Idul Adha adalah salah satu momentum yang sangat dinantikan oleh umat muslim di seluruh penjuru dunia, khususnya di Indonesia, dan sebentar lagi kita akan kembali merayakannya. Idul adha jatuh setiap tanggal 10 Dzhulhijjah, untuk tahun ini tepatnya Senin, tanggal 17 Juni 2024 besok. Datangnya idul adha sangatlah identik dengan waktu ibadah haji dan hari raya penyembelihan hewan kurban. Sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surah Al-Kautsar ayat 1&2, dimana bentuk ketaatan umatnya adalah ketika dia mendapatkan kenikmatan yang melimpah maka ia mampu untuk mendirikan shalat dan berkurban. Dan dengan merayakan idul adha, kita bisa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Umat muslim sudah seharusnya tahu sejarah ibadah kurban tidak lepas dari kisah yang dialami oleh salah satu teladan kita, Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Dimana suatu hari Nabi Ibrahim bermimpi diperintahkan untuk menyembelih putranya sendiri yakni Nabi Ismail, yang membuat Nabi Ibrahim sempat tidak percaya. Namun, hingga berulang tiga kali Nabi Ibrahim masih memimpikan hal serupa. Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya tersebut kepada Nabi Ismail. Nabi Ibrahim sangat yakin bahwa mimpi tersebut datangnya dari Allah SWT, dan karena ketaatan kepada Allah SWT, ia harus melaksanakannya. Dan Nabi Ismail berkata bahwa mimpi tersebut merupakan perintah Allah SWT dan ia mengaku tabah dan sabar serta bersedia untuk disembelih.
Tiba di hari saat Nabi Ismail akan disembelih oleh ayahnya, Nabi Ibrahim. Ketika keduanya telah berserah diri dan Nabi Ibrahim membaringkan anaknya, yang berdiam diri tanpa penolakan, malaikat Jibril datang dan menggantinya dengan seekor domba besar, sebagai tebusan atas kebaikan Nabi Ibrahim AS. Yang hingga saat ini menjadi kewajiban bagi umat muslim yang telah mampu untuk menunaikannya.
Hablum Minallah dan Hablum Minannas
Berkurban merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang berkaitan dengan Hablum Minallah (hubungan manusia dengan Allah SWT), yang disyariatkan dan diperintahkan dalam Al-Qur'an. Dalam hal ini, berkurban menjadi bukti ketaatan, pengorbanan dan penghambaan seorang umat kepada Allah SWT. Dengan berkurban, umat muslim mengungkapkan rasa syukurnya atas kelimpahan nikmat yang telah diberikan. Bersyukur menjadi cara untuk menunjukkan kecintaan umat muslim kepada Allah SWT, karena dengan bersyukur Allah SWT akan memberikan balasan yang lebih, karena Allah memuliakan orang-orang yang bersyukur atas nikmat-Nya.
Selain berkaitan dengan hablum minallah, berkurban juga sangat erat kaitannya dengan hablum minannas (hubungan antar manusia). Setelah menyembelih hewan kurban, tentu saja akan dibagikan dagingnya kepada tetangga, kerabat, dan khususnya orang-orang yang kurang mampu, yang untuk membeli beras saja kesusahan apalagi membeli daging. Maka salah satu manfaat dari berkurban adalah mempererat tali silaturahmi antar sesama, agar yang kurang mampu juga ikut merasakan kenikmatan idul adha. Bukan hanya saat berbagi daging kurban kepada orang lain saja yang akan memunculkan rasa kebersamaan, namun juga saat orang-orang yang berkecimpung sebagai panitia penyembelihan hewan kurban saling berkoordinasi dan bergotongroyong dari proses penyembelihan hingga pendistribusian juga akan mempererat dan memperdalam pondasi silaturahmi tanpa sadar.
Penyucian Harta dan Jiwa
Idul Adha dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah dan tiga hari setelahnya, yakni tanggal 11, 12, maupun 13 Dzulhijjah (hari tasyrik), menjadi salah satu ibadah yang disukai dan dimuliakan oleh Allah SWT. Dengan menyembelih hewan kurban baik unta, sapi, kambing ataupun domba. Mayoritas umat muslim di Indonesia lebih sering menggunakan sapi dan kambing sebagai hewan kurban. Karena berkurban hewan sapi bisa untuk mewakili 7 jiwa, sedangkan kambing hanya untuk 1 jiwa. Yang memang harganya lumayan mahal bagi orang kurang mampu, sehingga dapat menghemat biaya yang dikeluarkan.
