Lihat ke Halaman Asli

Mirisnya! Penggunaan Gadget Merusak Generasi Emas

Diperbarui: 11 Desember 2024   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

        Era digital telah banyak mengubah lanskap kehidupan manusia secara fundamental, termasuk dalam praktik pengasuhan dan pendidikan anak. Fenomena yang semakin mengkhawatirkan adalah normalisasi penggunaan gadget pada anak usia dini, yang kini dianggap lazim di tengah masyarakat. Orang tua, dengan berbagai alasan seperti kesibukan kerja atau upaya menenangkan anak yang rewel, kerap memberikan akses tidak terbatas kepada anak-anak untuk menggunakan perangkat digital seperti telepon pintar dan tablet. Tidak hanya itu, orang tua membiarkan anaknya untuk menonton film dengan waktu yang sangat lama. Lebih mirisnya anak usia dini sudah ada yang memiliki gadget pribadi, dengan alasan orang tua yang tidak tega melihat anak-anak nya menangis dan tidak mau makan. Padahal dari kondisi ini, mampu menjadikan karakter anak yang sangat manja dan ketergantungan terhadap gadget. Karena jika anak sudah di biasakan untuk bermain game online dan menonton film maka akan terbiasa dengan aktivitas tersebut dan sangat sulit untuk di berhentikan. 

        Jika dibandingkan dengan anak jaman dulu, orang tua lebih mengarahkan anak-anak nya untuk bermain tradisional yang mana lebih aman dan mengajarkan sang anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Dulunya, anak-anak bermain kasti, lompat tali dan congklak. Dari sini terlihat perbedaan pola asuh orang tua di era jaman dulu dengan orang tua jaman sekarang.Anak usia dini, yang berada pada fase kritis pembentukan karakter dan perkembangan otak, dihadapkan pada paparan teknologi berlebihan. Periode emas (golden age) yang seharusnya dioptimalkan untuk pengembangan aspek fundamental seperti motorik, kognitif, sosial, dan emosional, kini tereduksi menjadi interaksi pasif dengan layar digital. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menegaskan bahwa anak di bawah usia lima tahun sebaiknya membatasi penggunaan media digital tidak lebih dari satu jam per hari. Namun, realitas empiris menunjukkan durasi penggunaan yang jauh melampaui rekomendasi tersebut.

Paparan berlebihan terhadap layar digital dapat menimbulkan berbagai gangguan, di antaranya:

  • Gangguan penglihatan akibat radiasi dan intensitas cahaya layar
  • Kelainan postur tubuh yang berkembang akibat sikap tubuh yang tidak ergonomis
  • Peningkatan risiko obesitas karena berkurangnya aktivitas fisik.

Dampak Psikologis dan Sosial, Ketergantungan pada gadget berpotensi menghambat perkembangan:

  • Kemampuan sosial
  • Kapasitas empati
  • Keterampilan komunikasi interpersonal
  • Kreativitas dan daya kritis

Implikasi Jangka Panjang :

        Fenomena ini berpotensi merusak apa yang disebut sebagai generasi emas bangsa. Anak-anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan, justru tumbuh dengan berbagai keterbatasan akibat paparan teknologi tidak terkendali. Mereka berisiko kehilangan kesempatan mengembangkan keterampilan esensial untuk menghadapi tantangan masa depan. Fenomena normalisasi penggunaan gadget pada anak usia dini telah menciptakan berbagai permasalahan serius yang perlu mendapat perhatian khusus. Pertama, dari aspek perkembangan otak, penelitian neurosains menunjukkan bahwa paparan berlebihan terhadap layar digital dapat mempengaruhi perkembangan area otak yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif, termasuk kemampuan berkonsentrasi, mengendalikan impuls, dan merencanakan tindakan. Anak-anak yang terbiasa dengan stimulus instan dari gadget cenderung mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada tugas yang membutuhkan kesabaran dan fokus berkelanjutan.

        Dampak kedua yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah terganggunya perkembangan sosial-emosional anak. Interaksi yang seharusnya terjalin secara langsung dengan teman sebaya dan orang dewasa tergantikan oleh komunikasi virtual yang minim sentuhan emosional. Akibatnya, anak-anak kehilangan kesempatan berharga untuk belajar membaca ekspresi wajah, memahami bahasa tubuh, dan mengembangkan empati. Keterampilan sosial yang seharusnya terasah melalui bermain bersama dan menyelesaikan konflik secara langsung menjadi terhambat. Selanjutnya, normalisasi gadget juga berdampak signifikan terhadap perkembangan bahasa dan kreativitas anak. Komunikasi satu arah dengan perangkat digital mengurangi kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuan berbahasa melalui percakapan aktif. Kreativitas yang seharusnya berkembang melalui eksplorasi lingkungan fisik dan permainan imajinatif tereduksi menjadi sekadar mengikuti pola yang sudah terprogram dalam aplikasi digital.

        Aspek kesehatan fisik juga tidak luput dari dampak negatif normalisasi gadget. Selain masalah penglihatan dan postur tubuh, anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan gadget cenderung mengalami gangguan pola tidur. Paparan cahaya biru dari layar digital dapat mengganggu produksi hormon melatonin yang penting untuk kualitas tidur. Kurangnya aktivitas fisik akibat terlalu lama duduk di depan layar juga berkontribusi pada masalah kesehatan seperti obesitas dan keterlambatan perkembangan motorik. Lebih jauh lagi, normalisasi gadget pada anak usia dini dapat menciptakan ketergantungan teknologi sejak dini. Anak-anak yang terbiasa mendapatkan hiburan instan dari gadget akan kesulitan mengembangkan kemampuan self-entertainment dan resolusi masalah secara mandiri. Kondisi ini dapat membentuk generasi yang rapuh, kurang tangguh dalam menghadapi tantangan, dan memiliki ketergantungan tinggi pada teknologi untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

        Berdasarkan pemaparan dampak-dampak negatif dari normalisasi penggunaan gadget pada anak usia dini, dapat disimpulkan bahwa fenomena ini merupakan ancaman serius bagi perkembangan generasi emas bangsa. Tanpa adanya intervensi yang tepat dan segera, kita berisiko kehilangan potensi terbaik dari generasi penerus yang seharusnya menjadi tulang punggung kemajuan bangsa di masa depan. Namun, situasi ini bukanlah tanpa solusi. Diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini.

       Pertama, peran orang tua sebagai garda terdepan dalam pengasuhan anak harus diperkuat. Orang tua perlu menerapkan batasan waktu yang ketat terhadap penggunaan gadget, misalnya dengan menerapkan "screen time" maksimal 1 jam per hari sesuai rekomendasi WHO. Lebih penting lagi, orang tua harus menjadi teladan dengan mengurangi ketergantungan mereka sendiri terhadap gadget dan mengalokasikan lebih banyak waktu untuk interaksi berkualitas dengan anak. Aktivitas seperti membaca buku bersama, bermain permainan tradisional, atau melakukan kegiatan kreativitas dapat menjadi alternatif yang lebih bermanfaat.

        Kedua, lembaga pendidikan anak usia dini perlu mengembangkan kurikulum yang menekankan pada aktivitas eksplorasi fisik, sosial, dan kreativitas tanpa ketergantungan pada perangkat digital. Program-program yang mengedepankan permainan tradisional, seni, musik, dan aktivitas outdoor dapat membantu mengimbangi kecenderungan anak terhadap gadget. Pihak sekolah juga dapat menyelenggarakan edukasi regular bagi orang tua tentang dampak negatif gadget dan strategi pengasuhan yang lebih sehat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline