Tak pernah terbayangkan sebelumnya Manchester United hanya ambil bagian di kompetisi domestik dan absen di persaingan Eropa. Itulah yang terjadi di musim 2014/2015 ini. Premier League jadi satu-satunya turnamen yang diikuti Man-U.
[caption id="attachment_337201" align="aligncenter" width="672" caption="Data dan fakta"][/caption]
Akibat hanya finish di peringkat 7 klasemen Premier League, MU tak kebagian tiket Liga Champions maupun Liga Europa. Sisi baiknya, musim ini konsentrasi The Red Devils tidak terpecah. Secara tidak langsung, beban Louis van Gaal menjadi lebih ringan. Akan tetapi, ekspektasi terhadap pelatih asal Belanda ini tetap tinggi. Ia dibebankan mengembalikan kejayaan Man-U seperti era Sir Alex Ferguson.
Manajemen Man-U memilih Van Gaal dengan banyak pertimbangan. Ryan Giggs yang sempat menjadi caretaker di sisa kompetisi kemarin saja tidak terpilih. Keluarga Glazer sepertinya trauma mempekerjakan pelatih yang tidak punya rekam jejak prestasi, seperti saat mereka menunjuk David Moyes musim lalu. Sebagai pemain, Giggs sudah meraih semua trofi di Old Trafford. Sedangkan di jalur kepelatihan ia masih hijau.
Berbeda dengan Van Gaal. Pria yang kerap disebut arogan dan otoriter ini sudah kenyang makan asam garam. Ia pernah menjuarai kompetisi domestik di Belanda, Spanyol, hingga Jerman. CV-nya akan makin keren kalau di MU dia bisa merebut Premier League. Pelatih 62 tahun ini juga dikenal konsisten menggunakan gaya permainan menyerang yang menghibur di setiap tim yang ia latih. Terakhir, tangan dinginnya berhasil membawa Belanda ke semifinal Piala Belanda 2014. Bukan cuma tidak terkalahkan (kecuali adu penalti di semifinal), Oranje juga menunjukkan performa yang aduhai.
Van Gaal bertekad membawa total voetball ke Theatre of Dreams. Ia langsung memperkenalkan skema baru ke para pemainnya selama uji coba pramusim. Hasilnya cukup memuaskan. Iblis Merah menjuarai International Champions Cup di Amerika Serikat. Formasi 3-5-2 bisa diperagakan Wayne Rooney cs dengan baik. Sejumlah pemain tetap menunjukkan kualitas tertinggi kendati bermain di posisi dan dengan strategi baru.
Strategi di bursa transfer punya peran tak kalah pentingnya dalam kampanye perebutan gelar. Salah langkah di fase ini, fatal akibatnya ke depan. Pekerjaan yang harus dikebut oleh Van Gaal saat ini sejatinya bukan membeli pemain, melainkan justru melepas. Aksi cuci gudang tak terhindarkan. Mempertahankan pemain yang tidak dibutuhkan tim sama saja memelihara parasit. Para pandit memperkirakan beberapa pemain seperti Shinji Kagawa, Marouane Fellaini dan Javier Hernandez bakal mengucap selamat tinggal tak lama lagi.
Sampai hari ini, MU baru mendatangkan dua pemain. Tapi, keduanya punya profil tinggi dan punya pengaruh besar bagi tim. Luke Shaw bisa diandalkan sebagai bek kiri, dan Ander Herrera sebagai gelandang jangkar. Selebihnya, Van Gaal tinggal menambal sedkit kekurangan di skuatnya. Posisi center back yang paling kentara. Dengan hanya memiliki Chris Smalling, John Evans dan Phil Jones, Van Gaal akan pusing kalau salah satunya cedera.
Well, akhirnya kita sampai pada bagian akhir tulisan ini : prediksi. Amat naif kalau manajemen MU kelewat pede hanya dengan melihat track record Van Gaal di Ajax Amsterdam, Barcelona, Bayern Muenchen atau AZ Alkmaar. Premier League jelas berbeda dengan La Liga, Bundesliga apalagi Eredivisie. Tingkat persaingan di liga-liga itu tidak merata. Klub yang ditangani Van Gaal sangat dominan jauh meninggalkan kompetitor. Kalaupun ada aral, palingan tidak banyak.
Sedangkan di Premier League, kualitas kontestannya relatif merata. Memprediksi The Big Four saja saat ini sulit. Konsistensi menjadi variabel penting yang harus dimiliki kandidat juara. Jadi, kans Man-U untuk menjuarai Premier League tetap ada. Namun, kalau harus menebak, saya akan menempatkan MU sebagai unggulan kedua di bawah Chelsea.