Lihat ke Halaman Asli

Shely Lestari Wijaya

Mahasiswa Universitas Padjadjaran Prodi Sastra Arab

All In One Village, Cikondang Village in South Bandung

Diperbarui: 14 November 2021   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

img-4306-jpg-6190d11253e2c3017372ee42.jpg

Bandung memang tak pernah ada habisnya jika kita berbicara mengenai wisata, ia selalu memiliki segudang surga dunia yang membuat takjub makhluk bumi. Kampung Cikondang, adalah salah satunya. Kampung yang memiliki banyak keunikan tersembunyi yang belum banyak diketahui orang - orang. Di dalamnya terdapat banyak potensi wisata yang sudah dipertahankan dan dikembangkan. Wisata budaya, sejarah, alam, edukasi, bahkan religi ada dalam satu tempat ini. Cikondang sendiri menurut juru kuncinya yang bernama Abah Anom memiliki arti terkenal atau kampung/desa yang sudah terkenal.

Rumah Adat Cikondang adalah icon dari Desa Lamajang yang memuat wisata budaya, sejarah, edukasi, dan religi. Serta satu - satunya rumah adat yang berada di kawasan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Terdapat banyak rumah adat yang sudah berdiri sekitar 200 tahun, namun pada tahun 1942 terjadi peristiwa kebakaran besar yang mengakibatkan hampir seluruh rumah adat terbakar, dan saat ini hanya tersisa satu saja milik Abah Anom Samsa di lahan seluas 3 hektar yang sampai saat ini dijadikan rumah adat oleh penduduk sekitar.

Tak hanya itu, Rumah Adat Cikondang pun mempunyai struktur rumah yang memiliki arti tersendiri seperti 1 pintu yang berarti "datang ti Allah, mulang ka Allah" atau datang dari tuhan, kembali juga kepada tuhan, dan 5 jendela yang berarti lima rukun islam sebagai kepercayaan umat islam. Dan sebelum memasuki Rumah Adat Cikondang kita perlu mengucapkan  "bismillahirrahmanirrahim" dan mulai melangkah masuk dengan kaki kanan. Dalam rumah adat ini kita tidak akan menemukan listrik, karena memang sudah sejak dahulu tidak memakai listrik tetapi menggunakan barang dan alat tradisional.

Rumah adat ini juga digunakan oleh penduduk sekitar untuk melakukan berbagai macam ritual salah satunya ialah ritual yang dilakukan setiap tanggal 15 Muharram. Ritual tersebut bertujuan untuk pembersihan dari segala marabahaya atau bencana dengan pembacaan doa serta bersyukur untuk menyambut tahun baru. Dan memulai persiapan ritual di tanggal 1 sampai 14 Muharram seperti menumbuk beras menggunakan alat tradisional bernama lisung, memasak masakan tradisional, dan lain - lain. Lalu, mereka juga mempunyai sebuah alat yang dapat menghitung pergantian tahun dan tanggal dengan sistem perhitungan tertentu.

Tak jauh dari Rumah Adat Cikondang, terdapat pula sebuah hutan dengan luas sekitar 1 hektar bernama Hutan Larangan. Untuk memasuki hutan ini, orang yang berkunjung baik wisatawan atau penduduk sekitar diharuskan untuk melepas alas kaki dan masuk dengan kaki kanan terlebih dahulu. Dan hutan ini tidak bisa dikunjungi setiap hari melainkan hanya bisa dikunjungi pada hari senin, rabu, kamis, dan minggu. Serta hanya orang yang beragama islam dan wanita yang tidak sedang menstruasi diperbolehkan masuk.

Hutan Larangan juga disebut - sebut sebagai hutan yang keramat karena terdapat sebuah pohon melati purba berusia 300 tahun dan apabila melati purba ini mekar, aroma wanginya akan menyebar sampai ke seluruh area kampung. Demi menjaga kelestarian pohon ini, maka setiap pengunjung haruslah mematuhi segala aturan yang ada di lingkungan Rumah Adat Cikondang ini.


img-2728-jpg-6190d14906310e2d2e64edb2.jpg

img-2716-jpg-6190d1536b07c564402a7603.jpg

Lalu, terdapat wisata budaya yang lainnya yaitu Karinding dan Beluk. Karinding adalah sebuah kesenian alat musik tradisional yang berasal dari Kampung Cikondang. Sedangkan beluk adalah kesenian vokal atau nyanyian yang dimainkan oleh dua orang atau lebih dengan satu orang membacakan naskah, dan yang lainnya menyanyi. Nyanyian yang biasa dinyanyikan ialah pupuh sinom, kinanti, dan lain - lain.

Banyak sekali keunikan, kebudayaan, serta keindahan alam yang tidak kita ketahui. Ini melambangkan bahwa kita sebagai warga Indonesia sudah mulai melupakan keragaman budaya yang ada di negeri ini, Maka dari itu, kita sebagai makhluk hidup dan insan pariwisata haruslah melestarikan budaya - budaya yang sudah diturunkan dari para leluhur dengan menghidupkan semangat berbudaya, serta bangga akan keindahan dan pariwisata Indonesia itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline