Tiongkok merebut 4 gelar di French open super series yang baru saja berakhir kemarin. Di ganda putri Chen Qingchen/Jia Yifan merebut juara setelah mengalahkan Chang Ye Na/Lee So Hee dari Korea. Di tunggal putri He Bingjiao menang setelah mengalahkan Zhang Beiwen dari USA , di ganda campuran Zheng Siwei/Chen Qingchen menang setelah mengalahkan Ko Sung Hyun/Kim Ha Na dari Korea, di tunggal putra Shi Yuqi menang setelah mengalahkan Lee Hyun Il dari Korea.
Nama nama pemain Tiongkok itu adalah para pemain muda usia antara 19-21 tahun. Tiga bulan yang lalu mereka belum dikenal dalam turnamen setingkat super series kecuali He Bingjiao yang sudah beberapa kali ikut turnamen super series. Setelah olimpiade memang banyak pemain Tiongkok yang mengundurkan diri. Di tunggal putri Wang Yihan, Wang Shixian, Li Xuerui. Di tunggal putra Wang Zheming, Du pengyu. Di ganda putri Yu Yang, Tang Yuanting, Tian Qing dan Zhao yunlei. Di ganda campuran Zhao Yunlei dan Ma jin.
Sepertinya nama Tiongkok mau surut dari dunia badminton karena kehilangan banyak pemain bagus. Tetapi ternyata di pertandingan super series setelah Olimpiade seperti di Japan Open 2016 Tiongkok berhasil merebut 3 gelar. Di ganda putra Li Junhui/Liu Yuchen menang setelah mengalahkan Kim Gi Jung/Ko Sung Hyun, di tunggal putri He Bingjiao menang setelah mengalahkan teman senegaranya Sun Yu, dan di ganda campuran Zheng Siwei/Chen Qingchen menang setelah mengalahkan Ko Sung Hyun/Kim Ha Na dari Korea. Di Korea OpenTiongkok hanya merebut 1 gelar saja, yaitu di tunggal putra Qiao Bin, yang sebetulnya tidak termasuk jajaran pemain muda Tiongkok. Di Denmark Open 2016 tidak ada yang menang tetapi ada yang masuk final yaitu di ganda campuran Zheng Siwei/Chen Qingchen. Mereka kalah dari Joachim Fischer Nielsen/Christina Pedersen dari Denmark.
Melejitnya penampilan para pemain muda Tiongkok itu adalah buah dari kepercayaan pelatih kepala Tiongkok kepada pemain muda. Para pemain muda itu tetap dikirim ke berbagai turnamen lain meskipun kalah di turnamen turnamen sebelumnya. Mereka yang kalah di Japan Open tetap dikirim ke Korea Open, meskipun kalah di Korea Open mereka tetap dikirim ke Denmark Open, kalah di Denmark Open mereka tetap dikirim ke French Open begitu selanjutnya.
Kita punya beberapa pemain muda terutama di sektor tunggal putra ada Jonathan Christie, Antony Ginting Sinisuka, dan Ihsan Maulana. Ternyata pemain muda Indonesia ini tidak ikut dalam pertandingan Japan Open, Korea Open, Denmark Open. Mereka hanya muncul di turnamen French Open super series dan turnamen setingkat Grandprix Bitburger Jerman. Bahkan di turnamen super series selanjutnya di China Open 15-20 Nopember 2016 mereka tidak dikirim lagi.
Ditunggal putri keadaannya lebih parah daripada tunggal putra. Di banyak pertandingan superseries yang diselenggarakan tidak ada lagi satupun pemain tunggal putri kita yang muncul. Di sektor lainya ganda putra, ganda putri dan ganda campuran juga belum ada pemain muda yang berprestasi mendekati pemain pemain muda Tiongkok.
Jangan terlalu percaya pada keajaiban pelatnas, pemain junior yang masuk pelatnas belum tentu akan menjadi pemain berprestasi dunia. Tanpa banyak bertanding di luar negeri mereka tidak akan menjadi bagus, banyak pemain dari negara lain yang sekarang jauh lebih bagus dari kita. Susahnya juga pemain yunior yang masuk pelatnaspun harus terus berlatih sambil menunggu kesempatan datang setelah seniornya dianggap tidak berkembang lagi. Semoga anggapan saya tidak benar, saya berharap pemain yang bertanding di Junior World Championship di Bilbao Spanyol minggu ini, apakah di tunggal putra, tunggal putri dan nomor ganda apapun prestasinya kelak kalau pulang mendapat kesempatan bertanding lebih banyak ke luar negeri tanpa menunggu seniornya dinyatakan tidak bisa berekambang.
Semoga kita tidak semakin ketinggalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H