Lihat ke Halaman Asli

Kelambu Hijau untuk Ibu Kotaku..

Diperbarui: 30 September 2015   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Republik Indonesia . Ketetapan ini tertuang dalam undang – undang nomor 10 tahun 1964. Sejak penetapannya sebagai Ibu kota, Jakarta tumbuh menjadi kota yang maju dan visioner. Kepadatan penduduk Jakarta kian bertambah dan didominasi oleh para kaum urban. Keinginan mengadu nasib serta peruntungan menjadi alasan utama mereka melakukan urbanisasi. Berdasarkan data dari Permendagri Nomor 39 Tahun 2015, saat ini jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 9.988.495 jiwa dengan luas wilayah 664,01 Km2.

Kepadatan ini tentu menimbulkan dampak yang signifikan baik dari sisi postif maupun negatifnya. Jakarta sebagai Ibu Kota negara memiliki pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang pesat dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Namun, seiring dengan padatnya Jakarta semakin berkurang pula ruang terbuka yang ada. Penduduk asli dan para imigran yang semakin berkembang secara tidak langsung akan memaksa mereka mengubah lahan kosongnya menjadi pemukiman.

Padatnya pemukiman di DKI Jakarta mulai memasuki status “siaga” . Hal ini dibuktikan dengan banjir besar yang selalu terjadi setiap tahunnya akibat minimnya daerah serapan air, tumpukan sampah yang menggunung dari para penduduknya, serta minimnya ruang terbuka hijau guna menetralisir polusi di Jakarta . Kepadatan penduduk tentu akan mengakibatkan padatnya arus laju transportasi. Jika setiap orang yang bekerja memiliki satu kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, tentu hal ini merupakan penyumbang emisi gas yang berbahaya bagi penduduk Jakarta itu sendiri.

Salah satu solusi dari kepadatan Jakarta yaitu dengan menyediakan ruang terbuka hijau. Pengadaan ruang terbuka hijau tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota.

Pemerintah DKI Jakarta sedang mengusahakan pembangunan yang berkelanjutan dari ruang terbuka hijau. Hal ini dibuktikan dengan dibukanya beberapa taman – taman kota seperti Taman Suropati, Taman Menteng, Taman Monumen Nasional (MONAS), dan beberapa taman lainnya. Namun keberadaan taman – taman tersebut masih sangat bersifat minoritas bila dibandingkan dengan keberadaan gedung – gedung bertingkat Ibu Kota. Ruang Terbuka hijau dinilai masih belum memadai sebagai kelambu hijau kota Jakarta  yang tak pernah tidur ini.

Pengadaan ruang terbuka hijau memiliki banyak manfaat  bagi lingkungan. Ruang terbuka hijau sangat mendukung fungsi ekologis lingkungan dengan berbagai tanaman dan vegetasi yang ditanam didalamnya. Ruang terbuka hijau juga berperan dalam fungsi pengembangan sosial budaya dimana masyarakat dapat saling berinteraksi secara nyaman saat berkunjung di kawasan hijau. Aspek estetika pun akan ditimbulkan dengan adanya ruang terbuka hijau yang di desain dengan baik dan benar. Fungsi lain dari pengadaan ruang terbuka hijau adalah meningkatkan minat wisata warga lokal maupun warga negara sehingga menimbulkan dampak bagi perekonomian kota Jakarta.

Sebagai penduduk, sudah seharusnya memiliki kepekaan dan kesadaran dalam menjaga kelestarian lingkungan. Fakta yang sering kita jumpai ialah banyak sampah berserakan di sekitar ruang terbuka hijau, ketidakteraturan penjual kaki lima disekitarnya, serta kegiatan yang ada di ruang terbuka hijau tersebut kurang terarah. Sebaiknya setiap taman kota didesain dengan baik serta diperhatikan pengadaan tempat sampah di dalamnya, pengaturan pedagang yang legal dan penyediaan perizinan untuk kegiatan yang bersifat positif seperti sebagai sarana berolahraga ringan seperti basket dan jogging, sarana berkreasi seperti perkumpulan komunitas – komunitas seni, serta sarana mencari inspirasi dengan melihat rindangnya pohon dan hijaunya rerumputan.

Pengadaan ruang terbuka hijau akan menetralisir polusi udara yang ada di Jakarta. Oksigen yang dihasilkan dari rindangnya pepohonan taman dan kota akan menekan tingkat depresi penduduk Jaka rta yang selalu dipusingkan dengan kemacetan. Lahan – lahan tanpa bangunan di ruang terbuka hijau akan menjadi daerah serapan air yang maksimal guna menanggulangi banjir.  Perbaikan wilayah yang sedang digalakkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok, merupakan signal positif bagi pengadaan ruang terbuka hijau. Pemerintah sebaiknya tidak mengesampingkan pengadaan ruang terbuka hijau.

Urgensi dari pengelolaan ruang terbuka hijau guna menciptakan lingkungan yang layakpun telah disematkan oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dalam peringatan Hari Habitat Dunia (HHD). Hari habitat dunia diperingati setiap hari senin pertama di bulan Oktober. Peringatan HHD dimulai sejak tahun 1986 dan masih berlangsung hingga saat ini diseluruh dunia termasuk Indonesia. Peringatan HHD di Indonesia diharapkan dapat menumbuhkan rasa kepedulian dari berbagai sektor, memberikan pengetahuan mengenai urgensi penyelamatan habitat seiring laju urbanisasi yang semakin tinggi.

Peringatan Hari Habitat Dunia 2015 di Indonesia diselenggarakan bersama dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di bali dengan mengusung tema “Public Spaces for All”. Semoga dengan diadakannya peringatan ini, Indonesia terutama Jakarta menjadi semakin peduli mengenai urgensi pengadaan ruang terbuka hijau. Baik pemerintah maupun masyarakat non sipil harus bekerja sama dalam mewujudkan integritas dari pengadaaan ruang terbuka hijau. Siapkah anda menyiapkan kelambu Hijau untuk kota Jakarta?

 Taman Menteng, Jakarta [http://www.pegipegi.com/travel/5-lokasi-foto-pre-wedding-terbaik-di-jakarta/]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline