Sejak awal pandemi Covid-19 merebak di tanah air tercinta, mengikuti berita di televisi/radio maupun di media massa baik itu di Facebook, Instagram, Twitter, dll, ada suatu kekhawatiran yang terus mendera, bertanya-bertanya sudah sampai mana kasus Covid-19 ditemukan?
Apakah sudah dekat dengan kota saya atau kota saudara-saudara saya, maupun teman-teman saya. Berapa banyak penderitanya? Bagaimana penanganannya? Berapa yang sembuh? Berapa yang meninggal dunia?
Bagaimana tidak merasa cemas, anggota keluarga ada yang memiliki komorbid, adik-adik ipar semuanya, juga sebagian besar saudara sepupu bekerja di rumah sakit rujukan Covid-19, bahkan ada bertugas di ruang isolasi Covid-19.
Hal ini juga merupakan faktor yang berpotensi menimbulkan masalah dalam kesehatan mental. Walaupun secara sadar rasa khawatir merupakan hal yang normal, namun ketika harapan akan adanya kondisi yang sehat sejahtera lahir dan batin dihadapkan dengan timbulnya virus Covid-19 yang mudah menular dan dapat menimbulkan korban jiwa, hal ini tentulah menjadi suatu stressor.
Ketika Covid-19 sudah memasuki kota di mana kami tinggal, kesadaran yang tinggi akan adanya potensi penularan pastinya menambah kekhawatiran, sadar kesehatan jiwa juga penting untuk menjaga imunitas tubuh.
Pengalaman saya ketika itu menjadi warga perumahan yang terisolasi karena salah satu warga teridentifikasi menderita Covid-19, sebagai kasus pertama di kota saya, betapa rasanya terstigma bahwa semua warga perumahan yang sekitar 125 KK rentan terpapar virus ini, ya.
Waktu itu awal-awalnya pandemi sekitar bulan Maret-April 2020, kami sadari bahwa pemerintah setempat memang berupaya keras supaya kasus ini tidak meluas, kami yakin ada suatu alasan penting maupun kebijakan kenapa kami harus menjalani karantina wilayah ini.
Jadi kami satu perumahan menjalani karantina wilayah, selama 14 hari tidak diizinkan keluar rumah dan harus melakukan physical distancing, hal ini sangat membuat kami tertekan.
Para warga yang biasanya harus bekerja di lapangan, warga yang memiliki segudang aktifitas ataupun usaha di luar perumahan, anak-anak yang sekolah menjadi terhambat.
Bagaimana kami bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, besok, lusa makan apa? Kalau butuh ini itu bagaimana? Seakan-akan banyak sekali yang menjadi pertanyaan kami sebagai warga perumahan.