan kompetisi, sehingga reward, apresiasi dan pujian seringkali menjadi tujuan dari perilaku individu. Kegagalan mendapatkan rewad yangs esuai akan mempengaruhi iklim kompetisi individu dan menimbulkan kemarahan serta menguatkan krisis rendah diri individu.
  5. Fase remaja (13 - 21 tahun); proses pencarian jatidiri terjadi dalam fase ini dan faktor yang paling berperan dalam pembentukannya adalah kelompok serta model kepemimpinan. Ingin menjadi orang yang berguna dan menjadi kebanggaan komunitasnya, adalah hasil akhir yang ingin dicapai, dengan (bahkan) disertai kenekatan sekalipun. Sebaliknya apabila fase ini gagal, individu akan tumbuh menjadi pemarah dan bergantung pada orang lain.
  6. Fase dewasa awal (21 - 39 tahun); pengalaman-pengalaman difase sebelumnya berpengaruh besar terhadap karakter individu di fase ini. Hasil akhir dari fase ini bisa mendorong individu pada kebutuhan akan keintiman dengan seseorang/ sesuatu atau sebaliknya yaitu perasaan isolasi diri yang kuat menjauh dari lingkungannya/ terhadap segala sesuatu.
  7. Fase dewasa (40 - 65 tahun); fase dimana individu senang berbagi pengalaman dan ilmu; atau sebaliknya merasa tidak berguna karena mengalami kegagalan dalam hidupnya. Keluarga dan institusi tempat bekerja atau tempat terlibat dalam lingkungan kembali menempati peran penting dalam mempengaruhi individu di fase ini. 
  8. Fase kematangan (65 tahun ke atas); pada fase lansia ini individu akan merasa hidup dan bahagia apabila ia merasa berguna. Fator yang paling berpengaruh adalah siapapun yang dapat membawanya pada perasaan yang demikian. Kualitas karakter yang dihasilkan pada fase ini adalah integritas dan rasa tanggung jawab. Sebaliknya, putus asa dan rasa kecewa dapa menguasai individu lansia di fase ini akibat kegagalan proses dalam fase kematangan.

Tahapan itu berurutan namun prosesnya berlangsung fleksibel karena perkembangan kualitas dasar ego setiap orang memiliki jadwal waktunya sendiri. Namun, faktor dan komponen yang mempengaruhinya relevan, saling berkaitan dan mempengaruhi antar fase serta berperan kuat dalam pembentukan karakter individu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline