Hedeeh, hufftss, cape deeh.... Beginilah ekspresi banyak orang yang awalnya berharap banyak kepada sosok 2J. Mereka yang sangat mengagung-agungkan dan bahkan selalu membela kedua orang yang dianggapnya 'pantas' memimpin Indonesia itu, kini harus gigit jari. Bahkan banyak yang sudah menarik dukungannya terhadap idolanya tersebut. Tanya kenapa? Mari kita simak beberapa fakta yang terjadi dalam 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK. Tak bisa dipungkiri, dalam 100 hari Pemerintahan Jokowi-JK banyak sekali kebijakan-kebijakan yang bisa dibilang kontroversial. Kebijakan tersebut kebanyakannya tidak memihak rakyat kecil. Namun kali ini ane hanya membahas tentang satu kebijakan, yaitu kebijakan paling kontroversial abad ini. Kebijakan yang ane maksud adalah pemilihan Kapolri baru yang notabene adalah tersangka korupsi! Dan ane rasa inilah penyebab utama kenapa 'Cicak' sama 'Buaya' berantem lagi. sumber gambar: di sini Menurut beberapa sumber yang ane baca, Komjen Polisi Budi Gunawan adalah mantan ajudannya Megawati. Bisa dibilang dia adalah orang terdekatnya sang 'Ibu Suri'. Bisa disimpulkan, kalau seandainya orang ini menjadi Kapolri, maka kepentingan-kepentingan 'orang-orang di belakang' pak Joko bakalan lebih mudah untuk dilaksanakan. Perlu diketahui, sebelumnya ada sosok dari partai Nasdem yang mengisi jabatan strategis di bidang hukum lainnya, yaitu sebagai Jaksa Agung. Sehingga bisa dengan mudah ane menyimpulkan, kalau 'orang-orang di belakang' pak Jokowi ingin menguasai jabatan-jabatan yang berkaitan dengan hukum. Entah apa yang menjadi motif serta penyebabnya, yang pasti hal ini sungguh sangat tidak adil -- karena tidak sesuai dengan janji pak presiden diawal kampanye yang anti bagi-bagi jabatan (hikss..). Balik lagi ke pokok permasalahan, yaitu cicak sama buaya yang berantem lagi. Setelah presiden mengumumkan calon tunggal kapolri yaitu pak Budi Gunawan, langsung saja KPK merespon cepat. Lembaga antisurah itu mengumumkan penetapan tersangka terhadap pria berkumis tebal itu. Tujuannya adalah agar yang mengisi jabatan Kapolri adalah orang yang bersih. Maka dari itu KPK perlu menjegal langkah presiden yang seolah 'menutup mata'nya tersebut. Hal ini tentu menjadi pukulan telak bagi 'orang-orang di belakang' pak Jokowi. Mereka merasa tertampar dengan apa yang telah dilakukan oleh KPK. Mereka merasa kalau langkah KPK telah menjegal 'rencana matang' mereka. Bisa dibilang terjadi 'keretakan' hubungan antar keduanya Tidak berapa lama setelah penetapan tersangka terhadap pak Budi, tiba-tiba banyak serangan bertubi-tubi yang menyerang KPK. Pertama-tama yaitu beredarnya foto kemesraan sang ketua KPK, bapak Abraham Samad dengan putri Indonesia 2014. Namun, setelah ditelusuri dan diamati dengan seksama, ternyata foto tersebut adalah hasil rekayasa alias editan. Dan hal itu pasti dilakukan oleh oknum yang jelas-jelas ingin menjatuhkan lembaga KPK melalui fitnah yang keji. Karena beredarnya foto itu tepat setelah penetapan tersangka oleh KPK. Sungguh kejam sekali yang melakukan fitnah ini, huufts.. Belum selesai sampai disitu, lagi-lagi ada saja yang mau menjatuhkan KPK dengan cara-cara yang kotor. Kali ini adalah penangkapan sang wakil ketua KPK atas laporan kasus yang sudah lama terjadi (2010), namun baru diekspos (lagi). Dan menurut sumber yang ane baca, laporan kasus itu disampaikan oleh salah satu politisi PDI-P kepada Bareskrim Polri. Langsung saja Bareskrim Polri menindak lanjuti laporan tersebut. Namun sayangnya mereka melakukan penangkapan itu dengan cara yang sangat tidak etis. Dan hal itu tentu memicu kemarahan publik. Yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa Bareskrim Polri langsung menangkap pak Bambang Widjojanto? Mungkinkah lembaga hukum itu 'sekalian' melampiaskan 'dendam' mereka, lantaran calon kepala polisi mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK? Entahlah, hanya mereka dan Tuhanlah yang tahu. Dari semua pemaparan ane di atas, dapat disimpulkan bahwa kisruh yang terjadi antara KPK dengan Polri diawali oleh KETIDAKTEGASAN seorang presiden dalam memilih calon Kapolri. Pak Presiden terlalu berkompromi dengan partai pendukungnya. Beliau seolah 'membiarkan' ada 'orang lain' yang menentukan posisi jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya. Dan hal ini sudah terjadi berkali-kali yang tentunya membuat rakyat menjadi muak melihatnya. Sampai kapan hal ini harus terjadi? Seorang Presiden yang merupakan orang nomor 1 di Republik ini mau dikontrol oleh 'sosok' lain? Akankah di masa mendatang bakalan terjadi lagi hal-hal seperti ini? Ditengah banyaknya tekanan yang menimpa Pak Jokowi, yaitu dari relawan yang memutuskan untuk menarik dukungan kepadanya dan juga tekanan dari partai pendukung yang mendesak pelantikan Kom Jen Budi Gunawan, sepertinya pak Jokowi benar-benar tertekan. Beliau seperti berada di perbatasan antara surga dan neraka. Beliau layaknya diibaratkan sedang memakan buah simalakama. Serba salah dan serba carut marut. Akan tetapi.. Sebuah pemandangan tak biasa terjadi. Secercah harapan mulai terlihat. Sesuatu yang diluar dugaan tengah kita lihat dengan mata kita sendiri. Seorang Prabowo Subianto menemui pak Jokowi. Mungkinkah ini pertanda baik? Akankah terjadi dukungan dari rival pak presiden itu? Atau mungkinkah Pak Jokowi akan berpaling dari KIH menuju ke KMP?? (bersambung....) (Kunjungi situs berita Indonesia yang dikemas secara unik: Blog AROEL)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H