"Dokk... tolong dok... istri saya sesak nafas." Datanglah seorang ibu yang didorong dengan kursi roda memasuki pintu IGD bersama seorang pria dewasa dan anak kecil. Sang ibu tampak nafasnya begitu tersengal-sengal. Kami tim dokter segera melakukan tindakan terhadap ibu tersebut.
Anak kecil ini tampak kebingungan sambil memegang sebotol minyak angin, ia duduk di pojok IGD dan terdiam. Tatapannya yang kosong dan polos ini seakan-akan menceritakan ia tidak tahu apa-apa mengenai apa yang terjadi pada ibunya saat ini.
"Dok.. tolong dok istri saya sedang hamil 7 bulan.. ini anak ketiga kami.. sebelumnya istri saya keguguran.. tolong dok selamatkan istri dan anak saya." Keadaan ibu ini semakin lama semakin memburuk. Jarum demi jarum kami tusukkan ke tubuh ibu ini untuk memasukkan cairan infus ataupun obat ke tubuhnya. Namun sulit mendapatkan akses infus.
"Dok.. seharusnya hari ini istri saya kontrol ke poliklinik paru.. 3 hari yang lalu istri saya sesak seperti ini, namun setelahnya membaik dan disuruh kontrol ke poliklinik. Ini semua salah saya. Saya harus kerja cari nafkah sehingga saya tidak membawa istri saya kontrol. Lalu 1 jam yang lalu istri saya mengabarkan saya dok kalau ia sesak dan saya segera pulang dan membawanya ke sini dok."
Anak mungil berusia sekitar 5 atau 6 tahun ini berjalan dari pojok IGD menuju ranjang sang ibu. Ia tampak masih bingung akan apa yang terjadi pada ibunya. Ia kemudian memegang jempol kaki ibunya (mungkin itu cara si anak tersebut memberikan semangat pada ibunya). "Bu, nanti malam jadi kan kita ke pasar malam. Ibu sudah janji sama jos mau bawa jos main di sana," katanya.
Sang suami pun lemas saat kami melakukan pemeriksaan denyut jantung pada bayinya dan tidak didapatkan denyut. Berbagai tindakan kegawatdaruratan sudah kami lakukan yang terbaik, tetapi sayangnya Tuhan lebih menyayangi ibu dan janin ini. Sedih rasanya hati ini sebagai tim dokter yang turut menangani, tak kuasa air mata saya menetes namun saya sembunyikan agar tidak menambah kesedihan kepada keluarga pasien. Ya, berat sekali beban mental sebagai dokter, kematian demi kematian terus kami hadapi dan saksikan.
Namun, dengan menyaksikan kematian, saya menjadi percaya bahwa kuasa Tuhan itu besar dan Tuhan yang berkuasa menyembuhkan, kami hanyalah tangan-tangan yang dipakai Tuhan. Percayalah akan takdir, kalau memang belum waktunya dipanggil Tuhan, seberapa buruk keadaannya pasti tidak akan meninggal.
Sang suamipun menangis histeris harus kehilangan istri sekaligus anaknya dalam 1 hari ini, 13 September 2018, hari yang tidak akan pernah terlupakan bagi suami, anak pasien serta kami tim dokter.
Pria kecil ini menatap kebingungan apa yang membuat ayahnya histeris. Ia masih belum paham bahwa ibunya sudah tiada. Kemudian ia hampiri ibunya, ia panggil-panggil ibunya namun tidak menjawabnya. Tak lama kemudian anak ini menangis seakan-akan tak terima mengapa begitu singkat kenanga dirinya bersama sang ibu.
Ya, hidup ini terkadang tidak semulus seperti apa yang kita bayangkan. Tetapi percayalah setiap ujian yang Tuhan berikan pasti akan ada hikmahnya dan Tuhan tidak akan memberikan ujian melampaui kemampuan hambaNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H