Lihat ke Halaman Asli

Shifana Maulidya

Menulis untuk lebih bahagia

Esensi Cinta Tak Harus Memiliki

Diperbarui: 9 September 2020   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menua Bersama (Sumber: Hipwee)

Idealnya, cinta adalah rasa sepasang pria dan wanita yang berpadu menjadi satu, terasa bahagia bila bersama, dan ada rindu saat tak bersua. Tapi, sungguh, apakah selalu seperti itu definisinya? Apakah selalu pria dan wanita? Apakah selalu bahagia saat bersama? Apakah akan selalu rindu saat berhari-bulan sudah tak bersua? Sungguh, tidak ada yang bisa secara tepat mendefinisikan cinta. Bahkan sehebat apapun pujangga yang bisa menuliskan berbait puisi penuh romansa.

Sama. Seperti kalimat klise yang sering dikatakan banyak orang, bahwa cinta tak harus memiliki. Kata siapa? Seolah itu hanyalah kalimat bodoh yang keluar dari mulut-mulut putus asa. Yang pasrah dan tidak mau memperjuangkan cintanya. Atau, dari mulut-mulut usil yang sok berpendapat tentang urusan cinta temannya. Terdengar sangat (amat sangat) pasrah dan seolah menghindar dari perjuangan.

Tapi menurutku, esensi kalimat itu adalah sebuah petuah yang indah. Meski cinta dihadirkan oleh rasa, namun masih ada secuil logika yang mengatur perilaku dan sikap kita. Sebuah kalimat yang bisa menyembuhkan luka saat berbagai cara sudah dilakukan namun tak bisa sembuh juga.

Banyak hal yang menyebabkan cinta tak bisa menyatukan dua hati. Banyak pula alasan-alasan yang menjadi daftar catatan panjang untuk disadari sebagai pengingat jika dua hati bisa saja sulit untuk dipertahankan bersama. Cinta sebagai sepasang yang nyata adalah perkara menyatukan dua hati, kemudian banyak hati dan raga juga dalam satu keluarga. Untuk melanjutkan langkah yang begitu panjang dan lama, dan akan banyak hal maupun halang rintang yang mau tak mau menjadi urusan bersama.

Sebelum melangkah menjadi lebih serius dan nyata, akan ada banyak hal yang harus diselaraskan. Bahkan pada hubungan yang sudah cukup lama dijalin sekalipun. Saat sesuatu tiba-tiba terjadi dan menjadi masalah besar, atau sebenarnya ada begitu banyak ganjalan yang tak kunjung diselesaikan. Seakan selama ini baik saja, padahal ternyata sama-sama merasa tersakiti. Lalu, apakah terpaksa musti menyerah?

Cobalah untuk mengulang semua hal. Ingat-ingat terus. Ingat-ingat lagi. Selama ini saat bersama, banyak hal baik yang terjadi, atau sebaliknya. Banyak bahagia yang terasa, atau sebaliknya. Apakah diri ini jadi berkembang atau sebaliknya. Relasi jadi semakin banyak, atau justru jadi terbatas dan sulit bergerak dengan bahagia.

Jika memang masih terasa demikian, alangkah perlu untuk duduk bersama, menyelaraskan rasa, sambil saling menatap dan sekadar menyeruput teh hangat. Jika memang sulit dilakukan, maka coba lagi. Jika benar-benar masih sulit dilakukan, maka coba cara lain. Kemudian masih juga tak bisa dilakukan, sepertinya kau perlu memikirkan alternatif lain. Dan saat tak bisa juga kembali ke rel yang benar, mungkin sudah saatnya sedikit mundur dan menyerah.

Menyerah tak selalu kalah. Bahkan menyerah bukan juga keputus asaan dan lemah. Mungkin dengan melangkah maju puluhan kilometer, akan banyak hal yang bisa diraih. Namun dengan beristirahat dan melangkah mundur beberapa langkah, akan ada hal indah yang sebelumnya tak terlihat, kemudian muncul dengan cara tak terduga.

Cinta tak harus memiliki adalah sebuah kalimat yang menyembuhkan. Menyembuhkan seseorag dari jebakan hubungan tidak sehat. Menyembuhkan seseorang yang memang cintanya tak bisa bersatu dengan cara apapun. Dan menyembuhkan orang-orang yang rela mengorbankan ego, untuk kebahagiaan orang yang dicintainya dan bahagianya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline