Lihat ke Halaman Asli

Shendy Adam

TERVERIFIKASI

ASN Pemprov DKI Jakarta

"Pekerjaan Rumah" dari Ahok untuk Anies

Diperbarui: 14 Oktober 2017   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuan Ahok dan Anies di Balai Kota (tribunnews.com)

Warga Jakarta sudah menentukan pilihan. Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akan menjadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta periode 2017 sampai 2022. Pekerjaan rumah yang tidak sedikit sudah menanti mereka sejak pelantikan yang dijadwalkan pada Oktober nanti.

Di samping masalah-masalah klasik seperti kemacetan dan banjir, ada beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian. Izinkan saya membantu Mas Anies dan Bang Sandi untuk menginventarisasi beberapa di antaranya, sesuai dengan expertise saya dalam bidang pemerintahan.

Reformasi Birokrasi

Suka ataupun tidak, birokrasi masih menjadi ‘mesin’ utama bagi gubernur dalam menjalankan dan menyukseskan programnya. Sebagus apapun ide gubernur, pada akhirnya kualitas implementasi kebijakan akan dipengaruhi oleh sebaik apa birokrasi menjalankannya. Menjadi penting bagi gubernur baru untuk melanjutkan agenda reformasi birokrasi yang sudah dimulai dengan baik oleh Basuki (dan Jokowi sebelumnya).

Salah satu kebijakan reformasi birokrasi yang paling ‘hot’ di periode 2012-2017 adalah seleksi terbuka alias lelang jabatan. Pro dan kontra yang menyertai kebijakan ini tidak membuat gubernur saat itu (Jokowi) surut. Ia mengawalinya dengan seleksi terbuka camat dan lurah. Pola ini dilanjutkan saat hendak mengisi jabatan eselon yang lebih tinggi (kepala dinas, kepala badan dan walikota/bupati).

Sekilas kebijakan ini sudah baik, namun masih menyisakan kelemahan mendasar. Seleksi terbuka hanya mengubah mekanisme awal rekrutmen menjadi lebih transparan. Semua pegawai yang memenuhi syarat bisa mendaftar dan mengikuti tes untuk menduduki jabatan tertentu. Sayangnya, tahap lanjutan dari pengisian jabatan ini masih menggunakan pola lama yaitu melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Alih-alih menjamin penerapan sistem merit, Baperjakat terkadang tidak bisa melepaskan diri dari subyektivitas. Apalagi di level eselon 3 dan 4 maupun pejabat wilayah yang tidak mungkin dikontrol langsung oleh gubernur. Faktanya, ada loh pejabat yang mendapat jabatan bahkan tanpa mengikuti seleksi terbuka!

Anies dan Sandi harus bisa merancang mekanisme yang memastikan penempatan pejabat sesuai dengan prinsip the right man on the right place. Dengan begitu, mereka sekaligus akan terhindar dari rongrongan oknum birokrasi yang sejak masa kampanye kemarin sudah merapat ke dalam barisan.

Struktur birokrasi Pemprov DKI Jakarta saat ini juga perlu ditinjau kembali, kendati sebetulnya baru saja terjadi restrukturisasi oleh Plt. Gubernur per awal tahun ini. Penyusunan struktur dan organisasi perangkat daerah yang terakhir ini masih terselip kepentingan pribadi dan kelompok.

Selama birokrat masih takut kehilangan jabatan, sulit melakukan perampingan birokrasi yang efektif. Sebagai contoh, ada satu struktur baru di tingkat kota administrasi untuk mengakomodir pejabat yang jabatan sebelumnya dihapus. Padahal tugas dan fungsinya sangat absurd dan tumpang tindih dengan yang sudah ada.

Kebijakan penting terkait reformasi birokrasi yang agak sensitif adalah soal remunerasi alias tunjangan pegawai. Sudah jadi rahasia umum kalau pejabat dan pegawai di Provinsi DKI Jakarta menerima Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang nilainya cukup fantastis. Kebijakan ini boleh jadi akan jadi perhatian karena rekam jejak Mas Anies selama ini yang sangat concern dengan pemborosan anggaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline