Lihat ke Halaman Asli

Syafril Hernendi

Living Life to Your Fullest

Pilih! Hidup Fana atau Sama Sekali Tak Ada?

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ditanya dan ditawari dua pilihan, mana yang akan kita pilih? Dilahirkan ke bumi untuk kemudian mengetahui bahwa ternyata hidup tak selalu mudah, untuk mengetahui bahwa kita menemukan orang-orang yang kita cintai untuk kemudian kelak direnggutkan darinya, dan untuk mengetahui kenyataan bahwa hidup tak abadi? Atau yang kedua, memilih untuk tak pernah dilahirkan atau menjadi eksis hingga tak perlu merasakan kepedihan-kepedihan itu? Tentu saja pertanyaan ini fiksi belaka. Faktanya kita tidak pernah ditanya. Kenyataannya kita telah mewujud sebagai individu saat ini. Namun, pertanyaan ini bukan pula tidak mempunyai arti sama sekali. Setidaknya ini akan mengingatkan bahwa sebagai individu, eksistensi kita saat ini telah melalui proses yang begitu ajaib. Semua alur ternyata begitu pas tanpa ada satu variabel yang meleset. Bayangkan jika sperma yang membuahi ternyata bukan sel yang itu melainkan satu yang lain, mungkin individu yang akan terlahir merupakan individu yang lain pula. Dengan mengetahui ini, semestinya semakin tebal rasa penghargaan kita terhadap hidup. Memang bumi tak lagi kekurangan penghuni dengan 6 milyar manusia, namun jumlah ini sangat mungkin merupakan porsi kecil melalui proses yang begitu rumit yang kemudian survive dan eksis dari tak terhingga kemungkinan . Apalagi jika kemudian kita sampai pada kesadaran mendalam bahwa hidup ini suatu saat akan putus. Paling tidak ini akan mematrikan semangat untuk melakukan segala sesuatunya sebaiknya, karena apa yang telah lewat hanya bisa ditengok melainkan tak bisa dipanggil kembali. Apapun kondisinya sekarang, fakta tak terpungkiri menunjukkan bahwa kita telah eksis. Ternyata kita tak pernah diberikan kesempatan memilih. Ini tak menyisakan banyak opsi selain berusaha sekuat mungkin untuk menghargai hidup ini. Tidak hanya hidup milik sendiri, melainkan juga individu-individu lain yang diberi kesempatan yang sama. Selain mengejar kepuasan sendiri, sesungguhnya kita memiliki kewajiban mengurangi penderitaan orang lain sekecil apapun itu, yang jikapun tak sanggup, setidaknya dengan tidak menjadi penambah beban. Hidup semestinya dijalani dengan menghilangkan sekat dan batas. Standar yang kita gunakan semestinya adalah standar kemanusian, bukan agama, suku, kebangsaan, atau lainnya. Baik atau buruk seharusnya ditimbang akan manfaat atau mudharat sesuatu terhadap kemanusiaan secara universal. Sudah seharusnya, menjadi tugas semua untuk menjadikan bumi ini tempat yang semakin baik dan ramah. Bagian terbesar masalah adalah buatan manusia, dan dapat diselesaikan oleh manusia. Kenyataan bahwa kita menjadi yang terpilih untuk eksis dan bahwa tak ada eksistensi abadi seharusnya jadi penggerak untuk memperlakukan hidup sebagai 'our most precious'.[] http://syafrilhernendi.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline