Part 2
Untuk beberapa saat tidak satu pun dari mereka yang membuka suara. Ari mulai merasa jengah. Ia sudah terlalu lama berdiri di sini dalam keadaan setengah telanjang. Seorang gadis tiba-tiba berdiri di depan pintu sungguh tidak membantunya. Ia menunjuk ke dalam rumah dan ke dirinya sendiri sambil menggumamkan sesuatu. Gadis itu menggelengkan kepala.
"Tunggu sebentar," kata Ari dan ia hempaskan pintu tepat di wajahnya. Ari sadar tindakannya kasar dan tak tahu aturan tapi -- tak pedulilah. Ia bergegas kembali ke kamarnya, melempar handuknya begitu saja dan mengenakan jeans dan kaos yang terdekat yang dapat ia raih. Ia segera kembali ke pintu depan. Semoga gadis itu belum kabur.
Ari membuka pintu dan diam-diam ia menghela napas lega. Gadis itu masih di tempat yang sama dan ia masih secantik yang Ari ingat. Matanya tampak selalu tersenyum di wajah yang terbingkai dengan gumpalan rambut keriting yang tampak selembut kapas. Ari menahan diri untuk tidak begitu saja menjulurkan tangan dan menjalin jari-jarinya di antara gumpalan lembut itu.
"Baik. Maaf sudah saya tinggal tadi. Ada yang bisa saya bantu, umm..."
"Saya Molly." Gadis itu menjabat tangan Ari tanpa ragu-ragu. Tangannya yang kecil dengan jari-jemari langsing serasa terbenam di genggaman tangan Ari yang besar dan kuat. Ari menganggukkan kepalanya, matanya melirik sekilas ke barang bawaan Molly, ke kopor dan tas punggungnya, dan tiba-tiba kilasan kejadian-kejadian berlalu cepat di matanya. Ari menggelengkan kepala dan memejamkan mata untuk kemudian cepat-cepat membukanya ketika terdengar teriakan, "Aduh!" dari Molly.
Ari menunduk dan ia baru sadar bahwa ia telah meremas tangan Molly terlalu kuat ketika kilasan itu datang. "Maaf," katanya sambil tersenyum malu dan melepas tangan Molly.
***
"Tak apa," kata Molly perlahan, senyumnya membalas senyum laki-laki ini yang belum juga menyebutkan namanya. Molly diam-diam memijat tangannya yang lumayan sakit juga. Apa yang terjadi tadi? Molly tidak keberatan diremas tangannya tapi tidak begitu caranya.