Lihat ke Halaman Asli

Pajak BCA, KPK Tak Temukan Gratifikasi Hadi Poernomo

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1429848138505838433

Beberapa bulan belakangan ini, kasus pajak BCA sepertinya terus menjadi perbincangan yang hangat. Media-media di Indonesia tidak jarang memberitakan tentang kasus pajak BCA ini.

Berbagai versi cerita dan intrik tentang permasalahan ini pun turut diembuskan. Salah satunya soal Hadi Poernomo yang dianggap telah menerima gratifikasi dari pihak BCA seperti yang dijelaskan dalam artikel yang berjudul Lahan di Los Angeles, Harta Rp 38,8 M. Harta Hadi dari Gratifikasi Petinggi BCA? Yang disebarkan melalui laman Kompasiana pada tanggal 16 April 2015.

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan pernyataan KPK yang belum mengetahui apakah Hadi Poernomo telah menerima gratifikasi dari BCA seperti yang ada di dalam artikel berjudul Pajak BCA – KPK Belum Tahu Gratifikasi Hadi Purnomo.

[caption id="attachment_379948" align="aligncenter" width="581" caption="Pajak BCA - KPK Belum Tahu Gratifikasi Hadi Purnomo. Sumber: Metrotvnews.com, 21 April 2014"][/caption]

Sang penulis artikel yang bernama Amarul menjelaskan bahwa KPK sedang mendalami harta kekayaan milik Hadi Poernomo melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Menurut LHKPN 2010 Hadi Poernomo memiliki harta tidak bergerak dengan total senilai Rp 36,9 miliar yang di dalamnya termasuk sebuah lahan di Los Angeles. Nilai LHKPN Hadi Poernomo di tahun 2010 tersebut bertambah sekitar setengah nilai total harta Hadi Poernomo di tahun 2006, yaitu 24,8 miliar.

Selain itu dijelaskan juga bahwa Hadi Poernomo memiliki harta bergerak berupa logam mulia, batu mulia, barang seni, dan barang antik yang nilainya sekitar Rp 1,5 miliar pada LHKPN di tahun 2010. Lalu, ada pula kepemilikan giro dan setara kas sekitar Rp 293 juta. Total kekayaan milik Hadi Poernomo di tahun 2010 sekitar 38,8 miliar. Penjelasan tersebut bersumber dari sebuah artikel Kompas.com yang diterbitkan pada tanggal 22 April 2014 dengan judul Pajak BCA – Harta Hadi Poernomo Rp 38,8 Miliar, Termasuk Lahan di Los Angeles.

Anehnya, Amarul berasumsi bahwa bertambahnya harta kekayaan milik Hadi Poernomo berasal dari gratifikasi yang diberikan BCA sebagai tanda terima kasih telah mengabulkan keberatan BCA atas pajak senilai 375 miliar.

Padahal tidak pernah ada pernyataan dari KPK maupun dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), atau pihak mana pun yang menyebutkan bahwa harta kekayaan Hadi Poernomo berasal dari BCA. Pemberitaan dari Kompas.com pun sama sekali tidak menyebutkan tentang tuduhan Amarul Pradana tersebut. Dari manakah sudut pandang Amarul Pradana ini berasal? Jadi, Amarul hanya membuat asumsi sendiri dan memfitnah dengan memelintir sumber dari Kompas.com yang seolah-olah bahwa harta kekayaan milik Hadi Poernomo berasal dari BCA.

Hadi Poernomo sendiri juga telah menegaskan bahwa dirinya tidak menerima gratifikasi terkait tindakannya mengabulkan keberatan BCA atas beban pajak senilai 375 miliar tersebut. Hal itu ditegaskan kembali oleh Hadi dalam berita Pajak BCA – Hadi Bantah Disuap BCA. Selain itu KPK sendiri juga belum bisa memastikan bahwa ada gratifikasi yang diterima oleh Hadi Poernomo dari BCA.

[caption id="attachment_379953" align="aligncenter" width="552" caption="Pajak BCA - KPK Belum Tahu Gratifikasi Hadi Purnomo. Sumber: Metrotvnews.com, 21 April 2014"]

14298485591241077719

[/caption]

Pernyataan dari KPK ini pun semakin mementahkan asumsi Amarul yang menyatakan bahwa Hadi Poernomo menerima gratifikasi dari BCA.

Sebenarnya, jika ingin melihat persoalan ini secara obyektif, kita bisa tengok artikel Pajak BCA – Membaca Fakta Sengketa Pajak BCA. Di artikel itu disebut, awal mula kasus pajak BCA ini muncul karena DJP (Dirjen Pajak) ingin menerbitkan SP3 (Surat Perintah Pemeriksaan Pajak) tahun 2002 untuk BCA. Di akhir-akhir, ternyata masih ada 10 item koreksi yang tidak disetujui BCA. Menurut SKPN PPh (Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan), laba fiskal BCA Rp174 miliar. Tapi, menurut pemeriksaan DJP, laba fiskal BCA Rp6,7 triliun.

Sementara dari sisi BCA, koreksi senilai Rp 5,77 triliun itu sebagai pengalihan piutang macet. BCA yang statusnya waktu itu Bank Take Over (BTO) mengalihkan piutang macetnya ke BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) Rp5,77 triliun. Landasannya, instruksi Menteri dan Gubernur Bank Indonesia.

Dari situ, BCA melihat pengalihan piutang macet tidak menyebabkan kas BCA bertambah, sehingga tidak mungkin laba fiskal BCA menjadi sebesar Rp6,7 triliun. Sementara, DJP menilai koreksi Rp 5,77 triliun itu sebagai penghapusan piutang macet. Jadi, karena perbedaan cara pandang ini BCA kemudian mengajukan keberatan pada Juni 2003 yang diterima keberatannya oleh DJP pada 2004. Jadi, pokok permasalahan sebenarnya dari kasus sengketa pajak BCA adalah karena perbedaan cara pandang terhadap obyek pajak yang dimaksud.

Kemudian, terkait anggapan tindakan Hadi Poernomo telah mengakibatkan Negara tidak mendapatkan penerimaan dan rugi sebesar Rp 375 miliar juga tidak bisa dibenarkan. Hal ini karena piutang macet yang telah dialihkan ke BPPN itu telah ditagih oleh BPPN ke debitur. Dari penagihan itu, BPPN berhasil menagih Rp3,29 triliun. BCA sebagai bank yang masuk kategori BTO tidak menerima bagian dari penghasilan menagih Rp3,29 triliun itu. Jadi sebetulnya, dalam hal ini Negara (BPPN) justru menerima pemasukan Rp 3,29 triliun dari pengalihan piutang macet Rp5,77 triliun.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa asumsi Amarul yang menyatakan bahwa Hadi Poernomo menerima gratifikasi dari BCA dan anggapan-anggapan bahwa tindakan Hadi Poernomo yang mengabulkan keberatan BCA telah merugikan Negara sudah tidak sesuai, mengada-ada, dan dengan sengaja diduga telah melakukan fitnah di publik. Tentu saja ini memiliki konsekuensi hukum yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline