Lihat ke Halaman Asli

Shafira Salsabila

Bachelor of Communication Science

Kejahatan Child Grooming dengan Memanfaatkan Media Sosial

Diperbarui: 16 Juni 2021   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

            Memasuki era modern berbagai macam teknologi tercipta semakin canggih untuk mempermudah manusia beraktivitas. Salah satu teknologi tersebut yaitu teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi berperan penting dalam mempermudah komunikasi jarak jauh dan berbagai manfaat lainnya. Kemudahan mengakses teknologi tanpa adanya regulasi hukum yang tegas seringkali menimbulkan pro dan kontra apalagi pengguna anak-anak di bawah umur. Terlebih anak-anak yang belum memahami efek negatif dari teknologi komunikasi dan informasi, tetapi mereka sudah dengan mudah dan percaya diri menggunkannya tanpa berfikir kerugiannya.

            Di tengah perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih ini dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab dalam melakukan kejahatan. Modus kejahatan yang sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini, yaitu grooming. Pelaku atau predator akan memanipulasi anak dibawah umur yang telah dicari dari media sosial maupun game online, seperti instagram, tik tok, telegram, hago, dan lainnya yang saat ini digandrungi oleh anak-anak sampai orang dewasa. Modus kejahatan seksual terhadap anak ini dilakukan dengan cara menjalin ikatan dengan korban (anak) dan mendapatkan kepercayaan dari korban (anak). Setelah dirasa korban (anak) percaya dengan pelaku (predator), korban (anak) harus melakukan apa yang diperintah oleh pelaku (predator) untuk mendapat foto maupun video tanpa busana. Kasus yang terjadi ini sempat viral pada beberapa tahun terakhir. Kejadian seperti itu sangat disayangkan terjadi pada anak. Peran orang tua sangatlah penting dalam mengawasi anak dalam bermain game online atau bermain media sosial. Terkadang pelaku (predator) akan menggunakan identitas palsu dari orang yang dikenal korban (anak).

            Dari kasus tersebut pelaku terjerat pasal berlapis yang menyangkut pasal 29 UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi, UU No. 3 tahun 2014 tentang perlindungan anak, PERPU No. 1 tahun 2016 tentang kejahatan seksual terhadap anak, dan Pasal 27 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena pelaku telah menyebarkan video tersebut. Dari adanya pasal tersebut pelaku mendapat hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti hukuman penjara selama beberapa tahun. Dan hukuman itu akan menimbulkan efek jera bagi pelaku.

            Belajar dari kasus yang sudah terjadi tersebut dibutuhkan peran penting orang tua dalam mendidik anak. Melakukan komunikasi dengan anak perihal penggunaan gadget maupun bahayanya bermain media sosial, seperti informasi apa saja yang boleh atau tidak boleh untuk disebarkan. Dan juga orang tua harus bisa mengontrol maupun memantau terus anak dalam bermain media sosial. Bisa juga orang tua memberikan pendidikan dasar terkait seks, sehingga anak akan sedikit memahami cara menghadapi orang yang memiliki tujuan kejahatan seksual dan cara mengetahui apa saja yang perlu disebarkan dalam media sosialnya. Sedini mungkin orang tua memberikan pemahaman tersebut agar rasa penasaran anak tidak jauh dari pengawasan dan bertemu dengan orang salah.

            Orang tua juga perlu memberikan pemahaman kepada anak untuk tidak memberikan informasi pribadi kepada orang yang baru dikenal atau orang yang mencurigakan. Terkadang pelaku juga bisa memanfaatkan data pribadi yang ia peroleh dari si korban sebagai bentuk ancaman. Di saat korban merasa terancam dengan ancaman penyebaran informasi ke pihak dikenal akan memberikan tekanan terhadap anak. Anak akan menjadi berubah sikap dari sebelumnya. Sehingga orang tua harus peka terhadap perilaku anak atau perubahan yang terjadi. Dari semua apa yang diajarkan orang tua hal terpenting yang harus dijaga antara orang tua dan anak adalah komunikasi. Komunikasi menjadi hal terpenting dimana anak yang sudah dibiasakan sejak kecil bercerita dengan orang tua baik dari hal terkecil hingga hal besar dalam kehidupan anak akan membawa dampak positif. 

            Mengingat bahwa di jaman sekarang hampir semua kalangan sudah mulai upgrade dengan perkembangan teknologi. Anak-anakpun sudah mulai memiliki handphone sendiri, apalagi di dalam handphone pasti terpasang aplikasi pendukungnya. Penyedia aplikasi harus memiliki upaya dalam perlindungan anak, harus ada regulasi atau aturan yang mengikat agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi. Orang tua juga harus melakukan pengontrolan dan pengawasan dalam penggunaan handphone anak. Meski terkesan terlalu ketat dan mengekang, hal ini menjadi cara terbaik bagi orang tua mengawasi anak dalam bermain media sosial. Orang tua juga bisa mengikuti akun media sosial anak setidaknya melihat apa yang diposting dan apa yang dilakukan dengan media sosialnya.

            Di sisi lain, orang tua juga bisa membuat komitmen dengan anak terkait penggunaan smartphone, media sosial dan bermain game online sebagai bentuk ketegasan orang tua dan menjaga kepercayaan antara orang tua dan anak. Komitmen yang bisa dilakukan oleh orang tua, seperti batasan jam penggunaan gadget dan batasan konten atau game yang bisa ditonton. Bila anak melanggar orang tua bisa memberikan hukuman dan bila anak bisa mematuhi komitmen yang disepakati dalam waktu yang ditentukan bisa memberikan reward agar anak merasa bangga dan menilai sendiri manfaat dan dampak yang didapatkan. Bila anak sudah ditingkat menengah pertama atau menengah atas, latihlah kemandirian mereka dan kurangi pengawasan, tetapi tetap harus menjaga komunikasi dan komitmen antara orang tua dan anak. Sebab, anak akan merasa jenuh atau terbatasi jika orang tua terus melakukan pengontrolan tidak sesuai perkembangan anak.

            Kejahatan seksual di media sosial selalu menjadi permasalahan yang banyak terjadi dengan kurangnya pengawasan orang tua. Modus dengan pendekatan yang mengikat dengan korban menjadi cara yang sering dilakukan oleh pelaku. Karena mudahnya anak di bawah umur dalam diberi janji meski dengan orang yang belum dikenal. Selain faktor pendirian anak yang tumbuh dalam dirinya, faktor lingkungan dan teman sangatlah penting. Sehingga orang tua harus cerdas dalam mengontrol dan mengawasi anak dalam menggunakan media sosial dan pertemanannya. Jangan sampai anak masuk kedalam pertemanan yang salah dan menyimpang. Membangun komunikasi dan kepercayaan antara orang tua dan anak adalah kunci dari kemandirian dan pendirian anak dalam masuk ke lingkungan masyarakat dengan lingkup besar. Sebisa mungkin orang tua menanamkan hal-hal dasar yang menjadi pelajar penting anak hingga dewasa nantinya.

Shafira Salsabila, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline