Lihat ke Halaman Asli

Gender dalam Pendidikan, Masa Lalu yang Masih Membayangi

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pernah mendengar atau membaca pernyataan “dibalik suksesnya seorang pria, pasti ada sosok wanita hebat dibelakangnya”? Setujukan anda akan pernyataan tersebut? Sedikit gambaran, wanita merupakan kunci kesuksesan dunia. Tidak akan ada seorang tokoh yang hebat apabila ia tidak lahir dari seorang perempuan. Tetapi mengapa perempuan sendiri tidak mendapat tempat yang sejajar dengan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia ini? Terutama di dalam dunia pendidikan, posisi perempuan dipandang sebagai lapisan kedua yang hanya menjadi pelapis dari kedudukan laki-laki. Walaupun banyak inovasi mengenai peran perempuan seperti emansipasi wanta, tetapi kenyataan dilapangan sampai saat ini masih menunjukkan bahwa kedudukan dan peran perempuan di Indonesia walaupun sudah diupayakan dengan berbagai strategi dan pendekatan belum menunjukkan hasil yang memadai  karena pendekatan pembangunan yang dikembangkan belum mempertimbangkan manfaat yang merata dan adil bagi laki-laki dan perempuan sehingga mengakibatkan terciptanya ketidaksetaraan dan ketidak adilan gender  yang lebih dikenal dengan kesenjangan gender (gender gap) yang akan mengakibatkan pula pada berbagai permasalahan gender. Contohnya saja menurut Data riset Education Watch tahun 2006 menyebutkan bahwa kecenderungan realitas tidak meneruskan sekolah bagi anak- anak dari keluarga miskin makin meningkat persentasenya. Data anak-anak dari keluarga miskin yang jebol sekolah ketika duduk di bangku sekolah dasar meningkat menjadi 24 persen, sedangkan yang tidak melanjutkan ke bangku sekolah menengah pertama menjadi 21,7 persen. Sementara anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin yang jebol sekolah ketika memasuki bangku usia sekolah menengah mencapai 18,3 persen, dan yang tidak meneruskan ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas dari sekolah menengah pertama mencapai 29,5 persen. Ironisnya, kebanyakan anak- anak usia sekolah dari keluarga miskin yang gagal melanjutkan sekolah dari jenjang SD ke SMP atau dari SMP ke SMA mayoritas (72,3 persen) adalah siswa perempuan.

Laki-laki menjadi prioritas menempuh pendidikan karena dirasa lebih pantas sebab nantinya ia akan memimpin keluarga dan menghidupi keluarganya oleh karena itu ia harus lebih tinggi pendidikannya dibanding perempuan agar tidak ‘kalah’ dari segi ekonominya. Padahal apabila perempuan menempuh pendidikan yang setara dengan laki-laki maka akan dapat membantu perekonomian keluarga bukan? Kemudian, bila perempuan selalu menjadi lapis kedua dalam dunia pendidikan bagaimana nasib bangsa ini yang di dominasi plah kaum perempuan. Jumlah perempuan yang lebih banyak tentunya bila tidak didukung dengan pemberian pendidikan yang setara akan menimbulkan masalah baru yakni kemiskinan. Bayangkan bila wanita yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki suami, hanya akan menambah beban orang lain bukan? Atau ia bisa saja bekerja, tetapi apa pekerjaan wanita yang berpendidikan rendah itu akan memberikannya penghasilan yang sesuai dengan tenaga yang ia keluarkan?

Mulai saat ini, sudah saatnyalah emansipasi wanita juga digerakan dalam bentuk pendidikan dan penghapusan pandangan bahwa laki-laki harus selalu lebih tinggi dari perempuan. Apa salahnya bila laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara dan nantinya akan sejalan. Perempuan bukanlah kaum yang harus selalu mengalami ketertinggalan di banding laki-laki, perempuan adalah kunci dari terciptanya manusia-manusia yang bermanfaat karena sosok pertama yang ditemui manusia ketika dilahirkn sebagian besar adalah perempuan begitu juga sosok yang mengurusnya dan mendidiknya yang paling awal dan akan selalu paling dekat adalah perempuan. Perempuan merupakan penentu masa depan. Jadi, jangan lagi memandang sebelah mata akan posisi perempuan. Tanpa perempuan, anda tidak akan menjadi siapa-siapa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline