Lihat ke Halaman Asli

Desa Wisata sebagai Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Desa

Diperbarui: 8 Februari 2019   15:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: di edit dari eksotisjogja.com

Desa wisata sebagai sebuah destinasi pariwisata, telah menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang signifikan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena desa memberikan nuansa alami dan menampilkan seni budaya lokal yang indah nan eksotik. 

Bagi masyarakat kota, panorama indahnya desa adalah idaman. Ada kesejukan, lepas dari hiruk-pikuk suasana kerja dan polusi udara, ada keunikan adat budaya desa, serta keramahan masyarakatnya. Semua itu tak bisa ditemukan di kota. 

Dan ketika masyarakat kota mengalami kejenuhan kerja, kemacetan di jalanan, dan kesuntukan berbagai problem perkotaan, jawabannya hanya desa. Desa yang menjanjikan ketentraman, kesejukan, keramahan dan eksotika panorama alam.

Secara umum beberapa hal yang dapat dieksplorasi dari potensi desa adalah: panorama keindahan alam, kerajinan lokal, seni dan budaya desa, termasuk keunikan arsitektur rumah khas desa, dan tentu keramahan penduduknya. 

Semua itu mempunyai multiple efek pada peningkatan ekonomi masyarakat desa. Tentu harus dengan pengelolaan yang baik dan profesional, saling membantu dalam konteks gotong-royong antar warga maupun antar lembaga desa dan tentu membutuhkan pula dukungan pemerintah setempat.

Secara sederhana saja, datangnya wisatawan ke desa, akan membutuhkan tempat tinggal/penginapan, butuh makanan, transportasi khas lokal, dan tentu fasilitas yang menghibur untuk mereka. Dan ini tentu membutuhkan kreatifitas dari pengelola desa dan tentu masyarakat desa secara umum.

Banyak hal yang dapat dieksplorasi dari potensi desa. Contoh sederhana, membajak sawah dengan seekor sapi, belepotan lumpur, dan sambil uro-uro (nembang Jawa), bagi orang desa adalah hal yang biasa. Tetapi bagi orang kota, ini adalah pengalaman eksotik yang sangat menarik dan tak akan ditemukan di kota. 

Maka secara ekonomi, membajak sawah yang biasanya dilakukan oleh petani di desa dengan biaya tertentu dan menguras energi, dengan menjadi salah satu wahana hiburan dalam konteks desa wisata, aktifitas membajak sawah justru akan menghasilkan pundi-pundi pendapatan bagi petani di desa.

Kemudian berbagai permainan tradisional anak-anak desa, seperti benthik (permainan ketangkasan anak dengan sebatang kayu), gobak sodor (go back to door),  membuat mobil-mobilan dengan kulit Jeruk Bali, bermain musik dengan seruling bambu, petak umpet, melukis, dan lain sebagainya bisa pula kita jadikan sebagai paket wisata di desa. Maka sebenarnya, apapun yang kita create (cipta) dari potensi desa, akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat desa.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdapat 122 desa wisata (Republika, 2016), bahkan sekarang lebih banyak lagi yang tersebar di seluruh wilayah DIY, adalah potensi ekonomi yang cukup baik. Potensi ini akan mempunyai multiple efek pada pemerataan perekonomian di pelosok-pelosok wilayah pedesaan di DIY. 

Di samping itu akan mengurangi konsentrasi kepadatan di destinasi-destinasi wisata mainstream di Yogyakarta, seperti Malioboro, Kraton, Candi Prambanan, GL Zoo (Kebon Binatang Gembiraloka) dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline