Reaksi alergi akibat obat merupakan suatu efek samping obat yang tidak terduga pada konsumsi obat dengan dosis yang biasanya dapat ditoleransi. Reaksi alergi akibat obat muncul beberapa jam setelah obat dikonsumsi.
Gejala yang timbul berupa urtikaria (kemerahan), angioedema (bengkak, biasa pada bibir), konjungtivitis (mata merah dan bengkak), bronkospasme (sesak nafas), dan anafilaktik syok (gejala yang paling membahayakan jiwa). Reaksi alergi obat dan anafilaktik syok sering disebabkan oleh obat golongan analgesik, antibiotik, obat kemoterapi, kontras media, antiinflamasi non steroid (AINS) dan proton pump inhibitor. Beberapa obat yang baru-baru ini disinyalir menimbulkan anafilaktik syok adalah obat yang mengandung alfa-gal (cetuximab) dan olaparib (obat kemoterapi), serta obat yang mengandung polietilenglikol atau metilselulose.
Prevalensi terjadinya anafilaktik syok diperkirakan 50-112 kejadian dari 100.000 orang tiap tahun. Berdasarkan data yang didapat dari kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat dan rawat inap rumah sakit, golongan obat yang paling sering menimbulkan reaksi hipersensitivitas adalah golongan antibiotik seperti penisilin, sefalosporin, sulfonamid, golongan AINS, serta kontras media untuk pemeriksaan radiologi.
Alergi obat sering terjadi pada orang dewasa usia pertengahan dengan frekwensi terjadi lebih banyak pada wanita. Penderita polimorfisme dan HIV juga rentan menderita alergi terhadap obat. Pemberian obat secara topikal, intramuskular, dan intravena lebih berpotensi menimbulkan reaksi alergi. Diagnosis alergi akibat obat membutuhkan riwayat terjadinya alergi, gejala fisik yang timbul, serta waktu terjadinya reaksi alergi. Selain itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti skin test (prick test). Jika pasien disuspek alergi obat, maka diperlukan evaluasi lebih lanjut oleh spesialis alergi.
Tata laksana kasus reaksi alergi akibat obat adalah dengan menghentikan pemberian obat yang disuspek menimbulkan alergi. Pemberian antihistamin oral dan kortikosteroid secara topikal dapat mengatasi gejala pada kulit. Untuk menghindari terjadinya reaksi alergi akibat kontras media, dapat diberikan antihistamin dan kortikosteroid dan sebelum pemberian kontras. Sedangkan untuk anafilaktik syok dapat diberikan epinefrin secara intramuskular. Setiap kasus anafilaktik, pasien dirujuk ke dokter spesialis untuk mengetahui faktor penyebab dan untuk mencegah terjadinya reaksi alergi obat di masa mendatang. Pasien juga diberi daftar nama obat yang dapat menimbulkan alergi pada dirinya dan ditulis juga pada rekam medik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H