Jurnalisme sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari yang melekat. Pemberitaan dan informasi tentu saja banyak dikelola dan disebarkan melalui adanya jurnalisme.
Perkembangan zaman yang pesat juga tentu saja menjadi salah satu faktor dimana jurnalisme turut ikut berkembang dengan banyaknya fitur-fitur baru yang membuat setiap perusahaan ingin terus meningkatkan kemampuannya.
Perusahaan-perusahaan media cetak yang mencapai puncak kejayaan dengan banyaknya cetakan yang dihasilkan perlahan mulai tergerus dengan digitalisasi.
Bentuk-bentuk dari digitalisasi tentu saja mempengaruhi banyak sekali bentuk output dari masing-masing perusahaan media. Hal ini membuat seluruh media ikut berlomba untuk menghasilkan produk-produk terbaik dalam bentuk berbagai macam media.
Tempo dan Perkembangannya
Pada awalnya, Tempo didirikan oleh enam wartawan yaitu Goenawan Mohamad, Harjoko Trisnadi, Fikri Jufri, Lukman Setiawan, Usamah, dan Christianto Wibisono pada 1971.
Enam wartawan tersebut berunding dan ingin menghasilkan produk sendiri dalam bidang jurnalisme dan pers. Namun, dibalik usahanya terdapat beberapa kendala.
Kendala awal yang dialami ada pada bagian finansial, dimana mereka mengalami kekurangan dana untuk membuka perusahaan. Hal ini ditanggapi oleh Ciputra, sehingga diadakan rapat dan menghasilkan keputusan dimana akhirnya mereka dapat membangun Tempo.
Pada awal terbit, di volume pertamanya Tempo telah menjual sebanyak 10,000 eskemplar dan pada volume kedua mendapat kenaikan menjadi 15,000 eksemplar. Menepis keraguan bahwa majalah Tempo tidak laku, rupanya pada volume ke-10 telah terjual sebanyak 100,000 eksemplar.
Pembredelan