Bagi umat muslim yang mampu, maka patutlah sebagai insan yang bertakwa dan sadar untuk menyisihkan hartanya untuk memberikan kurban di hari raya idul adha. Hal ini, bukan hanya bertujuan untuk berbagi dengan orang-orang yang kurang mampu saja tetapi juga untuk membersihkan harta yang bukan hak sekaligus menyucikan jiwa dari berbagai macam penyakit hati, seperti kedengkian, pelit dan lainnya. Karena harta yang telah dibersihkan dan jiwa yang disucikan akan membawa keberkahan dalam hidup umat muslim serta dimampukan secara finansial oleh Allah SWT.
Berkurban Namun Riya'?
Lalu muncul pertanyaan ini, bagaimana faktanya?
Memang kita tidak tahu bagaimana isi hati orang lain, namun akan menjadi hal yang buruk dan mendatangkan mudharat bagi diri sendiri jika berkurban dengan niat riya' benar-benar terjadi. Dalam menempatkan ibadah yang memiliki nilai sangat tinggi di sisi Allah SWT, maka harus dilakukan dengan keikhlasan dan ketulusan, bukan karena riya' atau pamer. Berkurban menjadi salah satunya, sehingga ketika seseorang hendak berkurban harus dilakukan dengan niat tulus dan ikhlas karena Allah SWT, sebagai bentuk kedekatan dan kepatuhan umat kepada sang pencipta.
Riya' berarti melakukan amal perbuatan dengan tujuan untuk mendapatkan pujian, penghargaan ataupun pengakuan dari orang lain. Bukan hal yang tidak mungkin seseorang berkurban dengan tujuan hanya untuk dilihat, dan dipuji tetangganya atau orang-orang di lingkungan sekitarnya. Dengan sengaja berkurban lebih dari seekor sapi atau kambing, untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa dirinya kaya raya. Maka hal-hal seperti inilah yang akan merusak nilai ibadah seseorang.
Dalam kehidupan nyata, masih terjadi hingga hari ini ketika pelaksanaan shalat idul adha di masjid-masjid disiarkan nama-nama para penyumbang hewan kurban. Hal ini menjadi sorotan, apakah hal tersebut termasuk kedalam perbuatan riya' atau tidak. Yang penulis ketahui bahwa menyiarkan nama-nama penyumbang hewan kurban diperbolehkan, asalkan salah satu tujuannya tidak berdampak buruk kepada orang yang disebutkan, seperti menyebabkan jumawa. Maksudnya, ketika orang yang berkurban disiarkan namanya melalui pengeras suara, di dalam hatinya tidak muncul rasa membanggakan diri sendiri dan riya', melainkan sebagai penyemangat atau teladan kepada orang lain yang mendengar untuk berbuat kebajikan serupa maka hal tersebut diperbolehkan.
Bagi orang-orang yang memiliki keinginan untuk berkurban di tahun ini, alangkah baiknya untuk selalu meluruskan niat di dalam hati, agar amal ibadah yang dilakukan hanya dengan niat karena Allah Ta'ala. Apabila dalam hatinya terdapat sepercik sifat riya', maka nilai ibadahnya untuk berkurban menjadi rusak karena niatnya yang tidak jujur. Rasulullah bersabda bahwa orang yang berbuat riya' akan mendapatkan balasan yang setimpal di hari kiamat nanti. Sehingga perlu untuk ditanamkan di dalam hati bahwa menjaga keikhlasan dan menyucikan niat dalam beribadah hanya karena Allah SWT.
Dalam berkurban yang kita andalkan adalah keikhlasan dan ketulusan hati sebagai hamba yang bertakwa, agar segala kenikmatan baik dalam bentuk harta atau kesuksesan dapat membawa manfaat bagi kehidupan yang sedang dijalani. Boleh saja setiap tahun berkurban sapi atau kambing, asalkan niat dalam hatinya lurus untuk beribadah karena Allah SWT.
Maka dari itu, menjaga kesucian niat dalam menjalankan amal ibadah menjadi sebuah urgensi. Bagaimana caranya? Dengan memperbanyak dzikir, berdoa memohon perlindungan dari sifat riya' dan sum'ah, selalu muhasabah diri, mempelajari ilmu agama secara mendalam bersama orang yang tepat, menjauhi sumber-sumber yang dapat memunculkan sifat riya' dan sebagainya.
Dengan begitu, esensi dari ibadah kurban pada hari raya idul adha tetap dapat dirasakan dan dilaksanakan oleh seluruh umat muslim. Dari sini, barulah kita bisa merayakan idul adha yang penuh vitalitas keimanan, kebersamaan umat dan kenusantaraan. Semoga kita bisa merayakan kembali kemenangan idul adha di tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya. Selamat idul adha 1445 H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H