Lihat ke Halaman Asli

Cahaya

Dualisme Gelombang-Partikel

Kaki Kokoh untuk Inu

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pagi yang cerah, Inu duduk di teras belakang rumah sambil sesekali menyuapi mulutnya dengan kacang telur buatan istri, tongkatnya ia sandarkan ke tembok. Semua baik-baik saja sebelum gemuruh di langit terdengar menderu keras. Inu sungguh terkejut, kacang telur penghabisan yang seharusnya masuk mulut malah terjatuh. Lebih terkejut lagi ketika melihat  sesosok makhluk rupawan kini di hadapannya.

Bertanya makhluk itu, “Bagaimana kakimu, Zainuddin?” suaranya tegas namun terdengar lembut.

Aneh, pikir Inu, bagaimana bisa dia mengetahui namaku? tanyanya dalam hati.

“Si-si-siapa kamu?” terbata Inu.

“Ra! Sang Peri Kaki.”

“Pe-peri Kaki? A-apa maumu?”

“Tenanglah, aku ke sini bukan untuk mencabut nyawamu, tapi memberimu kekuatan kaki normal.”

Gemuruh mereda, langit kembali cerah. Terbaring Inu di halaman belakang rumah, ketika istrinya menghampiri. Menyadari tak biasanya suaminya tidur di sembarang tempat, Lala tahu ada yang aneh.

“Kang ..., kamu baik-baik saja?” tanya Lala cemas sambil menepuk pundak suaminya,

“Kang ..., bangun, Kang!” nyaring suaranya lantaran khawatir.

Inu terbangun, mengucap dari bibirnya, “Lala?”

“Kang Inu!” direngkuhnya suami tercinta, “Lain kali jangan tidur di teras lagi ya, Kang?” pinta Lala kemudian.

Sang istri lalu membantu Inu bangun sambil memberikan tongkatnya. Aneh, Inu merasa kuat berdiri dengan kedua kakinya. Coba disandarkannya tongkat ke tembok demi menguji kemampuannya berdiri tegap. Ia berhasil.

“Neeeeng ..., Aku Bisa!” teriak Inu senang.

Pertemuan dengan Ra ternyata bukan mimpi.

Semenjak kakinya mulai normal, Inu jadi rajin ke Balai Kota. Disanalah ia bertemu Yati, Janda muda pemilik kedai kopi di seberang jalan. Kadai itu tak pernah sepi pengunjung, kopi yang enak menjadi alasan utama, selain penjaga kedai yang jelita tentunya.

Tidak demikian dengan Inu, di matanya, Yati terlihat biasa-biasa saja, meski dia tetap mengakui kalau kopi buatan wanita itu memang mantap tiada dua. Berbeda lagi dengan Yati yang malah tertarik padanya. Perawakan yang ramah dan tutur kata yang lembut benar-benar bikin meluruh. Sangat berbeda dengan bekas suaminya yang kasar dan ringan tangan. Diam-diam ia pun menaruh hati.

2 tahun berlalu.

Inu dan Yati sudah semakin dekat, hanya saja masih sebatas ikatan persahabatan. Sudah saatnya, pikir Yati. Ia pun mulai mengutarakan ketertarikannya pada Inu dan berharap mau menjadikannya sebagai istri kedua. Inu, yang seiring berjalannya waktu ternyata merasa semakin nyaman dengan Yati pun menginginkan hal yang sama. Ia tergoda. Lupa.

Pagi yang cerah, sangat sempurna untuk jalan-jalan ke Balai Kota, lalu tak lupa mampir ke kedai kopi sang pujaan.

Inu bersiap-siap di teras depan sambil menyuapi mulutnya dengan keripik pisang. Semua baik-baik saja sebelum gemuruh di langit terdengar menderu keras. Inu sungguh terkejut, keripik pisang penghabisan yang seharusnya masuk mulut malah terjatuh. Lebih terkejut lagi ketika melihat  sesosok makhluk rupawan kini di hadapannya.

Bertanya makhluk itu, “Bagaimana kakimu, Zainuddin?” suaranya tegas namun terdengar lembut.

Hari ini genap sudah masa kekuatan kaki normal di berikan pada Inu, jawaban atas doanya sendiri, 9 tahun silam. Ia bahkan memperoleh waktu yang lebih lama dari keinginannya.

; Tuhan, biarkan aku merasakan punya kaki yang kokoh, meski hanya sehari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline