Lihat ke Halaman Asli

Lika Liku LGBT

Diperbarui: 17 Juni 2021   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Di Indonesia LGBT masih menjadi Pro dan Kontra. Bahkan dalam RUU Ketahanan Keluarga mendefinsikan LGBT sebagai bentuk penyimpangan seksual. Hal itu tertuang pada Pasal 85 RUU yang mengatur Ketahanan Keluarga tentang krisis keluarga. Dalam Pasal 85 inilah yang membahas penanganan krisis keluarga dikarenakan penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual itu meiliputi:

  • Sadisme, yaitu cara seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.
  • Masochisme, cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
  • Homosex dan Lesbian, yaitu masalah identitas sosial dimana seseorang mencintai atau menyayangi sesama jenisnya.
  • Incest, yaitu hubungan seksual yang terjadi antara seseorang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

Pasal dalam RUU tersebut membuat sebagian orang merasa bahwa Pasal 85 ini bersinggungan dengan HAM yang dimiliki setiap manusia. Bahkan sudah disebutkan, bahwa polemik LGBT ini harus disudahi. Karena semua fraksi di parlemen menyatakan sepakat menolak perilaku penyimpangan seksual, dimana perilaku tersebut tidak sesuai dengan norma agama dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Namun, dalam penuturan Menteri Kesehatan RI Nila Djuwita F Moeloek, ia mengatakan "Dari sisi kesehatan, LGBT itu adalah masalah kejiwaan. Beda dengan gangguan kejiwaan. Mengapa? Karena kalau gangguan kejiwaan, mereka yang tergabung di dalamnya tidak bisa berinteraksi."

Menyinggung soal HAM, Kejaksaan Agung bahkan menolak kelompok LGBT menjadi calon pegawai negeri di instansi negara. Padahal jika sudah menyangkut HAM, kita tidak boleh berlaku diskriminasi. Terlebih, mendiskiriminasi seseorang untuk memperoleh haknya menjalankan kehidupan, sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 A yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya." Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional dan HAM dari Universitas Padjadjaran Atip Latiful Hayat menilai Kejaksaan Agung tidak melakukan kekeliruan ketika melontarkan kebijakan untuk menolak CPNS dengan orientasi seksual LGBT. Jadi akan bagaimana lagi polemik LGBT ini akan berlanjut?

Dalam menyikapi hal itu memang di negara Indonesia LGBT bukanlah suatu hal yang lumrah, dimana Indonesia sangat kental budayanya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang sudah diwariskan sejak dulu. Selain itu Indonesia juga sangat kuat ajaran agamanya. Hal itu yang menimbulkan kontra dalam LGBT, dan melabeli LGBT sebagai bentuk dari perilaku penyimpangan. Sebenarnya jika menyangkut identitas seksual itu bukan lagi ranah publik untuk mencampuri, sebab identitas seksual adalah hak milik mereka yang mutlak bersifat pribadi, terlepas agama yang dianutnya dan budaya yang dijunjungnya.

Untuk menyudahi banyaknya pro dan kontra, tetaplah sebagai manusia harus saling menghargai dan tidak mengujar kebencian sesama manusia  hanya karena identitas seksualnya yang menyimpang.

Sumber bacaan: 

JPNN.com. 2019. "Kejaksaan Agung Tolak LGBT, Begini Respons Komnas HAM", https://www.jpnn.com/

Kompas.com. 2020. "LGBT Dianggap Penyimpangan Seksual dalam RUU Ketahanan Keluarga", https://nasional.kompas.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline