Lihat ke Halaman Asli

Shepia Widianingrum

mahasiswa Sosiologi UMRAH 2020

Ketidakadilan Gender dalam Film Kartini 2017

Diperbarui: 31 Desember 2021   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film merupakan salah satu media komunikasi yang tak sekedar hiburan, di dalamnya terdapat signifikasi ideologi dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan dan kemampuan film yang dapat menjangkau segmen sosial, sehingga dapat mempengaruhi khalayak. Film selalu mempengaruhi masyarakat. Film dapat menjangkau banyak segmen sosial sehingga membuat film berpotensi dapat mempengaruhi khalayak. Hal ini dapat dijadikan sarana dalam memerangii ketidakadilan gender yang terjadi saat ini melalui adegan-adegan yang digambarkan dalam film. Peran film dalam mempelopori keadilan gender memang harus dilakukan. Hal ini mengingat bahwa peranan media massa adalah alat pembentukan opini yang sangat efektif.

Dalam film ini menampilkan perjuangan R.A Kartini dalam menuntut persamaan status antara laki-laki dan perempuan, peran dan stereotype antara laki -- laki dan perempuan, serta pengambilan keputusan. Perempuan-perempuan yang berada pada saat penjajahan sangat miris dikarenakan mengalami ketidaksetaraan gender pada saat itu. Namun, dengan adanya Kartini perlahan-lahan perempuan bisa medapatkan hak yang sama dengan laki-laki.

Dalam film kartini ini dapat dilihat bahwa ketidakadilan gender itu terlihat jelas. Pada jaman penjajahan di Indonesia perempuan terdiskriminasi oleh faktor budaya. Faktor budaya sangat berpengaruh dalam ketidakadilan gender, hal ini di karenakan masyarakat yang masih kental dengan kebudayaan akan selalu dibatasi geraknya sehingga diri mereka tidak bisa mengikuti keinginan mereka untuk merubah diri mereka.

Adanya budaya patriarki juga sangat mendasari adanya ketidakadilan gender. Patriarkhi merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Dalam film Kartini ini perempuan sangat jauh keberadaannya dengan laki-laki sehingga perempuan terjajah dengan sikap laki-laki yang memandang rendah perempuan. Perempuan tidak boleh melebihi laki-laki karena kuasa laki-laki lebih tinggi ketimbang perempuan.

Bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam film Kartini meliputi marginalisasi, subordinasi, stereotype, dan kekerasan. Apabila dilihat bedsarakan konsep ketidaksetraan gender maka banyak sekali dari adegan-adegan yang bisa dilihat dalam film Kartini 2017 ini.

  • Marginalisasi dalam film Kartini 2017 dapat dilihat dari segi penempatan perempuan jauh dibawah laki-laki. Seperti perempuan tidak boleh melakukan aktifitas yang sama seperti laki-laki. Tidak adanya jabatan perempuan di sektor pemerintahan juga merupakan contoh dari marginalisasi. Jabatan yang dimiliki semuanya di kuasai oleh laki-laki, laki-laki sangat memiliki peran yang sangat banyak pada zaman penjajahan di Indonesia. Hal ini didasari oleh faktor budaya, agama, dan Negara.
  • Subordinasi, bentuk subordinasi pada perempuan disebabkan adanya anggapan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah, irasional, dan emosional sehingga perempuan tidak berhak memimpin dan bersekolah tinggi. Sehingga pada zaman itu wanita tidak ada yang berpendidikan tinggi dan Kartini ingin sekali menghilangkan konotasi itu dengan cara ia membuka sekolah geratis untuk perempuan-perempuan yang ada pada ssat itu. Tekad ia sangat kuat sehingga sampai sekarang para perempuan bisa untuk bersekolah tinggi.
  • Stereotyep, bentuk streotipe pada peremupuan Jawa berupa pelabelan bahwa perempuan Jawa tugas utamanya hanya melayani suami dengan cara mempercantik diri, memasak, dan urusan ranjang. Kartini ingin sekali merubah pandangan tentang pelebelan terhadap perempuan tersebut. Ia ingin sekali seperti perempuan-perempuan Belanda pada saat itu sehingga ia belajar kepada salah satu perempuan Belanda itu.
  • Kekerasan, Bentuk kekerasan yang terdapat dalam film ini berupa kekerasan fisik dan kekerasan emosional yang disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan antara perempuan dan laki-laki. Proses pingitan yang dialami Kartini sudah termasuk kekerasan dikarenakan berupa paksaan yang sangat membuat emosi bergejolak. Pingitan itu dilakukan dalam waktu lama yang dimulai dari awal menstruasi sampai ada laki-laki yang mempersunting ia menjadi istrinya.

Dari film ini kita belajar dan mengetahui bagaimana perjuangan yang dilakukan Kartini sampai saat ini para perempuan dapat memperoleh haknya dan tanpa ada batasa antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, buat para perempuan jangan menyianyiakan kesempatan yang telah di perjuangkan Kartini. Teruslah menjalankan pendidikan setinggi mungkin dan janganlah merasa ragu apabila ada yang berkata "buat apa sekolah tinggi-tinggi nanti juga bakalan duduk di dapur, mengurusi anak dan suami". Perkataan itu bukanlah penghalang untuk kita maju dan kita harus merubah pemikiran orang-orang yang seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline