Lihat ke Halaman Asli

Shifana Maulidya

Menulis untuk lebih bahagia

"Kapan Nikah?" dan Basa- Basi Ngawur Lainnya

Diperbarui: 7 Mei 2020   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapan Nikah (Sumber: Coretan Dinding)

Sebuah kalimat tanya yang menduduki klasemen tertinggi kategori kalimat basa-basi paling sering ditanyakan kepada para kepala dua dan kepala tiga di Indonesia. Terutama pada momen-momen tertentu seperti lebaran, kumpul keluarga, atau bahkan pas nemenin orang tua belanja dan ga sengaja ketemu temen lamanya.

Anehnya, justru orang-orang yang menanyakan hal ini seringkali bukanlah orang yang dekat secara personal. Orang yang justru 'numpang lewat sesaat' tapi malah kepo seakan-akan sok paling tau tentang kehidupan.

Small talk (basa-basi) sekadar untuk mencairkan suasana memang hal yang sangat lekat dengan masyarakat Indonesia. Seperti tradisi rasa kekeluargaan dan bounding yang erat pula antar keluarga atau teman.

Namun, menanyakan hal ini di saat yang tidak tepat, ditambah intonasi yang seakan menyindir, plus... Menanyakannya di depan orang banyak, lengkap sudah jadi malapetaka. Sama juga, dengan pertanyaan "kapan punya anak? Pasti mamahnya udah ga sabar mau nimang cucu tuh".

Begitu pula dengan "Kok anakmu kurus banget? Padahal ayah dan bundanya gemuk ya?". Atau, "Gemuk banget. Gaada niatan buat diet apa?". Lalu diakhiri dengan tertawa kecil yang seolah-olah lucu.

Pertanyaannya, mengapa kalimat-kalimat semacam itu kadang mengalir begitu saja tanpa bisa direm? Padahal si penanya juga sering kali menyadari bahwa apa yang ditanyakan sebenarnya nggak perlu-perlu amat ditanyakan.

Menurut saya, salah satu latar belakangnya adalah, sang penanya ingin mengafirmasi dirinya bahwa dia bernasib lebih baik dari orang yang ditanya.

Misalnya, ketika kerabat bertanya "Kapan kamu nikah? Belum ada calonnya ya?" disambung dengan "Dulu tante seumuran kamu udah punya anak dua,lho". Tarrraaaaaaaaa. Iya tante. Iya. Situ hebat emang. Bisa cepet dapet jodoh. Salut lah.

Selain itu, manusia gaakan bisa lepas dari lingkungan sosialnya (Human Behaviour in the Social Environment). Termasuk hal-hal yang berkaitan dengan harga diri. Yang mana, harga diri terbentuk ketika membandingkannya dengan orang lain. Dalam social comparison theory, saat membandingkan diri dengan yang lebih rendah, maka akan terbentuk harga diri yang tinggi.

Begitu pula sebaliknya. Seperti, seseorang yang menanyakan "kapan punya anak?" Karena memang sudah memiliki buah hati saat seumuran dengan orang yang ditanya. Atau menanyakan "Anakmu dikasih susu formula ya? ASImu gak cukup emang?" Karena tidak merasakan bagaimana susahnya saat produksi ASI tidak mencukupi walau sudah berusaha pake booster apapun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline