Lihat ke Halaman Asli

Hari Anak Nasional: Susahnya Jadi Anak Anak

Diperbarui: 23 Juli 2015   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika aku masih kelas 3 SD aku sering berbelanja sendiri di supermarket papa mama menunggu diluar, ketika membayar dikasir uang kembalian dalam jumlah kecil selalu dikembalikan dalam bentuk permen. Mungkin karena aku masih anak kecil dianggap tidak bisa menghitung uang dan lebih suka permen padahal aku gak suka permen kalau coklat iya sih tapi toh aku nggak bisa protes. Ketika kelas IV SD aku pernah disuruh papa antri membayar tagihan rekening telepon dan internet dikoperasi telkom. Ketika aku sudah sampai didepan petugasnya tidak melayani aku tetapi dia melayani orang yang di belakangku, akhirnya papaku yang tadinya mengawasi dibelakang jadi ikut campur.

Ketika kelas IV SD aku naik pesawat membawa tas badminton berisi raket yang mahal karena mau bertanding keluar kota, aku berusaha menititipkan dua dari raketku yang mahal itu dalam sarung raket kepramugari yang menyambut penumpang masuk kepesawat. Ternyata pramugarinya menolak dengan ketus dan marah marah karena aku dianggap anak kecil yang tidak tahu apa apa, padahal aku pernah melihat ada orang yang menititipkan gitar dan pramugari dengan senang hati mau membantu. Terpaksa papa yang ada di belakangku ikut campur dan raket itu dimasukkan lagi ke dalam tasnya di taruh di tempat penyimpanan bagasi di atas tempat duduk dengan was was karena kena gencet kopor penumpang lain.

Ketika aku berlatih badminton salah seorang pelatih melarang aku melakukan hal hal yang tidak dilatihnya dengan alasan aku masih kecil. Misalnya melakukan servis pendek, netting silang, dan drive silang, semua bola harus melambung ke belakang dengan keras. Padahal aku lihat di youtube banyak pemain yang masih kecil apakah itu di Thailand, Denmark, jepang diajarkan untuk bermain cerdas bukan hapalan. Aku juga pernah bertanding di Singapore aku lihat anak anak Thailand yang sebaya dengan aku mempunyai pukulan pukulan silang yang sangat cepat, tajam dan bervariasi. Mungkin aku masih anak anak jadinya apa yang aku pelajari di youtube dan dari pemain asing dianggap aneh aneh.

Ketika kelas IV SD aku dimarahi guru wali kelasku karena aku merebut penggaris temanku dan memukul tubuhnya dengan keras . Kenapa aku melakukan itu ?, karena temanku itu tiba tiba menusukkan penggarisnya kealat kemaluanku sambil ketawa ketika aku lewat di depannya. Guruku memanggilku dan temanku itu dan kami berdua kena marah. Anehkan yang seharusnya dimarahi itu temanku kurang ajar itu malah orang tuanya harus dipanggil ke sekolah karena anaknya berbuat hal yang tidak senonoh. Tapi begitulah aku yang membela diripun ikut kena marah dengan alasan hal seperti itu bisa diselesaikan dengan baik baik. Apakah kalau mengalami perbuatan tidak senonoh begitu harus lapor guru saja tanpa membela diri, apa guru mau percaya ada anak kecil melakukan perbuatan seperti itu di dalam kelas.

Begitulah banyak pengalaman buruk yang aku alami karena aku masih dianggap anak anak yang dianggap lemah dan tidak tahu apa apa. Padahal papaku pernah bilang kalau anak anak sekarang lebih pandai dari jamannya dulu karena bisa baca koran dengan mudah, lihat internet, nonton tv dan beraktifitas macam macam. Itu sebabnya papaku memberiku banyak kegiatan di luar rumah seperti latihan renang, tenis lapangan, badminton, dan ikut bimbingan belajar. Supaya aku tidak punya waktu lagi untuk nonton televisi dan browsing internet. Televisi Indonesia sebagian besar acaranya tidak baik untuk anak anak, ada debat politik yang cari menang sendiri, gaya hidup dan omongan selebriti yang semuanya seolah gampang dan enak, banyak pula adegan kekerasan, iklan dan berita yang tidak baik untuk anak anak. Apalagi internet kalau tidak hati hati bisa terjerumus ke hal hal yang menyesatkan.

Meskipun begitu aku diberi kesempatan untuk nonton TV kalau ada siaran badminton, tenis, dan acara masak di chanel chanel tertentu. Tentu saja aku masih bisa menikmati tayangan film dan music bermutu. Begitu juga aku masih bisa melihat Youtube untuk mempelajari teknik berenang dan melihat pertandingan badminton dan tenis kelas dunia. Papa juga suka memberi informasi kalau ada berita berita yang berhubungan dengan anak anak. Seperti anak yang ditelantarkan karena orang tuanya pecandu narkoba, bayi yang dibuang di terminal, anak yang diseterika punggungnya, atau dimakan anjing dan tentu saja kasus yang menghebohkan akhir akhir ini kasus Engeline. Aku mungkin mengalami banyak hal yang tidak menyenangkan sebagai anak anak tetapi ada banyak sekali anak yang mengalami nasib yang lebih buruk. Itulah mengapa aku masih bisa bersyukur di hari anak anak nasional kali ini. Semoga anak anak lebih dihargai karena anak anak itu manusia juga bisa berpikir, punya perasaan dan masa depan. Anak anak itu bukan boneka sekalipun boneka itu cantik tetapi tidak bisa ngomong, tidak bisa berpikir dan tidak punya perasaan apalagi masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline