Lihat ke Halaman Asli

Cahaya

Dualisme Gelombang-Partikel

Dipaksa Berkarakter

Diperbarui: 8 Juli 2017   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memutuskan menjadi seorang pendidik berarti pula memutuskan untuk mengerahkan segenap tenaga untuk mendidik: bukan hanya mengubah keadaan peserta didik dari belum tahu menjadi lebih tahu tapi juga membentuk karakter mereka sesuai dengan aturan agama, norma-norma dan kaidah berbangsa yang berlandaskan pancasila. Itulah mengapa, seorang pendidik dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan pernah lepas dari pengawasan sekitar, terutama setelah maraknya penggunaan media sosial dewasa ini.

Pendidik Senantiasa Menjadi Sorotan

Sebagaimana kaum selebritas, pendidik bisa saja menjadi sosok yang seketika viral di internet hanya karena dia cantik atau ganteng, misalnya. Tapi tak jarang pendidik-pendidik malah disoroti dikarenakan kelakuaknnya yang dianggap ganjil atau bahkan kasar terhadap peserta didik seperti yang beberapa waktu lalu nyaring diberitakan.

Bukan hanya di dunia maya, di kehidupan nyata pun pendidik kerap menjadi sorotan. Berpasang-pasang mata mengawasi gerak-gerik mereka. Sedikit saja berkelakuan menyimpang, macam-macam kritikan akan menghujani. Oleh karena itu, sebelum benar-benar disoroti, sebisa mungkin pendidik menunjukkan karakter yang kuat untuk dapat dijadikan teladan bagi peserta didik dan masyarakat secara umum.

Agar dapat menjadi teladan, pendidik diharapkan memiliki kepribadian luhur yang tercermin dari tingkah laku dan kesehariannya. Tentu saja bukan hanya sekadar mengucurkan retorika mengenai segala teori-teori kebaikan, serta dampak baik yang menjadi pengiringnya, apalagi dengan hanya berpura-pura menjadi pribadi yang berkarakter di saat ada yang melihat sebagai bentuk pencitraan semata, melainkan dengan benar-benar menyerapi nilai-nilai moral kemudian mengamalkan secara langsung.

Pendidikan Berasrama Melatih Membiasakan Hal Baik

Tidak pernah ada cara instan untuk menjadi lebih baik. Seorang pendidik profesional yang berkarakter positif, tidak serta merta bisa memiliki karakter tersebut. Butuh bertahun-tahun pembiasaan, serta pengalaman beragam untuk mencapainya. Salah satu cara untuk memperkaya pembiasaan calon pendidik masa depan adalah dengan mengadakan pendidikan profesi berasrama sebagai pusat pendampingan dan pembinaan calon pendidik profesional yang berkarakter kuat dan memiliki panggilan jiwa maupun hati untuk menjadi pendidik profesional sejati.

Kehidupan berasrama untuk calon pendidik profesional di masa depan sejatinya bertujuan untuk menghasilkan guru yang memiliki kepribadian luhur, berprestasi, mandiri, disiplin, sehat jasmani dan rohani, demokratis, cerdas, tangguh, berkarakter, dan profesional, peka, peduli dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk.

Boleh dibilang, kehidupan berasrama adalah miniatur dari masyarakat pada umumnya. Tidak ada jaminan berasrama berarti pula orang-orang di dalamnya baik semua atau buruk semua, melainkan perpaduan dari kedua hal itu. Di sinilah karakter pendidik dibentuk. Apa mereka akan memberi warna atau malah ikut terwarnai.

Sebab sekali lagi, kehidupan berasrama tidak hanya untuk melatih membiasakan kita dalam kebaikan sebagai modal ke depan untuk menjadi pendidik yang berkarakter kuat, tapi juga lebih luas dari itu: mengajarkan kemandirian, kedisiplinan, persaudaraan dan persatuan hingga bagaimana kita menyikapi masalah dan mengambil ibrah dari peristiwa yang terjadi.

Dipaksa, Terpaksa, Terbiasa!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline