Lihat ke Halaman Asli

Shendy Adam

TERVERIFIKASI

ASN Pemprov DKI Jakarta

Isu Etnisitas Betawi Sudah Tak Laku di Pemilukada Jakarta 2012

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konstelasi politik di pemilukada 2012 dipastikan akan sangat berbeda dibanding lima tahun sebelumnya. Fauzi Bowo sudah diprediksi akan merebut kursi DKI 1 sejak jauh hari sebelum pemilukada. Untuk 2012, tampaknya belum ada seorangpun yang dijagokan akan menjadi orang nomor satu di ibukota. Termasuk Bang Foke sendiri, belum tentu ia akan mempertahankan singgasananya.

Salah satu isu yang menjadi jualan utama Bang Foke adalah status dirinya sebagai putera daerah Betawi. Sepanjang sejarah Indonesia merdeka, belum pernah ada anak Betawi yang mengemban amanah menjadi Gubernur Jakarta. Posisi tertinggi yang pernah diraih hanyalah Wakil Gubernur.

Seperti halnya di daerah lain, isu putera daerah menjadi begitu seksi bagi masyarakat lokal alias penduduk asli. Dalam konteks Jakarta, orang Betawi lah yang sangat concern dengan isu ini. Jangan heran jika semua organisasi kemasyarakat Betawi –yang dinaungi oleh Bamus Betawi—seolah satu suara dalam mendukung Fauzi Bowo.

Dalam pemilukada 2007, bukan hanya Foke kandidat yang merupakan representasi putera daerah. Ada satu anak Betawi lain yang maju dalam persaingan, Dani Anwar. Tapi, pemuda kelahiran Tanah Abang itu bukan calon gubernur melainkan calon wakil gubernur mendampingi Adang Daradjatun.

Pertanyaan mendasar pertama yang akan segera muncul adalah di mana posisi masyarakat Betawi sesungguhnya dalam politik lokal Jakarta. Benarkah mereka masih marjinal? Atau memang posisi tawar orang Betawi sudah demikian rendah lantaran dari segi jumlah penduduk bukanlah mayoritas.

Sulit untuk mendapatkan data valid berapa jumlah orang Betawi yang masih menghuni Jakarta. Tapi sepertinya, jumlah pribumi kota ini tidak lebih dari 10 persen. Angka tersebut tentu tidak signifikan terhadap pemenangan seorang calon di pemilukada. Apalagi, suara dari masyarakat Betawi pun tidak mungkin terdistribusi hanya ke satu calon.

Jika pada 2007 lalu isu etnisitas bisa dijadikan ‘jualan’, apakah hal tersebut bisa terjadi lagi di 2012? Pada 2007, warga Betawi mungkin sangat penasaran ingin merasakan dipimpin oleh gubernur yang pribumi Jakarta. Tapi kini, rasa penasaran itu pasti sudah tidak muncul lagi. Sejumlah kalangan masyarakat lokal juga tidak merasakan ada perbedaan antara gubernur Betawi atau non-Betawi.

Tidak penting lagi seorang gubernur berasal dari orang betawi atau bukan. Tapi yang jauh lebih penting adalah sejauhmana sang gubernur member perhatian dan memperjuangkan kepentingan masyarakat lokal. Jangan lupakan juga, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI sudah mengamanatkan gubernur untuk melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi (Pasal 26).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline