Lihat ke Halaman Asli

PPN Naik, Apakah Frugal Living Bisa Jadi Solusi?

Diperbarui: 17 Desember 2024   19:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di Indonesia merupakan langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dalam rangka memperkuat perekonomian nasional. Kebijakan ini dianggap perlu untuk mendukung berbagai program pembangunan, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas layanan publik, serta pengurangan defisit anggaran. Namun, di balik tujuan tersebut, kebijakan ini memberikan dampak pada perekonomian secara keseluruhan dan kehidupan masyarakat.

Kenaikan PPN menjadi 12% berpengaruh terhadap sebagian besar barang konsumsi yang digunakan masyarakat sehari-hari. Barang-barang tersebut mencakup berbagai kategori, mulai dari produk elektronik, seperti smartphone, laptop, hingga televisi, yang kini dikenakan pajak lebih tinggi. Selain itu, pakaian, sepatu, aksesori, dan perabotan rumah tangga, seperti meja, lemari, atau kursi, juga masuk dalam daftar barang yang terkena kebijakan ini. Tidak hanya itu, kendaraan bermotor beserta suku cadangnya, serta produk kosmetik dan perawatan pribadi, juga mengalami kenaikkan harga.

Secara ekonomi, kenaikan tarif PPN akan meningkatkan pendapatan negara. Namun, efek samping yang tidak bisa diabaikan adalah potensi kenaikan harga barang dan jasa. Inflasi yang dipicu oleh kenaikan ini bisa berdampak pada berbagai sektor, mulai dari industri hingga konsumsi rumah tangga. Bagi masyarakat, dampak kenaikan ini sangat terasa, terutama bagi golongan berpenghasilan rendah. Harga barang kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal akan menekan daya beli mereka. Sementara itu, masyarakat kelas menengah dan atas mungkin lebih mampu menyesuaikan pengeluaran mereka, sehingga kebijakan ini cenderung memperlebar kesenjangan sosial ekonomi.

Frugal living, atau hidup hemat, adalah gaya hidup yang berfokus pada mengelola keuangan dengan bijaksana. Dengan memprioritaskan kebutuhan, mengurangi pemborosan, dan mencari cara untuk mendapatkan manfaat maksimal dari setiap pengeluaran, frugal living bisa membantu masyarakat menghemat biaya sehari-hari, terutama dalam hal makanan, transportasi, dan hiburan. Nah, di sini saya akan membahas mengenai apakah frugal living bisa menjadi solusi atas naiknya PPN?

Frugal living, atau gaya hidup hemat, bukan hanya tentang mengurangi pengeluaran, tetapi juga tentang membangun kesadaran finansial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan frugal living, masyarakat diharap bisa lebih memahami bagaimana menggunakan uang mereka, sehingga mampu mengelola keuangan dengan lebih baik. Gaya hidup ini mengajarkan pentingnya mencatat pengeluaran, membedakan kebutuhan dan keinginan, serta membuat anggaran yang jelas dan realistis.

Dengan membuat anggaran, seseorang dapat menetapkan prioritas keuangan yang sesuai dengan tujuan hidup mereka. Misalnya, anggaran membantu mengalokasikan uang untuk kebutuhan primer seperti makanan, transportasi, dan tempat tinggal, sekaligus menyisihkan uang untuk menabung dan berinvestasi. Menabung merupakan langkah awal untuk menciptakan pondasi keuangan yang kokoh, seperti mengumpulkan dana darurat yang dapat digunakan saat menghadapi situasi tak terduga, misalnya kecelakaan atau musibah lainnya.

Menerapkan frugal living memang tidaklah mudah, apalagi di tengah berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini. Salah satu tantangan terbesar adalah tekanan sosial untuk menjalani gaya hidup konsumtif. Di era media sosial, masyarakat sering dihadapkan pada standar hidup yang tinggi seperti liburan mewah, barang bermerek, dan juga gaya hidup yang serba glamor. Standar hidup yang tinggi itu membuat seseorang merasa harus mengikuti tren agar tidak ketinggalan zaman. Akibatnya, sulit untuk bisa fokus menjadi hemat dalam mengelola keuangan karena takut dianggap "kurang sukses" jika tidak memenuhi standar tersebut.

Selain tekanan sosial, pilihan produk ramah lingkungan yang terbatas juga menjadi hambatan. Frugal living sering dikaitkan dengan keberlanjutan, seperti membeli barang yang tahan lama atau menggunakan produk reusable. Tetapi produk-produk tersebut masih sulit ditemukan dan harganya relatif lebih mahal dari barang sekali pakai. Misalnya, membeli botol minum yang bisa digunakan berulang kali biasanya butuh biaya awal yang lebih mahal, jadi masyarakat berpenghasilan rendah lebih memilih botol sekali pakai yang murah tetapi tidak bisa dipakai lagi kedepannya.

Selanjutnya, infrastruktur yang kurang memadai juga bisa menghalangi penerapan frugal living. Di beberapa wilayah misalnya, transportasi umum belum tersedia secara optimal. Jadi mau tidak mau masyarakat harus menggunakan kendaraan pribadi, yang tentu biayanya lebih mahal karena membutuhkan bahan bakar dan perawatan.

Namun, tantangan-tantangan tersebut tentu memiliki solusi. Misalnya edukasi keuangan agar masyarakat mengerti manfaat jangka panjang dari penghematan, menabung dan investasi. Komunitas atau kelompok yang sudah menerapkan frugal living juga bisa menjadi sumber dukungan dan inspirasi bagi masyarakat yang baru ingin memulai. Di sisi lain, pemerintah dan sektor swasta juga perlu berkerja sama untuk memudahkan akses masyarakat terhadap transportasi umum yang nyaman, produk ramah lingkungan, dan pasar lokal dengan harga terjangkau.

Frugal living adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesadaran, komitmen, dan perubahan secara bertahap. Mulai dari mencatat pengeluaran kecil hingga mengurangi kebiasaan konsumtif, hal-hal kecil itulah yang nantinya bisa membawa perubahan besar. Walaupun tantangannya sulit, dengan adanya dukungan yang tepat dan tekad yang kuat, gaya hidup hemat bisa menjadi jalan untuk mencapai kehidupan yang lebih terencana, lebih berkelanjutan, dan lebih sejahtera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline