Lihat ke Halaman Asli

Sheren

Penulis Artikel Populer

Lokalitas Budaya: Tradisi Sedekah Ketupat di Desa Hanum

Diperbarui: 11 Desember 2024   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaksanaan Sedekah Ketupat oleh masyarakat lokal. Sumber: Pemkab Cilacap 

Di pulau Jawa, masyarakat yang hidup pada saat itu sudah pandai dalam bertani dan beternak. Pada saat itu, Islam belum dikenal oleh masyarakat, sehingga masyarakat lebih menganut kepercayaan dan adat istiadat yang ada disekitarnya. Masyarakat sudah mampu mendapatkan penghasilan dari bertani dan beternak. Sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap keberhasilan sektor pertanian, peternakan, maupun perkebunan, maka masyarakat memberikan dan menyedekahkan sebagian hasil pertanian, peternakan dan perkebunan mereka yang notabene merupakan kekayaan alam hasil bumi. Kegiatan ini disebut dengan istilah Sedekah Bumi. Sedekah bumi hampir ada disetiap daerah di pulau Jawa, hanya saja bentuk pelaksanaannya yang berbeda-beda. Upacara atau kegiatan sedekah bumi juga tidak luput dari sesajen. Sesajen disini merupakan bentuk keikhlasan dalam melaksanakan sedekah.

Dalam acara-acara adat seperti sedekah bumi, para wali turut menghadiri acara adat tersebut. Sebagai seorang pendatang yang akan menyebarkan agama Islam, wali perlu hadir di tengah banyaknya masyarakat. Maka dari itu, kehadirannya dalam acara-acara adat memberikan kesempatan untuk menyebarkan agama Islam pada saat itu. Mulailah Islam berkembang dikalangan masyarakat melalui kebudayaan

Salah satu tokoh Wali Songo, Raden Mas Syahid yang mashur dengan sebutan Kanjeng Sunan Kalijaga, merupakan tokoh penyebar agama Islam di pulau Jawa yang mengenalkan ketupat sebagai simbol perayaan Idul Fitri. Ketupat sendiri merupakan beras yang dibungkus menggunakan janur dan direbus agar nasi dapat bertahan lebih lama. Ketupat pertama berasal dari tradisi masyarakat pesisir. Kemudian diadopsi masyarakat Jawa sebagai simbol perayaan Idul Fitri.

Akar sejarah tradisi Sedekah Ketupat di Desa Hanum

Terdapat beragam versi sejarah tradisi Sedekah Ketupat. Satu diantaranya, pada sekitar tahun 1580-an era kerajaan Mataram (Mataram kuno maupun Mataram Islam), Jawa tengah merupakan lokasi bagi para raja Pasundan untuk berziarah. Hal ini ditunjukkan melalui banyaknya candi dan berkembangnya ajaran Islam. Dalam perjalanan menuju tempat berziarah, raja-raja Pasundan bersama pasukannya pada saat itu melewati desa Hanum yang merupakan jalan darat menuju tempat ziarah. Pada saat itu, belum ada jalan raya pos Daendels

Masyarakat yang menyaksikan raja-raja Pasundan melintasi jalan di desa Hanum, membuat tumbuhnya rasa hormat dan bakti. Sehingga, masyarakat membuat ketupat untuk di sajikan bagi para raja yang melintas. Karena pada saat itu Islam sudah mulai berkembang, masyarakat sudah mengenal ketupat yang dikenalkan pada masa pendekatan dakwah melalui budaya oleh Sunan Kalijaga. Selain mengenyangkan, ketupat juga cukup tahan lama karena dibungkus menggunakan janur

Karena raja-raja Pasundan sedang dalam perjalanan, maka tidak memungkinkan untuk berhenti hanya untuk sekedar menikmati hidangan yang disajikan. Oleh karena itu, untuk memudahkannya, maka masyarakat menggantung ketupat yang sudah di buat di atas bambu yang di taruh di sepanjang jalan dan daerah perbatasan. Sehingga dalam perjalanan, baik raja maupun prajurit kerajaan yang melintas dapat mengambil ketupat dengan mudah sebagai bekal perjalanan.

Pelaksanaan Sedekah Ketupat

Sedekah Ketupat dilaksanakan pada hari Rabu wekasan (hari Rabu terakhir) di bulan Sapar. Upacara ini biasa dilaksanakan di daerah perbatasan desa. Warga membawa ketupat dari rumah lalu menggantung ketupat tersebut di tiang yang melintang. Dalam hal ini, yang diperbolehkan mengambil ketupat hanya warga dari kampung lain, orang-orang yang berkunjung atau sekedar melintas. warga desa setempat membawa bekal ketupat masing-masing lalu dimakan bersama sepanjang jalan dan perbatasan desa. Jika ketupat tidak habis, maka warga akan membawa pulang ketupat tersebut lalu menggantungnya diatas pintu atau di kandang ternaknya dengan tujuan menjaga keselamatan.

Tantangan modernisasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline