Lihat ke Halaman Asli

Praktik Kecurangan Pilgub Jatim

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semakin banyak calon gubernur tak menjamin semakin baik jatim di masa depan. Bukan bermaksud skeptis tapi sejauh ini gubernur tak mampu memberikan kebijakan yang memberikan sentuhan langsung kepada masyarakat. Hal paling disayangkan adalah ketidak pedulian gubernur atas jalinan komunikasi antar pemerintah provinsi dan kabupaten. Tak pelak lagi, hal ini memunculkan praktek-praktek ilegal dalam pemilihan gubernur.

Tanggal 29 Agustus 2013 adalah hari dimana masyarakat jawa timur menentukan nasib calon pemimpinnya. Lewat Pemilihan Umum Daerah (PILKADA) masyarakat jawa timur memberikan hak suaranya, dengan harapan mereka mendapatkan pemimpin yang mau melirik mereka. Mereka tak berharap gubernur blusukan ke tiap-tiap kampung se jawa timur untuk mengetahui keadaan mereka secara langsung karena sepertinya hal itu tidak akan pernah terjadi. Para calon pemimpin biasanya akan belusukan hanya di musim PILKADA. Mereka hanya berharap calon pemimpin yang mereka pilih mampu memberikan kebijakan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh mereka.

Para pendukung masing-masing calonpun tak mau kalah ikut andil dalam menyukseskan calon pemimpin yang mereka usung. Alasan sederhananya adalah, jika mereka membela salah satu kandidat pemimpin maka jika mereka terpilih kelak, pemimpin itulah yang akan mempermudah jalan orang-orang pemangku kepentingan tertentu. Berbagai carapun dilakukan untuk menarik simpati masyarakat jatim terutama kalangan bawah. Kenapa kalangan bawah? Karena merekalah orang-orang yang mudah dibohongi, merekalah orang-orang yang mudah diumbar-umbarkan janji manis.

Nah, berikut adalah trik-trik umum yang dilakukan untuk menyukseskan PILGUB di Jatim khususnya daerah pedesaan:

(berdasarkan fakta lapangan dan praktek ini terjadi)


  1. Kuasailah para bupati, camat, kepala desa, ketua RT/RW, dan khususnya kepala dusun. Kenapa kepala dusun terhitung khusus?? Karena merekalah yang menguasai medan perang yang sesungguhnya. Mereka yang tahu siapa saja orang yang punya hak suara tapi tidak bisa menyalurkannya. Ini terjadi di desa saya,


2.Kuasailah TPS nya. Jika Ketua TPS, panitia, saksi dan tim independensudah dikuasai maka segalanya serba mudah. Tinggal menghitung hasilnya.

Praktek-praktek kecurangan PILGUB:

1.Ketua TPS atau Kepala Dusun (Kadus), memandu para pemilih untuk mencoblos salah satu calon yang mereka usung. Para panitia bahkan menemani pencoblos di bilik suara. Masyarakat pemilih yang notabene nya adalah petani dan orang-orang yang tak berpendidikan ikut saja apa yang dikatakan kadusnya. Tentu saja begitu, karena mereka tak paham apa itu pemilu, siapa yang mereka pilih, mengapa harus memilih mereka?? Bagaimana mereka bisa paham itu semua sedangkan mereka tidak bisa menulis dan membaca, mungkin angka saja yang mereka pahami, itupun masih ada yang tak tahu.Yang mereka tahu adalah apa yang dipilih pemimpin kampung mereka (kadus) itu yang mereka pilih. Mereka beranggapan yang baik itu adalah yang dipilih kadus mereka. Jika mereka tidak mengikuti kata kadus bisa saja mereka akan dipersulit jika mengurus surat-surat ke kelurahan. So?? Jika ingin sukses suaranya di desa, cukup beli saja suara kadus atau RT nya.

2.Jika pemilihnya kaum akademisi (mahasiswa, guru dll) yang dianggap paham tentang PILKADA dan perpolitikan maka Kadus dan antek-anteknya hanya diam manis saja. Mereka dibiarkan memilih dan tak ada yang berani mendekte mereka.

3.Setelah PILKADA usai (sekitar pukul 1 siang). Kadus akan bergerilya mencari orang-orang yang belum mencoblos. Jika ada warga yang berhalangan mencoblos maka surat suaranya akan diminta kembali oleh Kadus atau antek-anteknya. Biarpun orang desa itu tak berpendidikan tapi mereka juga bisa penasaran, ketika surat suaranya diminta kembali mereka akan bertanya buat apa?? Kadus atau antek-anteknya dengan entengnya menjawab “Kata kepala desa begitu”. Lebih parahnya ada yang bilang “menurut aturannya begitu, kalau ada yang gak nyoblos surat suaranya suruh kembalikan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline