Lihat ke Halaman Asli

Shendy Adam

TERVERIFIKASI

ASN Pemprov DKI Jakarta

Change Management Organisasi PSSI

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Angin segar sedang berhembus di PSSI. Setelah melewati episode panjang nan melelahkan, reformasi di tubuh organisasi ini telah dimulai. Profesor Djohar Arifin Husein resmi terpilih sebagai Ketua Umum PSSI melalui Kongres Luar Biasa PSSI, Sabtu (9/7). Ia didampingi oleh Farid Rahman sebagai Wakil Ketua Umum dan sembilan orang lain di jajaran Komite Eksekutif.

Ekspektasi publik untuk pengurus baru ini sangat besar. Sebelum terpilih dalam KLB, Djohar telah memaparkan rencananya untuk empat tahun ke depan, yang dituangkan dalam Buku Putih Reformasi Sepak Bola. Ada lima program utama yang akan menjadi prioritas, yakni pembenahan organisasi, sistem kompetisi yang bersih, pembinaan usia dini, penerapan ilmu pengetahuan teknologi, serta pembentukan tim nasional yang tangguh.

Tak ingin membuang waktu, Djohar langsung memulai pekerjaannya sedini mungkin. Dalam hari-hari pertamanya memimpin PSSI, ia telah mengeluarkan beberapa kebijakan. Salah satunya adalah keputusan untuk melakukan audit keuangan, yang dipercayakan kepada Deloitte, perusahaan auditor asing yang sudah memiliki reputasi mentereng.

Keputusan lain yang tidak kalah mengejutkan adalah mendepak Alfred Riedl. Pelatih tim nasional asal Austria itu akan digantikan pelatih PSM Makassar di kompetisi Liga Primer Indonesia, Wim Rijsbergen. Konon, Riedl dipecat lantaran kontrak kerjanya tidak dengan PSSI melainkan dengan Nirwan Dermawan Bakrie.

Pro kontra pemecatan Riedl segera saja merebak di kalangan masyarakat. Ada yang setuju, tapi tidak sedikit juga yang mempertanyakan. Apalagi penggantinya dianggap kurang populer. Meski pernah menjadi asisten Leo Beenhakker di timnas Trinidad & Tobago pada Piala Dunia 2006, pengalaman itu dirasa masih kurang mencerminkan kualitas seorang Rijsbergen.

Selain memutuskan pergantian pelatih, Djohar juga mengumumkan manajer baru untuk tim nasional senior. Ferry Kodrat (CEO Persibo Bojonegoro) ditunjuk sebagai pengganti Iman Arif. Kecenderungan yang bisa dibaca adalah masuknya orang-orang yang selama ini menjadi sempalan (baca:LPI dan K-78) ke dalam struktur PSSI. Wajar jika kemudian muncul prediksi bahwa Djoko Driyono (CEO PT. Liga), dan Syauqi Suratno (Sekretaris Badan Liga Amatir) akan segera menyusul Iman Arif yang terlempar.

Farid Rahman sendiri pernah menjanjikan tidak akan menerapkan like and dislike dalam memilih pengurus PSSI. Hal senada juga diungkapkan oleh sang ketua. Duet ini akan mengedepankan aspek profesionalisme dalam menyusun kabinet. Meski demikian, Profesor Djohar menegaskan bahwa dirinya hanya akan memilih orang memiliki pemikiran yang sama dan bisa bekerja sama.

Turnaround Management

Dalam beberapa kesempatan, Djohar selalu menyatakan bahwa ia mendapat amanah untuk memimpin perubahan. Melakukan perubahan di PSSI tidaklah mudah. Seperti kita ketahui, rezim Nurdin Halid memang meninggalkan setumpuk persoalan. Kultur birokrasi yang kurang baik juga sudah mendarah daging di tubuh PSSI.

Oleh karena itu, Djohar dan para pengurus baru harus bisa menjadi motor penggerak perubahan yang tidak destruktif. Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang populer dalam ranah manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change).

Beberapa faktor yang menyebabkan resistensi adalah persepsi selektif, kurangnya informasi, perasaan takut terhadap hal yang tidak diketahui, kebiasaan dan penolakan terhadap pihak yang menggagas perubahan (Likert, 1997). Pada dasarnya setiap orang mempunyai daya tolak terhadap perubahan, semakin besar perubahan tersebut mempengaruhi kepentingannya, maka semakin besar pula daya tolaknya terhadap perubahan.

Bagaimana caranya mengelola perubahan ini agar bisa berjalan mulus? Pendekatan klasik yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (1951) bisa dijadikan rujukan. Pertama : Unfreezing the status quo, kedua Movement to the new state, dan ketiga Refreezing the new change to make it permanent.

Langkah pertama adalah proses penyadaran tentang perlunya kebutuhan untuk berubah. Selanjutnya tindakan-tindakan perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan. Terakhir, membawa kembali organisasi ke titik keseimbangan baru (new equilibrium).

Strategi perubahan perlu didukung oleh tiga kaki yakni struktur, kultur dan proses. Apabila aktor penggagas perubahan tidak memperhatikan ketiga kaki pendukung strategi perubahan, maka strateginya akan gagal, yang pada gilirannya membuat perubahan yang ditawarkan oleh aktor akan mengalami kegagalan.

Melihat sepak terjang rezim Djohar di PSSI sejauh ini, terlihat bahwa ia ingin mengadopsi turnaround management. Rheinald Kasali mengutip Harold Platt mengategorikan manajemen perubahan strategis menjadi tiga, yaitu manajemen transformasi, manajemen turnaround dan manajemen krisis. Robby Djohan mengatakan, “Turnaround artinya membuang yang jelek-jelek dengan melakukan perubahan yang mendasar. Kepemimpinan, manajemen dan proses operasional diubah.”

Satu hal yang patut diingat, peran skill dan art pada seorang leader sangat memengaruhi kesuksesan upaya turnaround. Artinya, Profesor Djohar harus mampu memainkan peran sebagai orang nomor satu yang benar-benar berkuasa dan disegani oleh bawahannya. Semua upaya tak akan berhasiljika ternyata Djohar hanya menjadi ‘boneka’ dari penguasa sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline