Lihat ke Halaman Asli

Laki - Laki Bisa Jadi Korban Pemerkosaan

Diperbarui: 21 Desember 2021   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pemerkosaan adalah tindakan kekerasan secara seksual yang dilakukan pada pasangan atau lawan jenis tanpa adanya persetujuan yang menyebabkan kita mempertanyakan banyak aspek dari diri kita sendiri. Pemerkosaan adalah kejahatan yang tidak hanya menyakiti seseorang untuk sesaat, tetapi juga menghancurkan seluruh hidup mereka.

Terdapat salah satu mitos yang paling umum mengenai pemerkosaan yakni bahwa pemerkosaan itu hanya terjadi pada wanita. Faktanya, pemerkosaan dapat terjadi tidak hanya pada perempuan melainkan juga terhadap laki-laki. Hal ini merupakan salah satu tindakan kejahatan yang paling banyak disalahpahami. Banyak orang yang bertanya mengapa hal itu dapat terjadi, dan hal ini menjadi salah satu tindakan cukup kuat untuk menjadi tantangan agar mudah dipahami oleh khalayak.

Dilansir dari Kompas Nasional, menurut Dio Ashar, Direktur Eksekutif Asosiasi Riset Yudisial Indonesia, 66,7% korban kekerasan seksual adalah perempuan. Namun, itu tidak hanya datang dari wanita. Lebih dari 33,3% adalah laki-laki. Meski jumlahnya kecil, nyatanya laki-laki juga menjadi korban kekerasan seksual. Namun, patut dipertanyakan bahwa tidak ada korban laki-laki yang melaporkan kejahatan tersebut. Kebanyakan orang mengatakan pria lebih kuat daripada wanita sehingga laki-laki tidak mampu diperkosa, hanya perempuan yang diperkosa. Sangat disayangkan hal ini menjadi kepercayaan umum dalam budaya saya.

Beberapa orang menyadari betapa beratnya pemerkosaan perempuan, namun bagaimana dengan pemerkosaan laki-laki? Bukankah seharusnya diberi bobot yang sama? Satu - satunya jawaban untuk pertanyaan ini adalah kesetaraan gender. Pemerkosaan adalah pemerkosaan, baik yang dilakukan oleh pria atau wanita, dan beratnya kejahatan harus diakui tanpa memandang jenis kelamin korban dari tindakan kejahatan.

Pemerkosaan laki- laki dapat terjadi karena pelaku berada disekitarnya, seperti orang rumah, pasangan, kerabat terdekat, teman dan lain-lain. Laki-laki-korban pemerkosaan terutama menargetkan anak laki-laki. Dipaksa atau mencoba untuk melakukan penetrasi seksual kepada seseorang dari kedua jenis kelamin, baik dengan kekuatan fisik atau paksaan, atau ketika korban mabuk atau tidak dapat menyetujui, adalah jenis kekerasan seksual yang dikenal sebagai dibuat untuk menembus.

Secara umum, pemerkosaan laki-laki sering diabaikan karena mereka malu menjadi korban yang dilecehkan. Mereka malu mengakui bahwa mereka diperkosa ketika mereka hampir tidak memahami aktivitas seksual, mereka hampir tidak memahami perbedaan antara sentuhan yang baik dan buruk, mereka tidak memahami cara kerja organ dan tubuh mereka.

Banyak orang berpikir bahwa diperkosa tidak terlalu penting karena kita sendiri tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pemerkosaan, di sisi lain bisa menjadi traumatis bagi korban. Dilansir dari CNN Indonesia seorang psikolog dan pakar seksolog, Zoya Amirin mengatakan bahwa laki-laki korban kekerasan seksual, tentu mengalami ketakutan, kemarahan, dan rasa tidak berdaya. Pria yang diperkosa sering kali merasa malu, bersalah, dan terhina.Tidak jarang seorang laki-laki korban perkosaan menyalahkan dirinya sendiri atas pemerkosaan tersebut, percaya bahwa dia memberikan izin kepada pemerkosa. Korban pemerkosaan laki-laki menghadapi nasib serupa.

Kita perlu meluruskan ini di kepala kita sebagai manusia. Tidak dapat diterima memiliki potensi untuk menghancurkan seseorang selama sisa hidup mereka. Banyak orang yang mengaku bahwa mereka telah diperkosa atau dilecehkan tetapi tidak melakukan apa-apa. Mereka percaya bahwa mereka tidak akan didengar atau dipercaya, yang dapat dipastikan dalam masyarakat di mana bahkan laki-laki tidak menganggap pemerkosaan laki-laki sebagai pemerkosaan yang nyata.

Sangat jarang ditemui orang-orang yang percaya bahwa undang-undang pemerkosaan lemah dan kebutuhan mendesak untuk membangun kembali sistem peradilan. Kebanyakan korban pemerkosaan terlalu takut untuk berbicara. Mereka percaya bahwa jika mereka berbicara tentang topik yang diabaikan secara luas di masyarakat kita, tidak ada yang akan mendengarkan mereka. Sekarang saatnya kita sebagai sesame manusia membuat sebuah perubahan. Mulailah dengan hal-hal kecil berupa mengerti dan memahami korban serta menjadi pendukung bagi seorang korban. Jika kita tidak dapat memahami, setidaknya janganlah memberikan hinaan atau meremehkan korban karena sesungguhnya kita tidak mengetahui apa yang sedang ia alami cukup menutup mata dan telinga. Serta kita harus berhenti menyalahkan korban pemerkosaan karena menyalahkan korban mengurangi pelaporan pemerkosaan, menjadikan perempuan sebagai objek, dan mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya di balik pemerkosaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline