Lihat ke Halaman Asli

Sekali Lagi: Striker dan Mental Pemain Timnas PSSI-U19

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Dari informasi terakhir yang saya peroleh, secara fisik nilai VO2 Max atau kemampuan menyerap oksigen setiap pemain di setiap pertandingan pemain Timnas PSSI U-19 sudah meningkat hingga lima digit, dimana rata-rata nilai VO2 Max Garuda Muda sudah berada di angka 60-65. Namun demikian, tanpa mengurangi respek atas prestasi yang dicapai oleh anak-anak U-19 sejak kejuaraan AFF-U19 hingga hasil tour terakhirnya di Timur Tengah beberapa waktu yang lalu,dan kemajuan dari sisi fisik nilai VO2 Maxnya, menurut saya ada beberapa permasalahan mendasar U-19 yang perlu diperbaiki agar sukses bisa diraih Tim ini kedepannya. Paling tidak ada tiga masalah mendasar yang perlu dibenahi yakni: masalah kerjasama, skill, dan mental. Tanpa perbaikan tersebut, jalan merebut piala Asia dan menjadi wakil Asia dalam piala Dunia 2015 akan teramat sulit. Beberapa informasi media menyebutkan bahwa coach Indra Syafri sangat menyadari hal ini dan sedang berusaha keras untuk meningkatkan performance para pemain , terutama lini depannya (penyerang dan gelandang).

Tingkat kesalahan timnas U-19 dalam melakukan kerjasama masih terlalu tinggi yang mengakibatkan umpan-umpan para pemain Garuda Muda ini dirasakan masih belum efektif. Seringkali pemain mengoper bola ke kawan yang sedang berada terlalu dekat dengan pemain lawan, sehingga bola bisa dengan mudah dipotong oleh pemain lawan. Operan yang tidak tepat seperti saat pemain berlari sejajar dimana operan tidak diberikan kearah depan tapi diberikan sejajar yang otomatis bola tidak bisa diambil/keluar lapangan atau malah jatuh kekaki lawan. Dari layar TV juga seringkali terlihat beberapa pemain gampang sekali kehilangan bola. Begitu mudahnya bola dicuri dan diambil oleh kaki lawan. Tingkat kesalahan seperti ini relatif masih cukup besar. Tingkat kesalahan pemain Timnas U-19 dan lemahnya kerjasama pada saat menguasai hingga mengoper bola masih mencapai 20 persen dan hal ini untungnya sangat disadari oleh coach Indra Syafri. Dengan tingkat kesalahan yang masih tinggi dan kerjasama yang rapuh tersebut mengakibatkan permainan bola menjadi tidak efektif.

Dari sisi skill, ketajaman para pemain depan khususnya penyerang masih perlu diasah. Naluri mencetak gol pemain striker, terutama striker utama, masih sangat tumpul. Penyelesaian akhir masih jauh dari ideal. Dari begitu banyak peluang yang tercipta, hanya sedikit gol yang berhasil dijebloskan ke gawang lawan. Dilihat dari data memasukkan gol, disinipatut dipertanyakan bagaimana seorang pemain pelapis untuk striker lebih produktif dibanding striker utamanya itu sendiri. Striker intikurang menunjukkan ketajamannya. Dari berbagai penampilannya sebagai starter di laga uji coba baik di Tour Nusantara maupun di Timur Tengah, striker inti ini hanya mampu mencetak tiga gol. Bandingkan denganstriker pelapisnya, yang justru kenyataannya jauh lebih produktif. Striker pelapis yang lebih banyak diturunkan pada babak kedua malah mampu menyumbangkan lima gol. Jumlah gol pemain sayap pengganti juga sama dengan striker pelapis, lima gol. Aneh dan tragis bukan? Bagimana seorang striker inti seperti itu bisa dipertahankan menjadi striker utama, kalau tidak punya naluri mencetak gol seperti pemain pelapisnya ? Memang, pencetak gol bisa siapa saja, termasuk pemain belakang, namun dalam pertandingan sepakbola dimanapun yang sangat diharapkan adalah striker utama harus lebih produktif dan lebih banyak dalam mencetak gol, baik dengan kakinya, maupun dengan sundulan kepalanya, dibanding misalnya dengan seorang pemain pelapis maupun pemain gelandang. Ini tentunya memerlukan kualitas skill individu yang memadai dari seorang striker. Sebagai ilustrasi, bagaimana bisa seorang sriker utama dengan kualitas seperti ini bisa mencetak gol dengan cara salto (bicycle kick) seperti yang dilakukan oleh Widodo C. Putro sebagaimana ditunjukkan ketika Indonesia melawan Kuwait di Piala Asia tahun 1996 lalu, kalau skill untuk mencetak gol secara “biasa” saja masih cukup sulit? Ini harus menjadi concern dan fokus perhatian seorang pelatih.

Sikap emosional para pemain juga masih cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan dalam pertandingan tour Nusantara (melawan ) maupun di Timur Tengah (leg ke 2 melawan kesebelasan Nasional bBahrain U-19). Kalau ini terus menerus dilakukan bukannya tidak mungkin Timnas U-19 nantinya di lapangan hanya akan bermain dengan 9-10 pemain. Hal ini akan menjadi sangat fatal kalau yang dikartumerahkan adalah pemain kunci yang berposisi di lini belakang. Ini harus menjadi perhatian utama coach Indra Syafri juga.

Saya adalah termasuk salah satu orang yang percaya keberhasilan suatu perjuangan hanya dapat diraih melalui proses yang kadang bisa cukup panjang dan berat, tidak bisa instan. Mudah-mudahan hasil latihan dan kerja keras Timnas PSSI U-19 selama ini dan kedepannya benar benar bisa menghasilkan dan menunjukkan bukan hanya prestasi yang patut dibanggakan buat bangsa dan negara tapi juga peningkatan skill, kerjasama dan kematangan mental emosional para pemain agar selanjutnya dapat melenggang ke pentas dunia 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline