Lihat ke Halaman Asli

Shella Widia Arum

Mahasiswa Universitas Sriwijaya

Kolaborasi Keluarga dan Perguruan Tinggi dalam Membentuk Karakter Mahasiswa

Diperbarui: 6 Desember 2024   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Pendidikan karakter adalah salah satu pilar penting dalam menciptakan generasi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki moralitas dan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Karakter menjadi elemen pembeda yang membentuk kepribadian seseorang di tengah kompleksitas sosial. Dalam konteks ini, pendidikan formal di kampus dan pendidikan informal yang berasal dari keluarga memiliki peran yang saling melengkapi.

Karakter seseorang mulai dibentuk sejak usia dini melalui pengaruh keluarga, khususnya orang tua. Rumah menjadi "sekolah pertama" yang membangun fondasi karakter seorang anak. Menurut Kemdikbud, pendidikan karakter adalah upaya menanamkan nilai-nilai seperti disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab secara holistik yang melibatkan aspek intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Nilai-nilai ini ditanamkan melalui berbagai metode seperti keteladanan, pembiasaan, dan komunikasi yang efektif.

Sebagai contoh, orang tua yang menunjukkan perilaku positif seperti empati, kejujuran, dan disiplin, secara tidak langsung mengajarkan anak-anak untuk meniru perilaku tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak cenderung belajar lebih efektif melalui observasi ketimbang hanya melalui instruksi verbal. Keteladanan ini menjadi fondasi penting yang akan terus dibawa hingga dewasa.

Kampus sebagai institusi formal memiliki tanggung jawab besar untuk melanjutkan pembentukan karakter yang telah dimulai di rumah. Melalui aktivitas organisasi, diskusi akademik, dan kegiatan sosial, mahasiswa didorong untuk mengasah kemampuan berpikir kritis, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, serta memperkuat integritas pribadi. Misalnya, mahasiswa yang aktif dalam organisasi sering kali belajar tentang kepemimpinan, kerja sama tim, dan empati terhadap sesama.

Namun, pengalaman menunjukkan bahwa kekuatan karakter seseorang di kampus sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang telah ditanamkan di rumah. Ketika seseorang telah memiliki dasar karakter yang kuat, kampus hanya perlu memperkuatnya. Sebaliknya, jika nilai-nilai tersebut belum terbentuk, proses pembentukan karakter di kampus akan memakan waktu lebih lama.

Kolaborasi antara orang tua dan kampus menjadi kunci keberhasilan pendidikan karakter. Orang tua dapat terus memberikan dukungan emosional dan memantau perkembangan anak, sementara kampus berfokus pada pengembangan kemampuan intelektual dan sosial.

 Dalam hal ini, ada beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan:

1. Keteladanan Orang Tua. Orang tua yang konsisten menunjukkan perilaku positif menjadi contoh nyata bagi anak-anak. Misalnya, memperlihatkan kejujuran dalam tindakan sehari-hari akan membuat anak memahami pentingnya integritas.

2. Pembiasaan Nilai Positif di Rumah. Kebiasaan sederhana seperti mengucapkan terima kasih, meminta maaf, atau menghormati orang lain dapat memperkuat moral anak sejak dini. Pembiasaan ini menjadi landasan penting yang mendukung perkembangan karakter di kampus.

3. Penguatan Positif. Memberikan apresiasi atas perilaku baik anak membantu memperkuat kebiasaan tersebut. Hal ini mendorong anak untuk terus mempertahankan nilai-nilai yang telah diajarkan.

4. Komunikasi Terbuka. Dialog yang sehat antara orang tua dan anak membantu menciptakan rasa aman dan mendukung. Anak-anak yang merasa didengar akan lebih mudah menyerap nilai-nilai yang diajarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline