Sudah lebih dari satu dasawarsa Persija Jakarta tidak memiliki stadion homebase. Stadion Menteng yang pernah menjadi kandang untuk Macan Kemayoran digusur pada 21 Juli 2006. Di lokasi tersebut kemudian dibangun Taman Menteng. Sembilan tahun kemudian, Stadion Sanggraha Pelita Jaya Lebak Bulus yang kena giliran digusur. Kali ini, kepentingannya adalah untuk depo kereta Moda Raya Terpadu (MRT).
Sementara Gelora Bung Karno statusnya bukan milik Pemprov DKI Jakarta. Selama beberapa tahun Persija bahkan sampai harus menggelar laga kandang di luar ibu kota. Mulai dari yang dekat seperti Stadion Patriot di Bekasi sampai Stadion Sultan Agung di Bantul, DIY.
Wacana pembangunan stadion di Jakarta yang diperuntukkan sebagai kandang Persija sudah berulang kali terdengar. Sempat santer kabar Pemprov DKI Jakarta akan membangun stadion di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Sampai hari ini tak ada kelanjutannya.
Hampir serupa dengan ide pembangunan Stadion Bersih, Manusiawi dan Wibawa (BMW) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Berulang kali diwartakan, tapi realisasinya tak kunjung terjadi. Berbagai masalah mulai dari status lahan sampai skema pembiayaan menjadi batu sandungan.
Kabar baik akhirnya datang di awal pekan ini. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi DKI Jakarta menyetujui pembangunan stadion internasional di Taman BMW, Jakarta Utara, dikerjakan oleh BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Sebelum akhirnya menyetujui, pembahasan sempat alot soal siapa yang seharusnya melakukan pembangunan. Pihak legislatif keberatan dengan penugasan kepada PT. Jakpro dan cenderung mengarahkan kepada Dinas Pemuda dan Olahraga.
Jauh sebelum ada perdebatan soal ini, saya pernah mengangkat isu yang sama dalam satu policy brief untuk tugas kuliah di Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia sekitar tahun 2015.
Kala itu, Stadion BMW sempat direncanakan akan menjadi salah satu venue Asian Games. Rekomendasi skema pembiayaan dalam policy brief itu nyaris sama dengan keputusan yang diambil saat ini, yaitu penugasan kepada BUMD (PT. Jakpro).
Mengapa saat itu saya merekomendasikan skema pembiayaan melalui penyertaan modal ke BUMD? Berikut pembahasannya.
Pembangunan stadion baru menjadi fenomena yang muncul di banyak daerah di Indonesia pascareformasi 1998. Perimbangan keuangan pusat dan daerah serta kebijakan desentralisasi sepertinya menjadi pemicu fenomena tersebut. Seiring dengan hal tersebut, penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang sebelumnya selalu di Jakarta (1973-1996 atau tujuh kali beruntun) pun mulai bergeser.
Diawali dengan Surabaya (tahun 2000), kemudian berturut-turut Palembang (2004), Samarinda (2008), dan Riau (2012). Status sebagai tuan rumah PON menjadi justifikasi lain dari pembangunan prasarana dan sarana olahraga secara masif.