Lihat ke Halaman Asli

Santi

Diperbarui: 16 Oktober 2022   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

     Tadi pagi aku kesel sekali. Rasanya kekesalan ku ini yang terdahsyat sepanjang sejarah. Keseeeel....sekali. sumbernya, yah, siapa lagi kalau bukan si Santi. Pembantu baru yang kelakuannya membuat orang rumah takjub. Bayangkan saja, masa lukisan yang sudah setengah mati dibuat, dengan seenaknya dia menumpahkan noda didalamnya. Dia tidak tahu seberapa besarnya pengorbananku untuk membuat lukisan itu. aku rela untuk tidak tidur dalam beberapa hari hanya untuk mengerjakan lukisanku. Bahkan pujaan hati yang selalu ku tunggu kehadirannya, terpaksa kali ini aku cuekin. Eh...tahu-tahu hasil lukisan ku dikenakan noda dengan seenaknya. Bagaimana aku tidak kesal setengah mati. Dasar bego si Santi. Aku sudah sering kali mengingatkannya untuk tidak menyentuh apapun itu yang bersangkutan dengan ku. Santi, Santi kamu kira gampang apa membuat lukisan, seperti membuat sayur SOP? 

    Santi ini memang lain dari pada yang lain. Umurnya baru sekitar 17 tahunan, sedang genit-genitnya. Kerjanya sih, lumayan. Tapi, gitu deh ada aja kelakuan anehnya. Ditambah lagi, setiap bapak dan ibuku berangkat kerja, dia selalu menyetel musik kesukaannya dengan volume yang tinggi. Setiap kali kudengarkan selalu membuat kupingku merasa tuli. 

       Belum lagi ketika temanku datang. Dia mulai bertingkah dan cari perhatian. Ditambah lagi kalau yang datang teman cowokku. Rasanya ingin sekali aku membentak dia. Tapi, ibu slalu bilang, "sabar, nak," kata ibu berulang-ulang. Selain si Santi genit, dia juga super bego. Disuruh ini, malah ngerjain yang lain.

     Selama hampir lima bulan dia bekerja rumahku. Dan entah sudah berapa kali dia menunjukan sikap begonya itu. Tapi untuk yang dilakukannya tadi pagi bener-bener keterlaluan dan aku sudah tidak bisa menahan semua rasa kesalanku terhadapnya. Ku tumpahkan segala kekesalanku terhadapnya. Lu bentak-bentak dia, dan entah sudah berapa puluh nama binatang yang aku keluarkan untuknya. Tapi yang ku lihat dia hanya menundukkan kepala. Entah dia merasa bersalah atau malah ngedumel didalam hati. Aku tidak begitu perduli, yang penting rasa kesalanku sudah ku keluarkan.

    Sekitar pukul satu siang perutku merasa lapar. Aku segera keluar dari kamar dan langsung kedapur. Tapi, mengapa sepi? Memang hari ini keluarga sedang berlibur, dan tentu saja aku diajak oleh mereka. Namun, aku menolak dengan alasan ingin mengerjakan lukisanku. Lalu aku mencari keberadaan si Santi. Kemana dia, aku coba bertanya kepada satpam yang sering menjaga komplek disini. Dan benar saja, si Santi rupanya ngambek. 

     Kekesalanku yang semula mereda, kini bertambah. Knp tidak? Kalian bayangkan saja mana ada seorang pembantu yang ngambek ke majikannya. Siang ini dengan amat terpaksa aku harus memasak sendiri makanan untukku. Selesai makan aku merasa mengantuk. Baru saja aku mau masuk kamar, teringat bahwa sekarang aku sedang sendiri dirumah. Aku lantas duduk diruang tamu, kuambil majalah dari bawah meja, dan dibalik-balik halaman-nya. 

      Ting-tong. 

     Wah siapa yang siang-siang begini bertamu, pikirku. Ketika pintu kubuka, Nana, Gina, Ajeng dan Tina cengar-cengir di hadapanku. Tanpa dipersilahkan, mereka nyelonong masuk ke ruang tamu. 

    "Aduh..., Panas sekali, Tar. Minta minum, dong, yang pake es, ya?" Kata si Tina.  

     Ternyata kebiasaan tina masih belum hilang. Dengan sangat amat terpaksa akulah yang membuat minuman itu untuk mereka.

   "Kok tumben sepi?" Kata si Ajeng. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline