Lihat ke Halaman Asli

Film "The Conjuring: The Enfield Poltergeist" dan Fenomena Demonik di Sekitar Kita

Diperbarui: 23 Juni 2016   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Menonton Film Conjuring Di Wilayah “Ngapak Culture”

Animo penonton nampaknya masih begitu tinggi dengan pesona film dengan judul The Conjuring 2 (juga dikenal sebagai The Conjuring: The Enfield Poltergeist). Terbukti setelah jadwal tayang resminya di antara tanggal 10-17 Juni ternyata masih diperpanjang hingga 24 Juni. Film The Conjuring 2 adalah  film horor supranatural Amerika Tahun 2016 yang disutradarai oleh James Wan dan ditulis oleh Carey Hayes, Chad Hayes, Wan dan David Leslie Johnson. Ini adalah sekuel 2013 Film The Conjuring yang ditayangkan tahun 2013 lalu dan serial kedua dari serial film The Conjuring. Ada yang menarik saat menyaksikan film ini di wilayah dengan “Ngapak Culture” (Budaya bahasa Ngapak yang tersebar di wilayah Banyumas dan Purwokerto. Selengkapnya dapat membaca Budiono Herusatoto, Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa dan Watak: Yogyakarta, LKiS 2008) yaitu Purwokerto tinimbang di Yogyakarta sebagaimana biasanya saya meluangkan waktu menyaksikan beberapa film yang saya minati (seputar tema sejarah Indonesia dan horor supranatural luar negeri).

Jika saya menonton di Yogyakarta khususnya adegan-adegan “horrible” (menakutkan) akan terasa suasana mencekam tersebut karena biasanya penonton akan mengikuti alur emosi secara natural. Maksud saya jika tiba adegan mencekam benar-benar akan ada teriakan kecil atau terkejut. Namun berbeda saat saya menyaksikan di tengah “Ngapak Culture” dan hampir mayoritas remaja putri di suasana liburan dan bertepatan dengan saatu Bulan Ramadhan kali ini. Setiap adegan-adegan yang mencekam dan mengejutkan muncul beberapa kali dalam film ini seperti kemunculan tiba-tiba sosok di balik kegelapan atau hentakkan pintu yang terbanting tiba-tiba.

Setiap penonton hampir semua akan berteriak tercekam namun disambut dengan segera dengan tawa riuh menertawakan ketakutan mereka sendiri tentunya dan memaki adegan yang mengagetkan tersebut. Alih-alih penonton disergap rasa takut dan mencekam justru film horor supranatural Conjuring 2 justru seperti film horor semi lawakan. Jika sepulang menyaksikan film bertemakan “something hhorible” biasanya kita masih larut dan terbawa suasana mencekam namun kali ini justru berbeda dan saya bersama istri malah lebih banyak membicarakan keunikkan dan keasyikkan tersendiri menonton film horor di wilayah “Ngapak Culture”.

 Differentiating Factor (Faktor Pembeda) Dalam Film “The Conjuring 2”

 Sebagai penikmat film, saya menilai film The Conjuring dan The Conjuring 2 memang berbeda dari beberapa film horor asing yang sudah ada. Penilaian subyektif saya ini mungkin lebih dikarenakan saya merasa ada “hubungan emosional” karena saya dan istri adalah praktisi exorcisme yang sudah saya jalani sejak akhir 1990-an sehingga film yang diangkat dari kisah nyata ini cukup baik dalam menyampaikan informasi pada publik perihal aktifitas demonik yang sungguh nyata di sekitar kita. Dan bukan hanya perihal kisah nyata yang bersifat informatif perihal aktifitas demonik, film ini selalu menampilkan solusi religius dalam menangani aktifitas demonik disertai observasi yang melibatkan benda-benda elektronik beresolusi tinggi di zamannya baik alat rekam dan kamera serta pencari gelombang suara yang peka.

Dan tokoh utama dalam film ini yaitu Ed Warren (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga) hampir selalu diperlihatkan memiliki hubungan personal dengan Tuhan melalui sejumlah adegan pembacaan Kitab Suci sebagai bahan renungan pribadi oleh Lorainne Warren atau formula exorcisme (pengusiran aktifitas demonik) melalui doa-doa Biblikal seperti “Dalam nama Bapa, Putra, Roh Kudus” atau penggunaan simbol salib. Perihal aktivitas Ed Warren (Alm) dan Lorraine Warren sebagai demonolog dan exorcist di The New England Society for Psychic Research yang didirikan sejak tahun 1952 dapat dilihat dalam website mereka (The New England Society For Psychic Research - http://www.warrens.net/index.html).

 Berbeda dengan hampir kebanyakan film horor asing lainnya yang kerap menonjolkan aspek “seram”, “kejam”, “misterius”, “aktifitas roh jahat yang tidak tertanggulangi”, “peran lemah para rohaniawan”, maka film The Conjuring dan The Conjuring 2 lebih menekankan solusi religius yang berahir dengan kemenangan terhadap kuasa-kuasa demonik. Oleh karenanya saya sungguh tidak sepakat ketika ada beberapa kecaman kecil dari sekelompok fanatikus agama (khususnya Kekristenan) agar tidak menonton film tersebut dikarenakan sejumlah alasan yang tidak masuk akal al., “dosa mata” dengan mengutip Matius 6:22-23 lalu paranoia perihal “transfer spirit” serta “film-film horor telah dipersembahkan untuk Satan” dll.

Jika menonton film adalah dosa mata, maka selayaknya kitapun tidak perlu pergi keluar rumah dan berinteraksi sosial dengan siapapun karena kehidupan sosial yang kita jumpai setiap hari adalah "film yang nyata" sementara film-film di layar lebar hanyalah "dramatisasi kenyataan hidup" baik untuk tujuan hiburan ataupun pelajaran. Bagi saya, sebagai penikmat film dan praktisi Exorcisme, menyaksikan film khususnya bertema sejarah dan fenomena supranatural yang didasarkan kisah nyata, adalah sebuah kegiatan apreasi seni layar lebar sekaligus sebagai sebuah pengayaan penanganan sebuah kasus tinimbang membuat klaim berlebihan dan paranoid dengan menghubung-hubungkan dengan sebuah realitas yang tidak sebanding.

 Sinopsis Film “The Conjuring 2” atau “The Conjuring: The Enfield Poltergeist”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline