Lihat ke Halaman Asli

Siti jumaiyah

UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Safar dan Cimplo : Tradisi Unik Indramayu Menghadapi Bulan Bala

Diperbarui: 9 Oktober 2024   02:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kue Cimplo ( Foto : Siti Jumaiyah / Dokumentasi Pribadi )

Indramayu -  Wilayah di Jawa Barat yang dikenal dengan pesona alamnya, menyimpan tradisi unik yang terkait dengan bulan Safar, yang diyakini sebagai bulan bala atau bulan sial. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, masyarakat Indramayu masih memegang teguh kepercayaan turun temurun yang diwujudkan dalam bentuk ritual dan tradisi, salah satunya adalah pembuatan kue cimplo.

Kue cimplo, sejenis kue apem yang memiliki warna yang bermacam- macam dengan tekstur yang lembut dan sedikit kenyal, memiliki makna sakral bagi masyarakat Indramayu.  Setiap bulan Safar, hampir di setiap rumah, warga akan membuat kue cimplo sebagai bentuk doa dan permohonan perlindungan dari musibah. 

Biasanya kue akan dibagikan kepada tetangga, kerabat, dan orang-orang terdekat sebagai simbol harapan agar terhindar dari segala macam bencana dan musibah. Selain itu juga tradisi unik lainnya terkait dengan bulan Safar adalah kebiasaan membuat kue cimplo untuk bayi yang lahir di bulan ini. Dipercaya bahwa bayi yang lahir di bulan Safar lebih rentan terhadap penyakit dan musibah. 

Sebagai bentuk doa dan perlindungan, orang tua bayi akan membuat kue cimplo berwarna-warni dan mengukur tubuh bayi dengan kue tersebut. Ritual ini melambangkan harapan agar bayi tersebut dapat tumbuh sehat dan panjang umur. Tradisi pembuatan kue cimplo di bulan Safar memiliki makna filosofis dan spiritual yang mendalam. 

Kue cimplo melambangkan harapan, doa, dan perlindungan. Setiap warna kue cimplo memiliki arti tersendiri seperti  warna kecoklatan kue melambangkan tanah, yang merupakan sumber kehidupan,sedangkan warna- warni lainya melambagkan  besar harapan akan kebahagiaan. Tekstur kue yang lembut dan kenyal melambangkan kelembutan hati dan ketahanan jiwa.

Tradisi pembuatan kue cimplo di bulan Safar juga merupakan bukti kelestarian budaya dan kearifan lokal masyarakat Indramayu.  Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi bagian integral dari kehidupan sosial budaya masyarakat.  Meskipun diiringi dengan kepercayaan tertentu, tradisi ini juga menjadi ajang silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan antar warga.

Di era modern, tradisi pembuatan kue cimplo di bulan Safar menghadapi tantangan, terutama dari pengaruh budaya luar dan gaya hidup modern.  Namun, tradisi ini juga memiliki peluang untuk berkembang dan beradaptasi dengan zaman.  Dengan memanfaatkan media sosial dan platform digital, tradisi ini dapat dipromosikan lebih luas dan menjadi daya tarik wisata budaya di Indramayu.

Dapat disimpulkan bahwa tradisi pembuatan kue cimplo di bulan Safar di Indramayu merupakan contoh nyata bagaimana budaya dan kepercayaan lokal dapat diwujudkan dalam bentuk ritual dan tradisi.  Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol doa dan harapan, tetapi juga memperkuat jalinan sosial dan budaya masyarakat Indramayu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline