Lihat ke Halaman Asli

Praktik Politik Uang "Serangan Fajar" Jelang Pemilu Disebut Haram

Diperbarui: 18 Februari 2024   19:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.rri.go.id/denpasar

Artikel ini membahas tentang hukum adanya praktik politik uang atau kerap disebut serangan fajar yang tidak asing lagi di lingkup perhelatan jelang demokrasi di Indonesia yaitu pada saat jelang Pemilu. 

POLITIK UANG "SERANGAN FAJAR"

Politik uang atau istilah serangan fajar yang akrab di telinga masyarakat Indonesia yang dilakukan jelang pesta demokrasi atau Pemilu. Suatu praktik yang mencederai demokrasi di negara Indonesia dalam proses yang menggantikan pilihan rasional pemilih dengan imbalan suatu materi. Serangan fajar kerap dilakukan pada masa masa hari pemungutan suara dengan cara memberikan atau membagikan berupa uang, sembako, atau barang yang dapat mempengaruhi suara masyarakat agar bisa menguntungkan pihak yang berbuat. Hal ini merupakan tindakan yang tidak jujur dan tidak adil hingga berdampak negatif pada kebiasaan masyarakat jelang pemungutan suara tiba. 

Terhambatnya kebiasaan adil dan jujur dapat menggerogoti nilai nilai demokrasi yang baik dan merusak moralitas pemilih. Suara rakyat tidak lagi berdasarkan visi-misi dan nilai nilai pemimpin yang baik tetapi dilandaskan seberapa besar jumlah materi yang diberikan oleh pihak yang melakukan tindakan praktik politik uang atau serangan fajar. 

Adapun hukum yang menegaskan bahwa praktik politik uang atau serangan fajar termasuk tindakan yang negatif. Komisi Waqi'iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah telah mengeluarkan keputusan penting terkait politik uang, yang dikenal dengan istilah "serangan fajar". Keputusan ini menyatakan bahwa hukum politik uang hukumnya haram. Lebih lanjut Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa politik uang atau serangan fajar, dan pemberian imbalan dalam pemilu adalah haram.

Hal tersebut juga tak luput dari UU di Indonesia yaitu tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu:

Pasal 515; Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah. 

Pasal 523 (2); Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah. 

Maka dengan itu, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) pun turut andil dan mewanti-wanti tindakan tersebut kepada masyarakat yang menerima praktik serangan fajar tersebut. "Pungut hitung ialah hari saat politik uang bisa dikenakan tidak lagi kepada peserta pemilu, tim pelaksana, atau pelaksana kampanye, tetapi juga setiap orang," kata Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, Pada Selasa, 12 Februari 2024. 

https://www.manggarainews.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline