Lihat ke Halaman Asli

Shabrina Aulia Ramadhani

Mahasiswa di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Akhlak Seorang Da'i

Diperbarui: 28 Mei 2024   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin & Shabrina Aulia Ramadhani
Dosen UIN Syarif Hidauatullah Jakarta & Mahasiswa UIN Jakarta

Akhlak adalah respons yang terjadi secara spontan. Bagi seorang dai, akhlak merupakan reaksi spontan terhadap orang yang didakwahinya (mad'u). Mad'u memiliki berbagai macam perilaku; ada yang menyenangkan, ada yang sibuk dengan dirinya sendiri, dan ada juga yang menantang kesabaran seorang dai.

Allah menegaskan bahwa seorang dai memiliki kemampuan untuk menjadi lembut dan penuh kasih sayang dalam berinteraksi dengan mad'u, tidak peduli dengan kondisi mad'u tersebut. Allah menjanjikan, "Maka berkat rahmat dari Allah kamu menjadi lemah lembut kepada mereka" (QS. Ali Imran/3: 159.

Dalam sejarah dakwah Nabi, ayat ini merupakan jaminan dari Allah kepada Nabi bahwa bagaimanapun respon yang diterima Nabi dari mad'u dalam berdakwah, Allah akan memperlemah hati Nabi agar tetap lembut. Hal ini tentu berlaku juga bagi para dai saat ini, bahwa Allah akan membantu mereka menjaga kelembutan hati dalam menghadapi berbagai respons dari mad'u.

Dalam kenyataannya, sejarah mencatat bahwa Nabi memperlakukan orang kafir Mekah dengan kelembutan. Bagi Nabi, mad'u adalah objek dakwah dan saudara sesama manusia yang harus diarahkan kembali ke jalan kebenaran. Meskipun mereka melakukan pelanggaran seberat apapun, Nabi tetap bersikap lembut, bahkan ketika mereka melakukan upaya boikot.

Di Mekah, Nabi mengalami boikot secara ekonomi di mana orang-orang mengumumkan agar tidak menjual barang kepada Nabi dan tidak membeli barang dari Nabi. Ini menjadi sulit karena mata pencaharian utama masyarakat Mekah adalah perdagangan, dan Mekah dikenal sebagai kota dagang yang sibuk.

Allah memberikan pesan kepada Nabi untuk merespons situasi tersebut dengan akhlak yang mulia sebagai seorang dai. Dalam QS. Ali Imran ayat 159, "Dan sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka maafkanlah mereka"

Dari Al-Qur'an, terdapat dua akhlak yang dianjurkan bagi seorang dai: menjadi lembut dan pemaaf. Tentang pemaaf, Allah menjanjikan,  "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim" (QS. al-Syura/42: 40).

Dalam ajaran Al-Qur'an, seorang dai juga diajarkan untuk memohon ampunan bagi mad'u yang telah melakukan dosa besar kepada Allah. Hal itu tertuang dalam potongan ayat, "Mohonkalha ampunan bagi mereka" (QS. Ali Imran/3: 159).

Melihat perlakuan zalim yang diterima Nabi saat berdakwah di masyarakat Thaif, malaikat berkomentar, "Hai Muhammad, jika kamu mau, aku bisa menimpakan al-Akhsyabain (dua gunung besar yang ada di kiri dan Masjidil Haram).  Rasulullah menjawab, "Tidak, namun aku berharap supaya Allah melahirkan dari anak keturunan mereka ada orang-orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun" (HR. Bukhari).

Selanjutnya, akhlak yang penting bagi seorang dai adalah keinginan untuk berdiskusi dan bermusyawarah bersama mad'u. Allah mengajarkan, "Dan bermusywarahlah dengan  mereka  dalam urusan itu" (QS. Ali Imran/3: 159).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline