Lihat ke Halaman Asli

Krisis Identitas di Usia Remaja

Diperbarui: 2 Maret 2021   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Remaja tidak disebut lagi anak-anak karena biasanya para remaja sudah memiliki keinginan tersendiri yang kemungkinan berbeda ketika para remaja tersebut masih anak-anak. Apa yang kita pikirkan maupun kita bicarakan pun sudah berbeda. Akan tetapi, bukan berarti para remaja sudah bisa disebut dewasa karena para remaja belum bisa bertanggung jawab secara penuh.

Usia remaja  disebut sebagai masa dimana kita mencari atau membentuk identitas diri kita. Identitas diri merupakan kesadaran mengenai diri sendiri yang bisa diperoleh individu dari penilaian terhadap dirinya. Namun, membentuk identitas diri ini tidaklah mudah karena akan melalui perdebatan atau pertanyaan yang akan muncul nantinya. Tak jarang, kebingungan ketika memikirkan " Sebenarnya cita-citaku apa, ya?" atau menentukan tujuan hidup kita nantinya. Bahkan memikirkan apa yang harus kita lakukan agar kita berguna.

Apabila mengalami hal seperti itu dapat dikatakan sebagai krisis identitas. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh seorang psikoanalisis sekaligus psikolog perkembangan, yaitu Erik Erison. Krisis identitas ini merupakan tahap untuk membuat keputusan terhadap permasalahan penting yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai identitas dirinya.

Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa diri, atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan sosial. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka mendefinisikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. Seorang dengan rasa identitas yang kuat akan terintegrasi bukan terbelah ( Erikson, 1963)

Sebagai contoh, hal ini banyak dialami oleh siswa-siswi kelas 12 SMA. Karena setelah itu, mereka harus menentukan langkah apa yang akan mereka ambil dan bagaimana mereka menggapai hal tersebut. Mereka harus menentukan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja.

Walau begitu, bukan berarti berhenti sampai disitu saja. Jika kita memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, kita  harus memikirkan program studi apa yang akan kita ambil, universitas mana yang akan kita tuju. Saat memilih untuk bekerja pun, tentukan akan bekerja di mana dan menjadi apa.

Terdapat beberapa penyebab mengapa krisis identitas ini terjadi, yaitu;

Pertama, orang tua yang membuat remaja merasa tertekan. Biasanya orang tua menjadi alasan utama seorang remaja merasa tertekan. Hal ini dikarenakan kebanyakan orang tua menuntut anak menjadi apa yang mereka inginkan. Orang tua selalu merasa jika hal yang mereka inginkan itu merupakan sebuah keputusan yang tepat untuk mereka. Padahal tidak semua seperti itu.

Kedua, perselisihan antar saudara. Hal ini dapat menimbulkan rasa iri hati bahkan kedua orang tua yang memperlakukan satu sama lain berbeda. Seperti si A yang lebih unggul dari si B.  Remaja cenderung akan mencari ketenangan di luar rumah.

Ketiga, lemah kepribadian. Memperlihatkan rasa kurang percaya diri, kekecewaan, gangguan emosi, dan kehendak serta cara berpikir yang keliru sehingga para remaja seringkali mudah menyerah, dan daya juang yang masih kurang, ketekunan dalam belajar mengatasi masalah pun masih kurang.

Keempat, kurangnya rasa ingin tahu.Kebanyakan kita sebagai remaja cenderung kebingungan dan bertanya-tanya sendiri. Akan tetapi, kita tidak mencari solusi dari kebingungan yang kita alami tersebut. Bahkan tidak mengenali diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline