Persija berhasil menjadi yang terbaik di ajang Piala Presiden 2018. Pada partai final, Sabtu (17/2) di Gelora Bung Karno, Macan Kemayoran unggul mutlak 3-0 atas Bali United. Kemenangan sensasional ini menjadi hadiah spesial bagi Jakmania yang selalu setia mendukung Persija.
Di balik cerita manis tersebut, terselip kekeliruan yang perlu diluruskan. Beberapa media massa maupun para pengguna media sosial salah kaprah menyebut Persija menuntaskan puasa gelar selama 17 tahun.
Memang, terakhir kali Persija jadi juara di kompetisi resmi adalah pada saat menjuarai Liga Indonesia pada 2001. Kids zaman now mungkin tidak kenal dengan Mbeng Jean Mambolou, Nuralim, Deddy Umarella ataupun Luciano Leandro yang saat itu jadi penggawa Macan Kemayoran. Jika peristiwa itu ditandai sebagai awal puasa gelar, maka sejatinya sampai hari ini Persija tak kunjung berbuka karena belum sekalipun juara di kompetisi resmi.
Kemenangan di Piala Presiden 2018 tidak bisa dimaknai setara dengan gelar juara Liga Indonesia 2001. Piala Presiden adalah turnamen pramusim. Penggemar Liga Italia Serie A mungkin cukup familiar dengan Trofeo Berlusconi ataupun Trofeo TIM.
Piala Presiden juga berbeda dengan pertandingan resmi yang mempertemukan juara liga dengan juara turnamen di beberapa negara seperti Community Shield (Inggris), Supercoppa (Italia), ataupun DFL Supercup (Jerman) sebagai pertanda musim baru akan dimulai.
Kalau untuk kompetisi tidak resmi, setelah 2001 Persija sudah beberapa kali juara antara lain Piala Emas Bang Yos (2003) dan Trofeo Persija (2011, 2012, 2014 dan 2016). Meski begitu, turnamen Piala Presiden dalam beberapa tahun terakhir memang memiliki gengsi yang tinggi. Tidak sekadar kompetisi pemanasan, Piala Presiden menjadi pertaruhan serius bagi tim-tim dari kasta tertinggi yang ambil bagian.
Wajar saja Persija dan Jakmania bangga atas keberhasilan ini. Namun, rasanya berlebihan kalau dirayakan sampai menggelar pawai ke Balai Kota. Ujian sesungguhnya nanti di liga, di mana jumlah pertandingan lebih banyak dengan sistem kandang dan tandang. Ada banyak faktor teknis dan non-teknis yang akan menjadi ganjalan mengejar ambisi. Langkah Persija akan semakin berat karena harus membagi tenaga dan pikiran di ajang regional yaitu Piala AFC. Menjadi antiklimaks kalau kemarin sudah menggelar pawai tapi nanti di akhir musim kembali gigit jari nirprestasi.
Lain cerita kalau pesta kemarin dan narasi yang dibangun soal 'buka puasa' itu memang dirancang untuk kepentingan di luar sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H