Lihat ke Halaman Asli

A. L Shinta L.

Doctoral Student, Beautician, Writer, Entrepreneur

Apakah Kita Sebersih Itu?

Diperbarui: 26 April 2024   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diambil dari web pngtree.com

Sekarang sedang heboh dan marak kasus korupsi tahah air yang melibatkan artis papan atas Indonesia. Sejak dulu saya termangu dengan istilah dari korupsi itu sendiri, apa bedanya korupsi dengan penggelapan uang? Menurut undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)  yang kemudian mengalami perubahan oleh mahkamah konstitusi 2016 mengatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)." Melalui pengertian tindak pidana korupsi dari Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor ini, terlihat bahwa terdapat 3 (tiga) unsur yaitu melawan hukum, untuk memperkaya diri sendiri, dan kerugian negara. Ketiga unsur ini harus saling berhubungan dan dapat dibuktikan keberadaannya. Pelaku dari tindak pidana korupsi ini berasal dari pegawai negeri atau penyelenggara negara, penegak hukum, atau siapa saja dalam jabatannya yang merugikan keuangan negara.

Sementara itu, pengertian penggelapan berdasarkan dari Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum, sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena salah telah melakukan penggelapan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun." Penggelapan ini merupakan kejahatan yang hampir sama dengan pencurian, tetapi pada saat terjadi penggelapan, barang sudah berada pada pelaku tanpa melalui kejahatan atau melawan hukum. Selain itu, kejahatan ini dapat dilakukan oleh siapapun sepanjang barang tidak dikuasai pelaku secara melawan hukum. 

Masih belum berlalu perkara pemilu yang serentak yang diadakan negara kita untuk presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta anggota DPD RI. Dalam realita yang berjalan, bahkan keputusan akhir dari hasil penghitungan KPU untuk pemilihan presiden dan wakil presiden sedang dipersiapkan gugatannya menuju Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya dianggap dan diyakini oleh sejumlah orang adanya praktik atau tindakan kecurangan. Di domisili saya tinggal sekarang, bahkan tetangga saya bercerita dia dan rekan-rekannya mendapatkan "serangan fajar". Apa itu serangan fajar? Serangan fajar sendiri adalah pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya saat kampanye menjelang pemilu. Saya tidak merujuk pada paslon tertentu. Belum tentu semua "bersih" dan belum tentu semua "kotor". Namun jika uang "haram" kisaran 50 ribu hingga 400 ribu kita bersedia terima padahal secara hukum dan moral itu salah, apakah yakin ketika ditawarkan uang dengan nominal fantastis kita akan menolak? Apakah betul kita sebersih dan sejujur itu? Mungkin alangkah baiknya sebelum menghakimi orang lain, kita belajar menghakimi diri sendiri.

Iman, keyakinan dan kasih saling berkaitan dan mungkin sulit diyakini oleh sebagian manusia. Namun jika punya salah satu dari ketiganya minimal kita akan tahu bahwa tindakan korupsi atau penggelapan dalam bentuk apapun baik uang receh maupun uang besar tidaklah dibenarkan. Sadarkah kita bahwa sedikit banyak mungkin tanpa kita sadari praktik tersebut berpengaruh terhadap kemashalatan orang banyak. Saya sering mengalami ketika penundaan dana pemerintah turun karena satu dan lain hal membuat hidup kami kembang kempis, terasa setiap harinya saat menunggu dana terbayarkan seperti ikan di darat yang sekarat. Kami yakin di luar sana lebih banyak orang yang bergantung terhadap hak mereka yang tertahan, tertunda atau bahkan tak terbayarkan. 

Apakah kita sadar bahwa karena kepentingan orang-orang tertentu yang tidak mencintai negeri ini, merusak alam dan sumber daya, mengambil hak dan potensi kekayaan negara serta kesempatan Indonesia untuk lebih maju setiap detiknya lantaran korupsi dan penggelapan membuat negara kita masih belum maju juga? 

Apakah generasi kita sudah berhasil mengajarkan itu kepada generasi selanjutnya? Mencari uang mungkin memang sulit? Namun lebih sulit mempertahankan nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Ini hanya perkara nominal, peluang dan kesempatan. Bukankah semua tingkat kehidupan sosial dan bermasyarakat dari tingkat pemerintah, aparat, organisasi lokal sampai ke rukun tetangga bahkan ke parkiran saja masih sarat praktik ini, ada istilahnya yang membayar yang didahulukan. Mungkin jika kita belajar dari hal paling sederhana dimulai dari diri sendiri untuk tidak mengambil milik orang lain yang bukan hak kita, niscaya kedepannya berpengaruh terhadap skala yang lebih luas bahkan mudah-mudahan perlahan negara kita betul-betul bisa terbebas dari praktik itu dan bisa dikenal sebagai negara jujur? Boleh kan bercita-cita? Berangan-angan untuk bangsa dan negeriku, Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline