Lihat ke Halaman Asli

Jamur-jamur Usaha

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akhir-akhir ini didaerah tempat saya tinggal, sedang musim jamur. Tetapi bukan jenis sayuran seperti jamur kancing ataupun jamur merang. Bukan pula sejenis jamur yang menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Melainkan menjamurnya usaha rumahan skala kecil.

Dari sisi positif saya sangat mengapresiasi itu sebagai sebuah usaha untuk menambah pendapatan warga. Hanya sayang,  kebanyakan dari usaha yang dibangun sifatnya seragam, mengikuti apa yang sedang tren atau laris di masyarakat.
Dua bulan lalu tetangga disebelah rumah saya memulai usaha berjualan baso goreng. Cukup kreatif karena kebetulan penjual baso kuah sudah ada empat orang di wilayah komplek rumah. Dagangannya pun sangat disukai anak-anak karena murah dan mudah dinikmati, bisa dibawa sambil main karena menggunakan tusukan sate.

Satu bulan pertama usahanya langsung laris manis, sehingga pada akhirnya memicu tetangga  lain untuk ikut berjualan hal yang sama. Bukan hanya satu, melainkan banyak orang. Mungkin mereka berfikir, daripada mengeluarkan uang untuk anak mereka membeli baso goreng di tetangga saya itu, lebih baik membuat sendiri sekaligus menjualnya pada orang lain.

Akhirnya dalam waktu singkat, sudah terdapat delapan pedagang bakso goreng. Bisa dibayangkan, dalam jarak yang sangat berdekatan terdapat beberapa pedagang bakso goreng. Akhirnya pedagang pertama pun harus rela berbagi pelanggan sehingga keuntungan pun jadi berkurang, begitu pula pedagang bakso goreng baru lainnya. Bisa ditebak, pada akhirnya kedelapan penjual bakso goreng itu pun menutup usahanya secara serentak.

Kejadian itu tidak hanya terjadi pada usaha berjualan makanan ringan, tetapi juga pada jenis usaha lain seperti warung kelontongan. Jenis usaha warung ini dapat dijumpai sepanjang jalan utama didaerah rumah saya. Hampir seluruh warga yang memiliki rumah menghadap ke jalan, pasti membuka warung kelontongan. Sampai-sampai saya sendiri bingung, kalau semua orang berjualan hal yang sama, lantas siapa yang jadi pembelinya ya.

Tidak berbeda jauh dengan menjamurnya usaha seragam lainnya, seperti usaha cuci mobil dan motor, tempat fotokopi, tambal ban, dan lainnya.  Melihat sebuah usaha laris manis, serta merta tetangga yang lain ikut-ikutan tren untuk membuka usaha yang sama. Pada akhirnya, saat yang satu gulung tikar, yang lain pun sama-sama ikut gulung tikar.

Yang baru-baru ini saya lihat sedang menjamur adalah usaha toko obat. Toko yang menyerupai apotik mini dan menjual bermacam obat baik kimia maupun tradisional ini mendadak muncul disetiap gang. Masih belum jelas bagaimana pengaturan izinnya, karena sepertinya tidak ditangani oleh apoteker, walaupun saya lihat disitu menjual juga obat-obat yang seharusnya dikeluarkan hanya dengan resep dokter.

Tetapi dari semua hal yang sedang menjamur itu, saya masih bersyukur, di dalam dunia kedokteran, masih terdapat etika dalam mendirikan usaha praktik pribadi ataupun klinik. Baik itu bagi dokter maupun bidan. Ada aturan jarak terdekat apabila ingin mendirikan usaha praktik pribadi. Sehingga jarang sekali terdapat dokter atau bidan yang praktik berhadap-hadapan atau bersebelahan.

Saya berharap semoga peraturan itu akan terus diterapkan hingga kemudian hari. Karena walaupun bentuknya sebuah usaha pelayanan, sama seperti pedagang bakso goreng atau usaha cuci mobil dan motor, tetapi pelayanan kesehatan seharusnya tetap menomor satukan etika diatas segala nilai materi dan komersialitas. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline