Saya baru saja selesai mengurus berkas permohonan pindah penduduk dari Yogyakarta ke Bekasi. Agak berat juga sebetulnya. Bukan karena Bekasi sedang jadi bahan meme negative di cosial media dengan macet, jalan rusah, jauh seperti tinggal di planet, tetapi karena saya harus meninggalkan keramahan kota Jogja tercinta. Duh, semacam gagal move on. :D
Hari Senin sengaja off sehari untuk mengurus segala hal tentang KK dan KTP. Ini perkara hidup dan mati di Indonesia. Hehehe. Berkas surat pindah sudah saya urus di kabupaten Sleman Yogyakarta dalam satu hari selesai dan siap untuk mengurus di Bekasi. Seperti pengalaman sebelumnya mengurus segala hal harus melalui pengantar RT RW, saya pun demikian. Setelah surat pengantar RT, RW ada ditangan, saya pun ke kantor kelurahan tempat tinggal saya sekarang. Semoga semua lancar.
Pas kantor kelurahan buka saya sudah di sana. Ini untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di kantor kelurahan. Baru mau parker sudah Nampak kerumunan di kantor tersebut. Ada yang berdiri, ada yang duduk jika beruntung dapat kursi. Ternyata saya bukan yang pertama, sudah banyak warga di kelurahan. Tidak mengantri, siapa datang langsung berdiri di loket. Kalau beruntung akan ditanya oleh petugas kelurahan. Petugasnya masih muda belia. Mas-mas dan mbak-mbak PNS baru di kelurahan nampaknya.
Saya berdiri di depan loket yang didesain seperti tempat fotocopy, dan menunggu beberapa saat mbak dan mas kelurahan melayani para warga dari depan loket maupun dari belakang. Wah rupanya ada yang sampai masuk ke dalam area pegawai kelurahan. Tapi saya tidak mau ikutan. Suasana jadi makin ramai berdesakan, sudah seperti orang beli nasi uduk. Teriak dulu dari berbagai arah untuk bisa didahulukan. Mbak pegawai kelurahan pun sampai kerepotan melayani satu satu sambil bertanya jawab dengan warga. Tak sedikit warga yang sudah tua. Saya jadi kesulitan membaca nama di name tag nya yang terlalu kecil. Mbak kelurahan sempat meminta mereka bersabar menunggu karena sedang sendirian bertugas, begitu curhatannya kepada warga yang minta cepat semua.
Melihat saya berdiri saja di depan loket menanti disapa oleh petugas, akhirnya seorang mbak kelurahan menyapa saya menanyakan ada keperluan apa. Huft, akhirnya. Saya sampaikan maksud saya dan saya serahkan berkas yang diperlukan. Saya diminta menunggu dipanggil. Sebelum meninggalkan loket, saya pastikan dulu adakah berkas lain yang dibutuhkan. Begitu dijawab cukup, saya lalu bingung mencari tempat menunggu.
Sekitar 45 menit kemudian saya dipanggil, dengan tambahan form lebar sekali untuk dibawa beserta berkas kepindahan ke kecamatan. Mbak kelurahan menanyakan apakah saya sudah membawa foto 2x3, dan menyatakan biaya administrasi Rp. 30,000 di kelurahan. Selesai sudah di kelurahan, saya bersiap ke kecamatan. Yak hujan pun turun pagi-pagi mengiringi perjalanan saya ke kecamatan yang berjarak sekitar 4 km dari kelurahan.
Sampai di kecamatan saya langsung menuju loket lagi dengan tulisan ‘KK, KTP, SURAT PINDAH’ dan disambut lagi oleh para petugas PNS muda-mudi. Tidak seramai di kelurahan tetapi ada saja yang datang mengurus segala keperluan. Untung saja berada dalam ruangan sehingga saat menunggu tidka kena air hujan. Ini jauh lebih baik dari kantor kelurahan. Kantor kecamatan juga sedang renovasi.
Saya langsung ke depan loket seperti meja resepsionis atau malah seperti meja security guard di mall-mall. Saya sampaikan mau mengurus kepindahan dan KK/KTP baru. Di luar dugaan saya, seorang mas kecamatan tiba-tiba menyalahkan saya dan petugas kecamatan. “Wah, salah ini bu, seharusnya gak di sini. Kayak ini ini selesai di kelurahan. Ibu kapan ke kelurahan? Gimana sih ini? Ibu balik lagi aja ke kelurahan..” . Saya berusaha menjawab singkat padat jelas sesuai pertanyaan. Pernyataan mas kecamatan tersebut diamini oleh mas-mas kecamatan dan mbak-mbak kecamatan yang lain, sambil wara-wiri ke ruang seberang. Mereka menanyakan saya bertemu siapa di kelurahan. Mereka juga menyalahkan saya yang mau di suruh ke kecamatan. Wah, sudah diperlakukan seperti warga yang bodoh. Apalagi gaya dan nada bicaranya yang tinggi membuat saya pun merespon. Dengan tenang saya jawab dengan agak panjang lebar. Intinya saya masih yakin ini urusan harus di kecamatan, tidak berhenti di kelurahan. Saya menanyakan nomor telepon kelurahan saya tadi, mereka katanya tidak punya. Saya meminta penjelasana sejak kapan mengurus semua ini tidak ke kecamatan katanya berlaku per hari ini. Ok, saya tidak mau ke kelurahan kecuali dengan membawa salinan peraturan baru yang berlaku per hari ini. Mendengar respon saya, saya pun diminta bertemu atasannya di ruangan gedung sebelah.
Tanpa panjang lebar, saya menemui atasannya, kabag administrasi kependudukan di kecamatan tersebut. Entah apa jabatannya lah saya menebak saja. Begitu saya duduk dan menyampaikan maksud saya, bapak tersebut langsung tahu dan memangil anak buahnya, meminta diproses seperti biasanya. Rupanya terjadi salah paham pada para petugas tersebut. Untuk warga baru jelas harus kek kecamatan karena data baru harus di proses per jenjang. Untuk perpanjangan, bisa selesai di kelurahan. Akhirnya dengan agak malu dan gengsi, mas petugas pun mengambil berkas saya. Saya diminta menunggu.
Sambil duduk menunggu saya berbincang dengan warga lain yang sedang ke kecamatan. Ada yang menyatakan kecewa dengan layanan, ada yang mengeluhkan sikap petugas kecamatan, dan berbagai komentar warga yang saya sempat pikir ternyata memang pegawai kecamatan belum helpful, belum melayani warga dengan baik, apalagi yang muda-muda tidak sopan seperti main-main saja. Ada yang mengatakan kalau KTP nya hilang, dia tidak pelu ke kantor polisi, langsung ke kecamatan saja bayar sejumlah uang, KTP jadi, daripada ribet kesana-kemari. Saya juga melihat beberapa warga diminta ke kelurahan dengan nada tinggi dan agak teriak. Mmm…seperti memanggil dan menyuruh ‘kacung’. Padahal banyak yang sudah sepuh, kenapa warga tidak disambut ramah, dijelaskan dengan sopan..? Rasanya langsung pengen memberikan kuliah tata krama, sopan santun10 SKS ke petugas ini. Hehehe.. Mungkin mereka tidak belajar hospitality, tetapi ini bukan lagi karena kurang pelatihan, bukan hanya salah cara seleksi/rekrutmen PNS, tapi juga salah asuh, kesalahan pendidikan yang didapat di sekolah dan keluarga. Sedih. Kecewa.
Menunggu sambil melihat banyak pegawai kecamatan berseragam bersliweran sambil bercanda, saya juga sempat berpikir apakah mereka tidak ada pekerjaan atau bagaimana. Ada yang duduk-duduk saja pegang handphone, ada yang merokok di atas motor di parkiran sambil bertelepon ria. Duh, mulai bosan. Tanpa dipanggil saya berinisiatif menanyakan proses selanjutnya. Ternyata berkas saya tidak diapa-apakan. Dari tadi mereka dalam kebingungan, selain juga mungkin sebal dengan saya, dan malu serta gengsi menemui saya lagi. Mereka cuma bertanya ke saya mau ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) sendiri atau dititipkan kecamatan. Kata mereka, KK dan KTP jadi dalam 14 hari kerja atau sekitar 3 minggu, itu pun tergantung nanti dari Dukcapil.
Saya jadi ingat dengan hasil browsing saya sebelum mengurus ini, juga ingat tetangga yang bilang kalau mengurus KTP sudah sebulan tidak jadi, begitu ditanyakan ke kecamatan, diminta bayaran lebih kalau mau cepat. Demikian juga saat kita langsung ke dinas Dukcapil, akan sama kondisinya. Saya pun bertanya biaya. Kata petugas tersebut, biaya per KTP/KK adalah Rp.20,000. Kalau mau titip berkas di kecamatan tambah biaya antar saja. Mereka menyampaikan bahwa kecamatan tidak menjamin ketepatan waktu, itu tergantung dari dinas. Harus verifikasi data ke daerah asal juga katanya. Padahal setahu saya, sudah ada sistem informasi kependudukan dan kini mencari dta sudah sangat mudah dengan kecanggihan teknologi bernama internet! Waduh saya sudah mencium aroma bakal lama ini. Sama-sama lama, bukankah sudah tugas pegawai kecamatan mengurus ke dinas kependudukan. Di tempat tinggal asal saya pun sehari bisa selesai urusan membuat KK/KTP baru atau perpanjangan. Pake senyum pula layanannya. Hmm…
Sudah lelah dengan perbincangan dan segala urusan dengan para petugas kecamatan hari ini, saya pun iseng bertanya bisakah semua ini lebih cepat, dan berapa lama paling cepat KK dan KTP bisa selesai. Seorang mbak pegawai kecamatan yang bertugas pun menjawab: 2 hari dengan tarif Rp. 100.000 per KK/KTP…. Dan mbak petugas itu pun menyampaikan sambil berbisik dan malu-malu mulai tersenyum…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H