Nama Wang Yihan sebagai pemain badminton mulai aku kenal ketika aku mulai berlatih badminton kelas 2 Sd yang lalu. Waktu itu papa menunjukkan aku siaran langsung badminton di TV berbayar. Papa bilang itu pemain tunggal putri TIongkok yang barusan merebut gelar juara dunia 2011. Ketika itu memang Wang Yihan sedang di puncak kejayaanya.
Ketika aku mulai berprestasi di badminton tingkat kota dan propinsi aku mulai rutin menonton siaran langsung badminton di televisi berbayar. Aku mulai suka Wang Yihan karena dia pemain yang punya teknik lengkap dan tidak mudah putus asa. Dalam setiap pertandingan, dia sering tertinggal lebih dahulu tetapi dengan sabar dia mulai mengejar dan berhasil memenangkannya. Wang Yihan juga pemain yang keras kepala dari medsos baik facebook, twitter maupun Tencent Weibo sering ada cerita bagaimana dia nekat untuk bermain padahal dia sedang cedera atau sakit dan seharusnya istirahat. Banyak orang yang tidak mengetahuinya dan hanya melihat hasil akhir belaka.
Aku bertemu pertama kali dengan Wang yihan ketika menonton Singapore Open 3 tahun yang lalu. Ketika masuk National Stadium untuk pertama kali aku bertemu pelatih tunggal putri Tiongkok, Cheng Jin yang tengah membeli air mineral dan dikerumuni anak-anak dan remaja yang minta foto bersama. Aku pun minta foto dengannya. Sorenya aku ketemu dan minta foto bersama dengan Sun Yu pemain putri Tiongkok yang barusan mengalahkan Julianne Schenk. Sun Yu yang berpostur sangat tinggi itu dengan ramah mau berfoto bersama bahkan menunduk dan memelukku.
Keesokan harinya aku ketemu Li Xuerui yang duduk di tempat penonton dan merekam pertandingan lawan yang akan dihadapinya sambil makan pisang. Anak anak dan remaja pun berdatangan untuk berfoto dan minta tanda tangannya. Aku pun datang ke arahnya, sayangnya dia sudah begerak maju, tetapi ketika aku panggil namanya tiba tiba ia menengok dan berbalik. Dia pun memberi kesempatan padaku untuk berfoto dan memberi tanda tangan di fotonya yang telah kusiapkan.
Aku mulai berpikir ternyata pemain-pemain Tiongkok sangat ramah dan sepertinya memang diajarkan bagaimana melayani para penggemarnya. Sepertinya diajarkan pula bagaimana bersikap terhadap anak anak dan remaja penggemarnya. Akupun mulai berpikir bagaimana bisa bertemu dan foto dengan Wang Yihan. Pada awalnya aku hanya melihat dari jarak jauh. Wang Yihan ini ternyata sangat pendiam, kalau duduk menanti pertandingan dia lebih suka mendengarkan musik. Ketika Wang Yihan tiba-tiba naik ke koridor untuk pemanasan, anak-anak dan remaja pun menyerbunya dan lagi-lagi dengan ramah dan senyum dia melayani para penggemarnya. Itulah saat pertama aku berhasil berfoto dengannya, agak grogi juga sih.
Setelah itu aku tidak canggung canggung lagi memberi support kepadanya ketika bertanding. Biasakan Wang Yihan kalau bertanding bikin penggemarnya panas dingin. Sering kali tertinggal meskipun bisa dikejar dan menang. Sering aku berteriak keras sekali “ Wang Yihan, Jiayo “ ditengah tengah suporter yang mendukung pemain lain. Sepertinya dia tahu kalau aku adalah suporter fanatiknya. Dia kadang sempat menengok dari mana suaraku berasal dan ketika dia menang, aku berlari ke arah pintu masuk kamar ganti pemain yang barusan bertanding. Tepat di atasnya aku meneriakkan namanya dan dia dengan terseyum melambaikan tangannya ke arahku.
Hampir tiap tahun aku menonton Singapore Open dan selalu mencari dan mengajak dia berfoto dengannya. Saat yang menyenangkan adalah ketika dia bermain melawan Zhang Beiwen dan Ratchanok Intanon. Aku bisa melihatnya dengan sangat jelas dari jarak dekat karena dia bermain di lapangan 5. Lapangan yang sangat dekat dengan tribun dekat pintu masuk nasional stadium. Jadi semua gerakannya sampai kontraksi otot tangan dan kakinya sangat jelas. Aku mengamati dia bermain dengan antusias seolah sedang belajar dari seorang master. Ternyata banyak juga pemain muda Singapore dan Indonesia duduk di sekitar tempatku mengamati gerakannya.
Pertemuanku dengan Wang Yihan terakhir kali setahun yang lalu juga di Singapore Open. Ketika itu ada officer yang bersimpatik dan membantuku menemuinya di kamar ganti. Dialah yang menjadi penerjemahku. Aku sempat berfoto dengannya dan kami mengobrol sebentar. Ternyata dia sangat senang kalau baru saja memenangkan pertandingan melawan lawan yang ringan sekalipun. Sebaliknya dia akan sedih sekali bahkan nggak mau bicara kalau barusan kalah. Ketika ketemu itulah dia menunjukkan ramuan herbal yang diminumnya, mungkin untuk mengatasi cedera lututnya. Yah akhir akhir ini dia memang berjuang dengan banyak cedera di lutut, pinggang dan bahunya.
Beberapa hari yang lalu dari media sosial aku menemukan posting yang mengatakan bahwa Wang Yihan gantung raket. Ketika aku googling ternyata benar dia memang sudah menyatakan pensiun di usianya yang ke-28 tahun. Sekalipun dia masih ada di 10 besar bahkan 5 besar duna. Semestinya dia masih bisa bertahan 1 atau dua tahun lagi. Toh dia juara bertahan di Asian Games, kenapa ngga mau nunggu Asian Games 2018 di Jakarta? Tapi hanya demi memberi kesempatan kepada para yuniornya dia berkeras untuk mundur. Sungguh ini adalah pelajaran yang luar biasa bagi para atlet kita yang sudah tidak bisa berkembang lagi. Mestinya mau memberikan kesempatan kepada yuniornya yang memerlukan lebih banyak pertandingan ke luar negeri.
Bukan Wang Yihan kalau tidak ada yang bisa dipelajari darinya. Postingannya di medsos yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris sungguh menyentuh dan menjadi kata bijak bagi para pemain bulu tangkis dan atlet pada umumnya. Dan inilah sebagian dari postingannya yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris, “...4640 days in Chinese Badminton Team is colourful and meaning. During this time I once went up The world Champion, I also fell down to a big loser. I learnt how to take the rough with the smooth. I knew the biggest success is to conquer myself. Even though the medal recorded all my effort, the experienced of my heart provided me strong will and matured mind which will help me benefit alot from it...”
Selamat pensiun Wang Yihan, semoga banyak yang bisa kami pelajari dari karaktermumu selama 4060 hari menjadi pemain badminton profesional. Jiayo.