Apa itu Angklung?
Angklung ialah alat musik tradisional berbahan dasar bambu yang berasal dari Jawa Barat. Kata angklung berasal dari bahasa Sunda “angkleung-angkleung” yang berarti gerakan pemain dengan mengikuti irama dan “klung” merupakan suara yang dihasilkan dari instrument musiknya.
Angklung dikelompokkan menjadi angklung tradisional dan modern. Dalam sejarah tradisi Sunda, angklung digunakan untuk memanggil Dewi Sri yang dikenal dengan lambang kemakmuran agar memberikan berkahnya pada tanaman padi guna menyejahterakan masyarakat.
Angklung terus mengalami perkembangan yang disertai dengan adanya inovasi baru dari tokoh Daeng Soetigna melalui tangga nada yang dibuatnya. Dari sinilah, angklung mulai dikenal oleh banyak orang. Hingga pada tahun 2010, UNESCO menetapkan angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia.
Angklung berhasil meraih kepopuleran diberbagai penjuru dunia, salah satunya di Singapura sejak awal tahun enam puluhan. Hal ini terjadi atas berkat seorang guru musik Indonesia yang berupaya menyebarluaskan alat musik angklung melalui pengajarannya di bawah program pertukaran budaya antara Indonesia dan Singapura (Koh, L. T., 2005).
Program pertukaran budaya antarnegara merupakan kesempatan emas bagi kita untuk dapat memperkenalkan setiap budaya unik yang kita miliki. Di sisi lain, kita juga akan mendapatkan pembelajaran baru terkait budaya yang dimiliki oleh negara lain. Namun menurut saya, bagaimana kita bisa terus membawa budaya itu tetap berada di atas dan dikenal adalah hal yang sulit karena budaya popular memiliki sifat yang dinamis.
Perihal mempertahankan pastinya akan selalu menjadi tantangan dalam menjaga eksistensi suatu hal. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran inovatif dan kreatif sebagai proses upaya yang harus diperjuangkan secara berkesinambungan agar mampu mempertahankannya.
Dasar konstruksi dan reproduksi budaya terbentuk karena adanya suatu usaha dalam menghadirkan masa lalu ke dalam kehidupan saat ini. Suatu budaya terbentuk karena adanya proses memperjuangkan secara terus berkelanjutan dengan proses pemaknaan dalam kajian budaya (Arybowo, S., 2010).
Pembentuk Keseimbangan Sosial
Tokoh Meghan Hyson melakukan penelitian terkait perkembangan pengajaran angklung yang telah menjadikan alat musik sebagai alat yang efektif pada pendidikan musik dan diplomasi budaya “soft power” Indonesia. Dimana model pendidikan musik yang dilakukan menjadi sarana yang dapat dijangkau dengan mudah dan upaya untuk melakukan kerjasama dengan cara yang damai atau soft power (Hyson, M., 2017).