Lihat ke Halaman Asli

Sharfina

TERVERIFIKASI

Content Writer

Menyusuri Nilai Humanisme dari Balik Fotografi Jurnalistik

Diperbarui: 1 Oktober 2018   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pameran Pameran World Press Photo yang diadakan di Bentara Budaya Jakarta pada tanggal 6-29 September 2018 di Bentara Budaya Jakarta.| Dokumentasi pribadi

Menjadi seorang fotografi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi mereka yang berkecimpun sebagai fotografer jurnalistik. Tentu, tugas mereka bukan hanya sekadar memotret mengejar hasil yang bagus, namun lebih dari itu, mereka juga dituntun harus mampu menghasilkan sebuah pesan untuk masyarakat dari foto yang dibidik. Intinya, foto-foto yang dibidik dapat menjadi sebuah medium untuk berkisah mengenai peristiwa yang sudah terjadi maupun yang sedang terjadi.

Belum lama ini, tepatnya tanggal 5 September 2018, Erasmus Huis Jakarta bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta menyelenggarakan Pameran Fotografi bertajuk "World Press Photo". 

Pameran ini menampilkan berbagai karya dari para fotografer seluruh dunia yang telah terpilih sebagia pemenang kompetisi The 2018 World Press Photo Content. Dalam pameran tersebut, ada sejumlah 42 fotografer dari 22 negara yang dipamerkan.

42 fotografer dari 22 negara memamerkan karya mereka di pameran bergengsi ini.| Dokumentasi pribadi

World Press Photo sendiri merupakan acara bergensi. Para juri yang merupakan pegiat foto jurnalis professional dan Magdalena Herrena sebagai ketua dari kontes ini telah melangsungkan seleksinya di Amsterdam sehingga terpilih pemenang dari 8 kategori yang dilombakan. 

Karya foto yang memenangkan kompetisi ini direncanakan akan dipamerkan di 100 lokasi berbeda di 45 negara yang dipubilkasikan dakam sebuah buku multi-bahasa.

Aspek yang harus diterapkan dalam fotografi jurnalistik

Fotografi karya Carla Kogelman yang menggambarkan kehidupan kakak beradik yang harus hidup di daerah bionergy. Sang footografer sudah memulai mengikuti kehidupan kakak beradik tersebut sejak tahun 2012.| Dokumentasi pribadi

Belum lama ini tepatnya kamis (13/9/2018) saya pergi ke Bentara Budaya Jakarta untuk menyaksikan Pameran Fotografi "World Press Photo". Di dalam ruangan tersebut, terpajang berbagai hasil fotografi dari berbagai fotografer yang ada di belahan dunia. 

Terbagi menjadi 8 kategori, meliputi nature, environment, people, contemporary issues, general news, sports, long-term projects, dan spot news, kita dapat menyaksikan peristiwa yang selama ini mungkin luput dari padangan kita.

Kategori nature, pengunjung dapat melihat perjuangan kehidupan satwa liar yang berusaha bertahan hidup dari pemburuan liar dan kepunahan.| Dokumentasi pribadi

Fotografi jurnalistik lahir tentu bukan tanpa sebab, mereka melalui foto, harus mampu menyampaikan peristiwa dari hasil jepretan mereka dengan sebenarnya tanpa dibuat-buat. Selain itu, fotografi jurnalistik juga dituntun dapat membuat kombinasi gambar dan tulisan (caption)  seperti layaknya sebuah paragraf ketika akan menulis sebuah cerita.

Dikutip dari laman Kumparan.com (9/04/2017) bahwa Frank Hoy dalam bukunya PhotoJournalism: The Visual Approach, penilaian terhadap foto jurnalistik harus mampu menggunakan kriteria sederhana, seperti foto harus mampu menyampaikan sebuah pesan, memancing emosi bagi yang melihat, dan foto harus mampu menyajikan sudut pandang sehingga ketika orang lain menyaksikan, mereka tidak perlu banyak menganalisis.

Nilai Humanisme di balik fotografi 

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa fotografi jurnalistik banyak memotret peristiwa di luar sana yang jarang dilihat oleh orang secara langsung. Seperti di pameran ini, ada sebuah potret yang diambil oleh Ami Vitale mengenai kehidupan perburuan gajah liar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline