Lihat ke Halaman Asli

Hadiah Lastri

Diperbarui: 7 Maret 2016   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ruang tidur berukuran 2 x 2,5 meter itu tampak terlalu kecil untuk membendung sukacita yang memenuhi atmosfer di dalamnya.   Kami masuk,  bertukar sapa dan memeluk dua gadis belia yang menjadi tujuan kedatangan kami ke Dusun Sirahan.  Magelang.  Dua sumber cahaya di ruangan itu. Listyaningsih dan Lastri duduk di atas kasur tipis berlapis plastic.  Ada meja kayu kecil pendek di tengah ruangan, menjadi sandaran mereka untuk duduk ke arah depan dalam posisi seperti  duduk di ruang kelas.  

Di atasnya, kuletakkan tart cake yang kubeli tergesa setelah tahu bahwa Lastri baru saja melewati hari ulang tahunnya sehari sebelumnya.  Karena tak tahu berapa umurnya, aku tidak membeli lilin khusus.  Sebagai gantinya lilin batang putih disemat  api di atas cake cokelat itu untuk menandai peringatan hari lahir.   

Lastri tampak mengambil gambar kue tart berbentuk hati yang di atasnya bertuliskan “HBD Lastri”   warna kuning cream penghias dengan hpnya.  “Ini pertama kali saya mendapatkan kue tart ulang tahun” guman Lastri dengan senyum yang menghiasi wajah manisnya  Doa singkat untuk kesehatan dan kebahagian Lastri dan lagu Selamat Ulang Tahun yang dinyanyikan aku dan kawan-kawan  dengan suara seadanya tak mengurangi rasa sukacita kami.  Listya kakak Lastri yang terpaut dua tahun lebih tua tampak tenang. 

Dia juga berbagi sukacita adiknya dan tidak keberatan untuk ikut meniup lilin di depannya. Waktu diminta untuk memotong kue, Lastri agak kesulitan sehingga Bu Wiwid temanku, harus membantunya. Potongan pertama disodorkan pada Wiyati, ibunya.  “ Seumur-umur saya belum pernah merayakan ulang tahun anak-anak saya apalagi dengan kue seperti ini.  Ah saya jadi terharu. “perempuan paruh baya berpenampilan sederhana itu menukas dalam bahasa Indonesia campur Jawa.    

Ya,  aku sudah mengenal Listya dan Lastri beberapa bulan lewat media social setelah mendengar dari Bu Wiwid  tentang dua gadis ini. Tetapi baru hari ini aku bertemu mereka, pun dua kawanku yang lain, Mbak Handayani dan Mbak Nining.   Kami kagum dengan sikap positif Listya dan Lastri. Tidak mudah menjadi gadis dengan cerebral palsy sejak lahir yang membuat mereka tidak dapat bergerak  dengan leluasa karena terbatasnya kekuatan tungkai bawah dan atas.  Bahkan harus diletakkan bantal kecil untuk mengganjal perut agar mereka dapat duduk sendiri lebih lama.  Listya dapat menamatkan bangku sekolah dasar sedangkan Lastri hanya sampai di kelas 5 karena ibu dan bapaknya mulai kewalahan mengantar anak-anak ke sekolah dengan cara digendong menuju sekolah di dekat rumah.

Alhasil sampai dengan usia kepala 2, Listya dan Lastri lebih banyak tinggal dalam ruang tidur di rumah. Sangat jarang mereka dapat keluar rumah umtuk kegiatan social. Sekali dua jika ada kegiatan Paguyuban Orang Tua Anak Disabilitas di desa sekitarnya mereka diajak oleh orang tuanya .  Itu saja.  Tak ayal lagi dunia mereka hanya sebatas empat dinding tembak di sekeliling alas tidurnya.

Tetapi tentu saja bukan itu kenyataan yang terjadi selamanya.  Listyaningsih mulai belajar membuat kristik gambar lukisan setelah bertemu dengan Mbak Sri Lestari yang juga berada di kursi roda tiga tahun lalu.  Mula-mula hanya untuk mengisi kekosongan waktu,  lambat laun beberapa hhasil kruistiknya mulai dibeli orang. Listyaningsih juga belajar membuat bros dari kain flannel walaupun  tidak mudah bagi nya untuk menjual produk ini.  

Berbeda dengan Listya, Lastri sangat senang menulis. Ini diawali dengan kegemaran dia membaca buku.  Dimintanya beberapa teman sekolah yang mlanjutkan sekolah selepas SD untuk membawakan  buku-buku bermutu dari perpustakaan sekolah mereka masing-masing atau buku yang sudah selesai dibaca oleh kawan-kawannya. Ini memperkaya pilihan kata dan imajinasi Lastri yang mendalami tulis menulis karena menemukan passion di situ. Belasan lomba diikutinya, tidak jarang dia harus menemui kegagalan tulisannya ditolak tapi tak sedikit yg mengapresiasi .  Hingga kini ada 17 buku, sebagian besar adalah  kumpulan kata-kata mutiara  (antologi) yang sudah memut tulisan Lastri.  Sayang baru 2 buku tersebut yang dapat dia miliki. 

Lastri saat ini juga menjadi tim seleksi lomba menulis sebua penerbitan kecil, selain menerima jasa penulisan untuk website. Penyuka buku Laskar Pelangi ini menyodorkan pada kami tulisan rapi di sepotong carik kertas kecil.  “Ini pepatah yang saya tulis sendiri dan saya sangat suka, ada di buku yang saya sampaikan tadi,” tukas Lastri merujuk pada judul-judul buku yang sudah memuat hasi karya nya.  “Salah satu hal yang membuat kita berada di tempat kita saat ini adalah pilihan-pilihan kecil yang kita ambil di masa lalu. Maka janganlah kita meremehkan hal-hal kecil dan jangan pula asal dalam memutuskan hal kecil. Siapa tau itu adalah pembesar kita di masa depan..”

Tiba-tiba aku terhenyak. Bukannya aku yang memberinya hadiah kecil berupa kejutan manis di hari ulang tahunnya yang ke-22 sehari lebih lambat.  Tetapi sejatinya Lastri lah yang memberiku hadiah dari pengalaman dan kedalaman hidupnya.  Terima kasih untuk hadiah tak ternilai dari kamar 2 x 2,5 meter tempat tinggal dua pejuang kehidupan yang luar biasa, Listya dan Lastri (5 Maret 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline