Aku selalu percaya, bahwa setiap manusia memiliki kisah lukanya masing-masing. Aku jadi teringat masa kecilku dulu yang mana aku sering terluka akibat jatuh dari latihan bersepeda. Tak terhitung berapa goresan luka di lutut dan tanganku akibat terjatuh dari sepeda tersebut. Padahal aku anak lelaki yang seharusnya bisa kuat menahan rasa sakit tersebut dan berusaha untuk tidak menangis, tapi apalah arti luka jika tidak ada air mata yang mengalir.
Seiring dengan bertambahnya usia, makna luka bagiku semakin kompleks. Terutama luka di hati yang sampai detik ini belum bisa aku sembuhkan. Aku menyimpan luka tersebut dari hari ke hari hingga berganti tahun.
Dina, Perempuan itu yang membuat luka di dalam hatiku. Tak ku sangka hujan di awal bulan November menjadi awal bulan yang sendu bagiku.
***
Aku selalu percaya dengan kata orang bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Masa di mana remaja memiliki darah yang berapi-api dan masa di mana hati kita sudah mengenal sebuah perasaan kepada lawan jenis.
Masa-masa SMA ku bisa dikatakan menyenangkan, aku punya tiga orang sahabat yang baik dan bisa menerima sikapku yang terbilang cuek, khususnya terhadap perempuan. Tapi meskipun aku terbilang cuek, mengapa masih saja ada beberapa perempuan di sekolah yang mendekatiku. Apa yang mereka harapkan dariku?
Tapi dari sekian perempuan yang mendekat, aku sudah terlanjur penasaran dengan perempuan bermata ceri itu. Dia manis dan memiliki rambut hitam yang indah sebahu. Beberapa kali tak sengaja aku bertemu dengannya di perpustakaan sedang membaca novel sambil berdiri di antara rak-rak buku.
Setelah bertemu dengan perempuan bermata ceri itu di perpustakaan, aku semakin giat untuk pergi ke sana di sela-sela istirahat jam sekolah. Teman-temanku bingung dengan tingkahku yang berubah karena jarang makan bersama mereka lagi. Waktu istirahatku aku gunakan untuk melihat perempuan itu, detak jantungku terus berdetak setiap aku melihatnya. Ingin rasanya berkenalan dengannya tapi aku takut, takut ia bersikap judes kepadaku.
Maka, demi melihat perempuan itu, ku gunakan jam istirahatku untuk pergi ke Perpustakaan. Tak lupa khususnya hari ini aku membawa drawing book untuk membuat sketsa wajahnya yang manis tersebut. Berharap suatu hari, aku dapat memberikan kepadanya langsung.
"Ngapain kamu di sini? Jangan duduk di lantai, duduk di meja." Ujar seorang ibu berusia 50 tahun yang ternyata adalah penjaga perpustakaan.
"Ah mengagetkan saja." Ucapku dalam hati.